Tasbih Cinta Final Tahun - Cerpen Cinta

TASBIH CINTA AKHIR TAHUN
Karya Fatma

Matahari siang itu tidak menyapa, langit dengan jubanya yang kelabu seakan ikut berduka. Beberapa detik kemudian atap bumi yang tak terhingga ukurannya itu menangis terisak, hingga antero bumi lembap kuyup. Sebagian makhluk ciptaan Tuhan bersyukur akan anugrah itu, dan sebagiannya lagi berduka menyambutnya. Namun, apa mau dikata semua karena-Nya, tidak ada yang sanggup menghentikan bencana itu. Rinai hujan yang jatuh mengantarkan lamunanku pada sosok seorang laki-laki yang berperawakan tinggi, hitam manis, dan bepostur ideallah. Dari badannya itu bisa dikatakan laki-laki ini termasuk dambaan beberapa wanita, terbukti inbox di telepon genggamnya banyak yang masuk dari beberapa wanita, entah hanya untuk say hay, menanyakan kabarnya, dan sebagainya. Namun keberuntungan menghampiriku, ketika itu saya termasuk perempuan yang bisa menaklukkan hatinya.

Saya sempat menjalin kekerabatan dengannya hingga usia pacaran kami menginjak empat bulan. Hari-hari kami lalui bersama, canda tawa, hingga dukapun sudah kami rasakan bersama..

Tasbih Cinta Akhir Tahun
Tak berapa lama, telepon genggamku berbunyi, hatiku tiba-tiba berbungan melihat nama yang tertera di dalamnya memperlihatkan angin segar menghampiriku….
“Met siang sayang,” kata itu selalu terdengar di telingaku setiap harinya.
“siang juga sayangku”, jawabku. Siang buat kami ialah pengganti pagi alasannya pacarku kali ini, sangatlah istimewa, beliau sangat berbeda dari laki-laki lain yang pernah dekat denganku…. Kebiasaannya itu sangat unik, beliau gres berdiri ketika jarum jam memperlihatkan angka 12..bagaimana tidak, beliau gres bisa memejamkan matanya ketika adzan subuh berkumandan…
“Hari ini ngapain aja dan akan ke mana?”. Tanyanya lagi.
“Hari ini saya sibuk di kampus, sehabis itu, mau kerja”. Timpalku atas pertanyaanya….
“Ingat jaga kesehatan, jangan lupa makan, tenaga jangan terlalu diporsir”. Katanya sebelum mengakhiri pembicaraan.
“Iya, kau juga yach sayang, jaga kesehatan”. Kata itu selalu terucap dari bibir kami ketika menutup pembicaraan sebagai bentuk perhatian.

Tiba di kantor, jejaring sosial facebook selalu menemani waktu luangku.
“Hay Fat,” sapa seorang sobat dari kejauhan sana, kami dipertemukan lewat maya.
“Hay, juga, bagaimana kabarmu?” jawabku, sekaligus bertanya juga sich.
“Alhamdulillah, kabarku baik, bagaimana hubunganmu dengan Mhail?” tanyanya lagi.
“Hubunganku dengan Mhail baik, mangnya adaapa?” tanyaku penasaran.
“G’ apa-apa kok, Cuma nanya aja, supaya langgeng dengannya yach”…. Katanya, menjawab pertanyaanku.
“Amin, supaya langgeng,” jawabku menimpali, sambil mengirimi emoticon senyum.
Mia ialah salah satu temanku yang banyak sedikitnya tahu tentangaku dan juga wacana Mhail. Kami gotong royong selama 2 bulan di lokasi KKN. Mia dan Mhail sama-sama dari Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, sedangkan saya dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Cintaku dengan Mhail pun bersemi di lokasi KKN, kebiasaan baik hingga terburuk pun semua sudah diketahui oleh Mhail, tidak ada lagi yang tertutupi, semuanya terungkap belak-belakan mulai dari berdiri tidur hingga mata tertutup kembali beliau ketahui, semua kegiatan siang malamku sudah terjelaskan dengan baik. Satu hal yang sangat mendukung terjalinnya kekerabatan kami, yaitu jabatan. Mhail sebagai Kordes dan saya sebagai Sekretaris Kordes. Jabatan itulah yang kemudian selalu menciptakan kami bersama. Tanpa kami rasakan cinta itu bersemi dari kebersaman yang kami lakoni setiap harinya. Kan Kordes ma sekretarisnya tuh selalu bersama, hingga merangkap jadi Sekretaris pribadi.

Cerita itu penuh kenangan yang tak sanggup tergantingan dengan dongeng apapun, “Brrrrrrrrrrruuuuuukkkkkk”, lamunanku terbuyarkan mendengar bunyi bingkai foto yang jatuh sempurna dihadapanku. “sial, buat kaget saja, padahal lagi asyik-asyiknya ngelamunin masa-masa indah ketika di lokasi KKN”, geramku dalam hati.
“Halo, lagi di mana dan ngapain sayang?”, bunyi yang ku dengar tapi tak berwujud.
“lagi di rumah sayang, lagi istirahat soalnya badanku lagi tidak bersahabat, jenguk yach sayang”. Jawabaku dengan nada yang lemas berharap beliau tiba seketika itu.
“Tunggu sebentar yach sayang, saya gres berdiri dan mau mandi dulu,” tambahnya.
Telepon genggam itupun kemudian kembali ku letakkan, di atas guling berwarna hijau yang dengan setia dari tadi menemaniku, sehabis tak lagi ku dengar bunyi dari seberang sana.
Tak usang menunggu, ketukan terdengar dari luar pintu, hatiku berseri, sambil berterika “Tunggu”, ku poles wajahku dengan cepat di depan cermin, berharap beliau akan berseri juga melihatku.

Ku buka pintu dan menyuruhnya masuk, wajahku seketika itu berubah pucat, ketika ku melihat wajahnya yang juga pucat, “Ada apa sayang?” tanyaku dengan heran. Dia tidak pribadi menjawab pertanyaanku, beliau hanya melamun membisu. Ku mencoba mendekat, merangkulnya, mengusap kepalanya, dan kusandarkan kepalaku di pundaknya. Kembali ku bertanya “Ada apa sayang”, ku heran alasannya tak ibarat biasanya beliau ibarat itu. Kupaksa tuk menceritakan semuanya. Akhirnya, beliau buka mulut, sambil beliau bercerita, ku berdiri meninggalkannya dan beranjak ke jendela sambil melihat keluar rumah. “semalam saya kembali bermimpi di datangi oleh kekek, pesan yang disampaikannya, bahwa saya harus lebih dekat dengan Tuhan, dan kalau saya mau kembali ke jalan yang benar, maka saya harus meninggalkanmu”, katanya. Dari sekian banyak kata yang beliau ungkapkan, hanya formasi kata itu yang terekam dengan baik hingga tak bisa terhapus dari pikiranku.

Seketika itu air mataku tumpah mendengar dongeng dari mimpinya itu, alasannya sudah dua kali berturut-turut beliau bermimpi ibarat itu. Ku tak bisa mendapatkan semua itu, berpisah dengannya sangat menyakitkan, hatiku tersayat, hingga nafas serasa sesak… ku tank sanggup mengahadi semuanya….. ku berlari ke WC, dan beliau pun mengikutiku, ku lampiaskan semuanya di dalam WC, saya benar-benar tidak sanggup tuk berpisah, rasa sayangku ke beliau sunggu sangat dalam, bahkan kedua keluarga kami juga sudah merestui.

Hati kecilku berharap beliau mengambil keputusan untuk tetap bersamaku, dan memperbaiki semua kesalahan yang kemarin yang telah dilakukan secara bersama-sama. Nyatanya, beliau mengambil keputusan untuk berpisah…. Padahal tidak ada duduk masalah apa-apa yang terjadi, saya sangat sulit untuk mendapatkan itu semua. Kejadian itu sempurna tanggal 30 Desember, tak ada petir dan tak ada apa-apa, seketika itu hujan deras turun dari kedua kelopak mataku. Walaupun sangat sulit untuk ku terima, tapi saya harus kuat, semua telah digariskan oleh Tuhan, mungkin berpisah dengannya ialah jalan terbaik untuk mendekatkan diriku dan dirinya kepada Tuhan… dan disetiap final sujudku selalu kupanjatkan kepada Tuhan untuk memperlihatkan yang terbaik……. Sakit memang sakit, tapi mau bagaimana lagi….pada ketika itu jualah ku berjanji tuk tak lagi menjalin cinta dengan laki-laki lain..

PROFIL PENULIS
Nama : Fatmawati U.
Panggil : Fatma
Tempat, Tanggal Lahir : Boddie, 15 Juli 1991
Kota : Pangkep, sulawesi Selatan
Hobby : Nulis
R.Pendidikan : Semester 7, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel