Four Heart - Cerpen Cinta Remaja

FOUR HEART
Karya Monika Ame

Hai! Kenalkan namaku May. Tapi alasannya yaitu saya keturunan Cina, saya sering dipanggil Mei. Makara terserah kalian ingin memanggilku menyerupai apa. Bagiku yang biasa – biasa saja dan mempunyai banyak sahabat cowok, nggak pernah terpikirkan bahwa ini akan terjadi. Hatiku terbagi menjadi empat! Atau dapat dibilang saya (sepertinya) menyukai empat pemuda sekaligus.

Hum...., ternyata sekolah ini sedikit lebih parah dari apa yang kupikirkan. Dan ini terus terang membuatku ragu bahwa ini yaitu sekolah ‘campuran’. Karena rata – rata yang kulihat yaitu murid laki laki.
“May, sedang apa kau ini? Ayo cepat kemari!” perinyah ayahku.
“Iya, Dad!” jawabku. Well, alasannya yaitu dulu saya tinggal di luar negeri jadi saya masih sedikit terbiasa dengan bahasa Ingggris. Dan ini menguntungkanku dalam pelajaran bahasa Inggris. Mungkin.

Four Heart
Hari ini saya pindah ke sekolah ‘tak jelas’ ini. Dan kini saya hanya mengurus hal – hal lain dan seragamnya. Sebenarnya saya tidak peduli, dan saya sangat malas untuk tiba hari ini. Tapi alasannya yaitu harus mencoba seragam ya apa boleh buat deh! Terpakasa saya harus ikut.
“Jadi Tuan Harry, silahkan isi ini dulu. Lalu Mei...,”
“May! Namaku May! M-A-Y!!” potongku.
“Ah, iya, maaf. Makara May mari kita coba seragamnya,” kata Sekertaris sekolah ini, yang sesudah kuihat nama penganalnya ternyata namanya April. Kalau membaca namanya kemudian membaca namaku dengan salah, menyerupai urutan nama bulan ya?
“Ini silahkan. Coba dari ukuran L dulu ya. Kalau kebesaran gres kita coba ukuran yang lebih kecil,” katanya dengan tersenyum.
L? Memangnya saya segemuk itu? Hm? Ukuran L disini besar banget sih? Ini jangan jangan ukuran L buat cowok? Astaga.... Tapi tunggu dulu! Bagaimanapun ini tetap model baju cewek! Mungkin memang ukurannya terlalu besar atau badanku yang terlalu mungil?Aku tak peduli! Yang penting kini saya harus bilang pada Bu Aprilia, saya tambahakan namanya semoga kami tidak terkesan mirip, untuk mencoba ukuran lain.

Akhirnya saya pakai ukuran X- S, alasannya yaitu hingga ukuran inipun tetap sedikit kebesaran untukku. Parah Hmmm...., saya pakai dulu deh! Buar Bu April, maksudku Bu Aprilia melihatnya. Ng? Lho? Mana Bu Aprilia? Kok hilang?
“Hei, kamu! Pagi! Murid gres ya?” sapa sebuah suara. Dan setalah saya berhasil tau pemilik bunyi itu, tidak kusangka itu yaitu pemuda blasteran. Kau ingat dongeng bahwa saya tinggal di luar negeri? Sekarang saya bosan dan eneg melihat muka – muka orang luar negeri!
“Apa? Ada masalah?” tanyaku ketus.
“Ah? Nggak kok! Ngomong – ngomong, ketus amat sih, mbak?” ha? Mbak? Kamu pikir saya apaan hah?
“Suka - suka dong!”
“Well, mending kau agak periang di sini. ‘Cause, di sini orang pendiem bakalan dicuekin abis-abisan!”
“Hm..... Thank’s infonya,” kataku sambil sedikit tersenyum.
“AH! Kamu senyum! Manis juga!” katanya sambil menunjuk ke arahku.
“Apa.....,” belum selesai saya bicara, dari kejauhan terlihat Bu Aprilia datang.
“Rama! Apa yang kau lakukan di sini? Ini jam pelajaran, kan? Cepat kembali ke kelas!” hardik Bu Aprilia. Hmmm...., cukup angker juga.
“Iya iya, Bu!” katanya sambil berjalan pergi. “Ah! Bye May!” kata Rama sebelum beliau benar benar pergi.
“Bye....,” hm? Dia tau namaku? What the.......
***

Uwah! Akhirnya saya resmi jadi murid sekolah ini! Seragamnyapun sudah jadi! Hari ini seragamnya kemeja putih lengan panjang dan rok kotak kotak. Hmmm..., kenapa lengan panjang ya? Padahal kan panas! Kelasku.... 1-1....., di sekitar si.... BRUUUK!!! Aw! Shit! Aku nabrak siapa nih?
“Ah! Sorry! I’m so sorry!” kata pemuda cool beraksen orisinil Amerika! Apa di sini itu blasteran semua? Cape’ deh!

Tapi cowo ini cakep juga, nggak kaya si Rama kemarin. Blasteran sih! Tapi kulitnya agak gelap. Cowok ini lengan kemejanya dilipat, beliau pakai rompi hitam tipis berhoodie, rambut coklat kemerahan, memakai headphone, tinggi, putih. Oh My God! He is so perfect!! Cowok keren yang cool! Wow!
“Hey! Em..., kau nggak ngerti saya ngomong apa?” tanya pemuda itu. Membuatku tersadar dari lamunanku.
“A..., saya ngerti kok! Gak apa apa. Aku juga minta maaf!”
“Hmm..., okay..... Then..., namaku Alex. Salam kenal...,”
“Aku May, M-A-Y. Dan saya nggak suka kalau ada yang memanggilku Mei, M-E-I,”
“Hmmm, okay, May?”
“Yep! Apa?”
“Aku suka rambutmu yang berwarna merah gelap ini,” katanya lembut smabil memegang rambutku yang terikat dua ini, lembut juga.
“Thanks...., jarang ada yang muji rambutku,”
“Kenapa nggak coba digerai? Pasti lebih bagus, kan?” katanya sambil memegangi ikat rambutku kemudian menariknya perlahan. “Tuh, kan! Lebih cantik digerai!” katanya sambil tersenyum. Manis sekali.
“..............”
“May? Kenapa mukamu ikutan merah menyerupai rambutmu?”
Mendengar itu saya kaget sekali. Lalu akupun melarikan diri dan melanjutkan mencari kelasku. Samar - samar tadi saya mendengar Alex memanggil namaku berulang kali. Tapi saking malunya saya tak berani melihat ke arahnya. Sedikitpun.
***

Oh God! Ini kah yang dinamakan kebetulan? Ternyata saya masuk ke kelas yang sama dengan Alex?! Dan di sini Cuma ada 4 murid, dan 5 kalau ditambahkan aku. Masalahnya......, di sini COWOK SEMUA!!!!! Ada Rama dan Alex bikin saya sedikit tenang, tapi 2 pemuda yang lain......, saya nggak yakin deh! Yang jadi duduk kasus pula yaitu apakah ini kelas khusus para blasteran? Tambah eneg deh! Yah...., walaupun cuma si Rama yang nggak terlalu kelihatan menyerupai blasteran sih! Dan puncak masalah! Kenapa dari tadi pagi hingga jam segini nggak ada guru yang mengajar? Aku tanya si Rama ah!
“Hei, Ram,”
“Hah? Ngopo we?” lho? Dia blasteran bukan sih?
“Ah ga apa apa kok!” huh! Terpaksa tanya Alex deh! “Lex, ini nggak ada guru yang ngajar?”
“Ah! Nggak, khusus kelas ini nggak ada yang mengajar,”
“Hah?! Kenapa?”
“Kelas ini khusus untuk murid yang kepintarannya sudah sangat tercukupi. Bukan kelas khusus blasteran!” katanya sambil tersenyum iseng padaku.
“Oh..., pantesan! Kalau gitu apa si Rama beneran pinter tuh? Kok dari penampilannya kelihatan biasa aja,”
“Hei, hei! Ngomongin orang itu nggak baik lho!” kata Rama di belakangku, membuatku membatu. Cih! “Gini - gini saya rajanya matematika tau!”
“Cuma itu?” tanyaku.
“............................” beliau hanya membisu saja sambil memutar matanya ke segala arah.
“Artinya iya, ya? Wah untung saya belum terlanjur terkagum kagum!”
“Apaan sih! Kalau kau rajanya apa?”
“Entahlah! Aku rasa nilaiku rata rata kok!”
“Wah! Jangan - jangan lewat jalur belakang ya?”
“Enak aja lo!!”
“Apa mungkin kau rajanya bidang olah raga atau kesenian?” kata seorang murid blasteran kepadaku.
“Hmm...., kesenian. Mungkin. Karena saya bener – bener nggak tahan sama olah raga,”
“Kalau gitu boleh lihat gambarmu?” tanya murid yang satunya lagi.
“Boleh saja! Nih!” kataku sambil menyodorkan buku gambarku.
“Uwaaaaaah! Hebat! Keren!” kata mereka.
“Oh iya! Namaku Erick! Salam kenal!” kata orang yang menanyakan kelebihanku. “Dan saya rajanya bahasa!”
“Ah! Kalau saya John! Aku rajanya Fisika! Salam kenal ya!” katanya. Mereka bergantian menjabat tanganku. Oh iya!
“Alex! Kalau kau rajanya apa?” tanyaku sesudah teringat hal itu.
“Aku.....,” dengan jeda sekian lama akhirnya......
“Alex itu rajanya semua mata pelajaran!” jawab Erick.
“Eh? Wah! Hebat!!” kataku dengan mata berbinar binar.
“Hmm? Aku nggak sehebat itu, May,” katanya sambil memegangi rambutku yang masih tergerai. “Aku nggak dapat di bidang kesenian...”
“Buh! HAHAHAHA!!! Ya ampun!” saya dan sahabat yang lain tertawa serempak.
“Tumben - tumbennya nih si Alex mau ngaku! Biasanya introvert banget!”
“Wah! Jangan jangan ada apa - apanya nih!”
“Maksud lo?” tanyaku.
“Maksudnya praktis kok!”
“ALEX SUKA SAMA KAMU TUH!!!!”

Apa?! Yang bener aja! Baru juga ketemu beberapa dikala yang lalu! Masa udah suka sih! Sekuat tenaga saya mengelak, tapi Alex tidak. Ini menciptakan mereka makin keras kepala! Dan lagi dikala melihat muka Alex mulai memerah, sahabat sahabat yang lain mulai bersiul - siul seenaknya!
“Ukh! Dasar bocah!” teriakku sambil menjitak kepala mereka bertiga. Lalu saya pergi meninggalkan mereka.
“Cih! Sekarang saya harus ke mana? Nggak mungkin deh balik ke kelas!” kataku sambil berjalan entah ke mana. Grep! Aku merasa lenganku ditarik dengan lembut?
“Mau ke mana kau hah?!” God! Ternyata itu si Rama!
“Halah! Kemarin kau pas pelajaran juga ngacir - ngacir gitu kok! Ngaca dong!”
“Ukh! Kamu, kan masih anak baru! Kamu juga cuma jago di bidang kesenian! Makara jangan harap kau dapat seenaknya menyerupai saya dan yang lain!”
“Apaan sih?!”
“Udah deh, Ram! Dia itu walaupun cewek tapi keras kepala! Ntar juga kau bakalan nyerah deh!” ukh! Sekarang si Alex juga ikutan nimbrung! Ngejek pula!
“Oh jadi maksudmu saya bocah terbelakang yang keras kepala hah?!” tanyaku dengan nada marah.
“Weits! Wait a minute, May! Perasaan saya nggak bilang bocah udik, saya kan cuma bilang ‘KERAS KEPALA’! Wah, fitnah nih! Kaga’ baik lho!”
“Terserah kalian deh!” kataku lemas sambil menepis tangan si Rama. “Aku sedang tidak tertarik dengan hal berdebat,”
“Eh? Nggak nangis, kan?” kata si Rama dan Alex bersamaan. Hihi! Ternyata mereka menarik juga!
“Wah, wah! Ngobrol sama tuan putri nggak ajak - ajak! Nih!” kata Erick dari belakang Alex.
“Hah?! Ulangi kata katamu! Siapa yang tuan putri hah?!” kataku dengan nada emosi.
“Kan kau satu - satunya cewe di kelas, lagian jarang - jarang kita dapat ngobrol sama cewe dengan santainya gini lho!” terang John.
“Eh? Kok gitu?”
“Biasalah kami kan pemuda cowok blasteran yang cakep, tajir, pinter, dan....,” BLETAK!! “AWW! Sakit tau apaan sih, May?!”
“Berhenti sok keren deh, Ram! Aku jadi jijik dengernya kalau kau yang ngomong!” emosiku memuncak.
“Cool down, May!! Si Rama emang narsis! Itu sifatnya! Biasain diri ya!” kata Erick sambil mengelus kepala Rama. Aku jadi merasa melihat orang sedang mengelus - elus anjingnya.....
“Yah....., tapi yang diucapin si Rama itu beneran. Itu alesannya, dan itu juga bikin kami agak dibenci sama cowo dari kelas biasa,”
“Hmmmm, repot juga ya....,”
“Tuh! Dengerin! Makannya jangan seenaknya jitak kepala orang dong!!”
“Hmmm..., maaf kalo gitu...,” kataku nggak niat.
“Itu yang katanya minta maaf?!” hell! Kali ini giliran si Rama yang emosinya memuncak!
“Udah deh, Ram! Kamu bikin kita jadi sentra perhatian nih!” eh? Ya ampun! Tanpa disadari sekeliling kami sudah menjadi lautan manusia.
***

“Dasar kalian ini!! Kenapa sih kelas khusus selalu buat masalah?! Kalau sudah merasa pandai bukan berarti kalian dapat seenaknya!! Terutama kau Mei...,”
“MAY!!! M-A-Y!!!” kata kami berlima serempak, dan kami yang menyadari itu tertawa bersama. BRAAAAAAAK!!!
“INI BUKAN SAATNYA BERCANDA!!!! Baiklah! Saya sebagai kepala sekolah meutuskan bahwa...... KALIAN DISKORS SELAMA ! 1 MINGGU!!”

Kamipun keluar dari ruang kepala sekolah. Skors? Seminggu? Apa yang akan orang tuaku katakan? Baru hari pertama sudah kena masalah. Bisa - dapat seluruh gameku dapat disita. TIDAAAAAAK!!
“Hei, May! Kami minta maaf ya! Gara - gara kami kau jadi ikutan kena getahnya,” kata Erick.
“Iya, kami nggak maksud bikin kau jadi anak bermasalah,” kali ini giliran John yang bicara.
“Terutama aku, saya minta maaf banget! Kalau saya nggak ngejar kau waktu itu, niscaya kita nggak akan berdebat dan menjadi sentra perhatian,” kata Rama memelas.
“Kami semua minta maaf!” kata Alex mewakilkan semuanya.

DEG!! Apa ini? Kenapa rasanya aku...... berdebar debar habis dengar mereka kaya gini? Apa saya juga ngerasa bersalah atau alasannya yaitu suka? Suka? Suka siapa? Diantara mereka berempat siapa yang saya suka? Baru kenal jug! UKH! Aku anggap ini rasa bersalah aja deh! Tapi kalau mereka malah nerusin minta maaf..... Ukh! Kalau gitu... BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! BLETAK! Aku menjitak kepala mereka secara bergantian saja.
“Apaan sih, May?! Sakit tau!”
“Iya nih! Padahal lagi minta maaf malah dijitak!”
“Aku udah kena 2 kali nih!”
“Kamu kenapa sih, May?”
“Jangan minta maaf....,”
“Hah? Kenapa?”
“Kalau saja tadi saya lebih sabar niscaya saya nggak akan ngomong dengan bunyi lantang..... Aku juga bersalah! Makara jangan menganggapa cuma kalian yang bersalah!”
Tanpa kusadari waktu menyampaikan hal ini air mataku mengalir. Apalagi dikala mereka mengelus kepalaku secara lembut, air mataku mengalir makin deras. Aku jadi tau bahwa ternyata rasa berdebar ini cuma perasaan bersalah. Akupun jadi merasa sangat lega!
Tapi siapa yang tau apa yang akan terjadi sesudah perasaan lega ini....
***

“Ke Mall?” tanyaku penasaran.
“Iya! Kita berlima pergi ke Mall bareng! Mumpung selama seminggu ke depan kita di skors! Gimana?” kata John antusias.
“Atas dasar apa? Lagian di skors malah main!”
“Hmmm....., syukuran murid baru! Yaitu kamu! Hm? Masalah skors? Tenang aja! Guru juga ga bakalan protes lagi kok! Mereka udah nyerah sama kelas khusus,” kata Erick.
“Emangnya apa spesialnya saya dateng? Kan lebih asyik kalau sesama cowo, kan?”
“Tapi kasian kamunya! Kita asyik - asyik kamunya cuma diem aja di rumah! Kaya’ bocah terbelakang gitu!” cih! Si Rama!
“Emang saya pengangguran hah?! Seenaknya bilang kaya gitu ke orang lain!”
“Udah deh! Kalian kok nggak pernah akur sih!” ALEX!! Eh? Emang kenapa kalau ada Alex? Aneh! “ Kalau kau emang nggak mau ikut ya udah nggak apa! Tapi kalau kau berubah pikiran itu artinya sudah terlambat! Kamu tetep nggak dapat ikut. Gimana?”
“UKH!! Curang ”kataku dengan pura pura menangis.
“Hentikan air mata buaya mu itu!” kata Alex sambil menepuk kepalaku.
“Cih!” jawabku setengah kesal. “Kalau gitu saya ikut!!”
“Hehe! Gitu dong!” jawab Alex sambil tersenyum. Deg! Kok rasa berdebarnya dateng lagi? Ah! Mungkin alasannya yaitu mau pergi beareng cowo - cowo ya?
***

“Yang namanya cowo itu emang identik dengan Game Center ya,” kataku lemas. Kupikir bakalan seru! Nggak taunya cuma mau main di Game Centernya Mall.
“Ehehehe! Sorry ya, May!” John.
“Iya! Ikutan main aja deh! Seru kok!” Erick.
“Nggak usah gengsi buat ikutan main alasannya yaitu kau cewe! Mainan tinju yang di sana cantik buat pelampiasan kekesalan lho! Coba gih!” Rama....
“Kalau nggak mau ikut kau internet di sana tuh! Free kok!” Alex...., saya bosan untuk memberitau siapa yang bicara!!!!
“Ram, beritau saya di mana yang mainan tinjunya!” kataku antusias akhirnya.
“Oke, BOS!!!”

1, 2, 3! BUAAAAAAAAAK!!!! Ting! Ting! Ting! Hmmmm..., nilainya 247? Yah...., tidak mengecewakan deh! Sekarang enaknya ngapain ya? Apa saya internetan kaya sarannya Alex aja ya? Ng?
“Lihat apa kalian?” tanyaku pada mereka berempat termasuk ke beberapa orang yang juga berkerumun di sini.
“Kamu cewe? Kok dapat bisanya dapet nilai 247...,” kata Rama ketakutan.
“Makannya jangan macam macam sama aku! Ntar saya hajar kamu!”
“UWAAAA! Ampun..................,” kata Rama sambil berhahahehe.
“Fuh! Gila! Hebat banget! Tangan kecil kaya gini hebat juga” puji Alex sambil memegangi tanganku. “Kapan kapan ajarin saya teknik mukul kaya gitu dong!” kata Alex sambil tertawa. Dia tertawa?! Jarang dapat liat kaya gini!
“Apaan sih....., ng? WAH! Ada MT!!” teriakku.
“MT? Kamu suka main itu?” tanya Erick.
“Suka banget! Dulu saya pernah main dan ketagihan. Tapi nggak sempet main juga!”
“Kalau gitu ayo tanding sama kita berempat! Ganti gantian!” tantang John.
“Eh?! Tapi aku, kan belum begitu ahli!!”
“Nggak peduli!” si Rama ini emang nyebelin banget!!
“Aku bantuin si May!” kata Alex tiba - tiba.
“Eh? Kok gitu curang!!” protesa yang lainnya.
“Lebih curangan orang yang jago tanding sama orang yang nggak ahli,” elaknya.
“Ah! Jangan – jangan....... Alex suka May! Makannya beliau belain May terus, kan? Coba inget - inget! Dlu juga ada bencana kaya gini!” kata John seenaknya.
“Heh! Lu mau gue jitak lagi hah?!”
“Ampun......,” kata John sambil mengatupkan tangannya menyerupai akan berdoa.
“Terserah kalian ah! Aku mau internetan aja!!” bentakku.
“Eh? Lho? May?” itulah yang mereka katakan dikala melihatku pergi.
Sial!!! Kenapa harus kaya gini sih! Aku pikir ini akan menjadi program yang bikin saya seneng! Nggak taunya malah jadi kacau gini! Tapi alasannya yaitu hal ini saya jadi tersadar akan sesuatu..... Sepertinya saya mulai menyukai Alex....
***

Sudah 2 tahun saya di sekolah ini. Banyak hal yang terjadi, termasuk dikala tiba tiba ada yang ‘menembak’ku. Tapi yah......., berkat itu saya sadar..... selama 2 tahun penuh saya selalu bersama Alex, Rama, Erick, dan John, dan itu membuatku menjadi menyukai mereka. Bukannya saya playgirl, hanya saja saya sendiri sebelumnya tidak sadar hingga momen ada yang menembakku terjadi. Entah saya harus bahagia atau duka sesudah mengetahuinya.

Aku hanya tidak dapat memilih. Dulu saya memang cuma suka Alex, tapi seiring berjalannya waktu, banyak bencana bersama mereka. Tiap orang pernah mengalami bencana so sweet barsamaku. Dan itu membuatku tidak ingin kehilangan mereka atau ada yang merebut mereka. Apapun yang kulakukan tak ada yang berubah. Aku tetap tidak dapat memilih. Hatiku terbagi menjadi empat bagian, tiap orang satu! Hanya saja memang hanya Alex yang lebih sering saya pikirkan. Apakah mungkin yang kusukai tolong-menolong Alex? Aku.....
“Hey, May!”
“Ng? Apa?” tanyaku sesudah mengetahui sang sumber suara.
“Gini, tolong-menolong sudah 2 tahun ini saya suka kamu. Tepatnya semenjak kita pertama kali ketemu. Jadi...., apa kau mau jadi pacarku?” Deg! Apa?!
“Aku.......,” ternyata memang benar, selama ini saya ternyata menyukainya. Kenapa saya gres sadar sekarang? Payah! “Aku mau jadi pacarmu!”
Mungkin sesudah ini saya masih akan terus kepikiran tiga orang yang lain. Tapi saya harap dengan berpacaran dengannya ak dapat melupakan mereka bertiga. Rama, Alex, Erick, dan John. Kalian orang yang berharga bagiku dan saya ingin kita selalu bersama. Tapi maaf! Aku hanya dapat hingga sebatas sahabat untuk kalian bertiga hingga di sini! Hanya satu orang saja yang akan selalu bersamaku......

THE END

PROFIL PENULIS
Nama : Florentina Monika Amaria Kusuma
Tgl Lahir : 9 Agustus 1998
Facebook : Monika Ame

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel