Salahkah Aku?!!.. - Cerpen Cinta

SALAHKAH AKU?!!..
Karya Nur Ainin

Akhirnya jerih payahku selama ini tidak sia sia. Aku naik kelas dengan nilai yang sangat memuaskan. Tidak Cuma itu, saya juga masuk ke_kelas Ipa, kelas yang selama ini sangat saya idam-idamkan. Aku hidup dalam lingkungan yang rata-rata mempunyai penyakit yang cara penyembuhannya tergolang susah, saya tidak mengerti mengapa semua itu bias terjadi. Bukankah ketika ini tekhnologi sudah semakin canggih? Hal ini yang menciptakan saya ingin masuk kelas Ipa dan suatu ketika nanti saya bias menciptakan orang orang tersebut bisa terbebas dari penyakit yang menyerangnya.

Hari ini saya berangkat bersama Rani dan mencoba menengok kelas gres kita bersama. Aku tidak tahu mengapa hari itu terasa begitu istimewa, dengan semangat ku langkagkan kaki menuju kelas, dari arah berlawanan ada seorang pemuda yang juga akan masuk kelas. 3 orang berbarengan masuk kelas, mana mungkin muat pintunya? Itulah yang terjadi.
“Hei saya duluan!” Seru Rani ingin menang
“Ini gimana? Susah tau!” Jawab pemuda yang mempunyai tubuh tegap itu
“Kamu mundur, saya maju.”
“Enak aja, yang dating duluankan aku.’ Seru pemuda itu tidak mau kalah

Salahkah Aku?!!.
Cek cok antara mereka terus berlanjut sedang sudah banyak anak lain yang ingin masuk kelas. Akhirnya saya putuskan untuk mundur, tapi keputusanku itu menciptakan mereka alhasil terjatuh kedepan dengan posisi kepala duluan dan dengan keadaan tangan pemuda itu yang menggandeng tangan Rani.
“Ouw… sakit!” Rintih Reni sambil menata diri untuk duduk

Anak anak yang lainpun berlarian masuk kelas alasannya ingin melihat bencana itu.
“Ciyeee…. So sweet banget sih!” Sorak anak anak
“Aaaahhh… kau cari cari kesempitan dalam kesempatan ya”
“Kesempatan dalam kesempitan!” Balas pemuda itu
“Ya itu maksudku.”
“Ayo Ren!” Ucapku menghentikan perdebatan itu sambil mengulurkan tangan untuk membantu Reni bangun sedangkan pemuda itu sudah pergi menuju daerah duduknya.

2 jam dari bencana itu alhasil wali kelas buruku pun masuk kelas untuk memperkenalkan diri.
“Selamat pagi!” Sapa guru bahasa yang tidak lain ialah wali kelasku yang mempunyai postur tubuh yang gagah itu. Melihat postur tubuhnya itu telah membuatku gugup, apalagi saya sudah terlanjur menentukan daerah duduk yang paling depan.
“Pagi!…” Sahut anak anak menyambut wali kelas barunya itu.
“Perkenalkan nama saya Moh.Budiman, saya ialah wali kelas dari kelas ini.” Ucap guru bahasa itu memperkenalkan diri
“Pak… namanya kok bukan Budi Luhur saja sekalian?” Tanya seorang pemuda yang duduk ddibelakang dengan beraninya.

Dengan damai dan sedikit tersenyum, guru itu menjawab. “Kamu tau lagu anak anak? Hormati gurumu sayangi teman itulah tandanya kau murid budiman bukan akal luhur.” Jawab guru itu yang menciptakan anak anak sedikit tertawa termasuk aku, ternyata tidak segalak yang saya fikirkan.

Seperti biasanya, ketidakhadiran perkenalan itu alhasil menciptakan saya tahu nama pemuda yang mempunyai postur tegap itu. Radit! Sedangkan namaki sendiri Jani, wow… jika disatuin cocok banget!… Kayak film Radit And Jani, untung bukan Romeo Dan Juliet. Hemm…

Bel istirahat berbunyi tapi saya malas banget keluar begitu juga dengan Reni, alhasil kitapun tetapkan untuk dikelas saja.

Disamping itu Radit yang duduk sendirian dipojok terus memutar otak, kakinya ingin berjalan menghampiri Jani dan Reni tapi hatinya tetap tidak ingin berurusan dengan mereka. 20 menit beliau habiskan untuk sanggup menyatukan antara kaki dan hatinya, alhasil diapun tetapkan untuk menghampirinya.
“Hai!” Sapa Radit dengan terus menampakkan wajah yang sok sok_an
“Hai!… Kamu Raditkan? Aku Jani.” Ucapku memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan
“Radit.” Sambil menjabat tanganku, walau begitu sedikitpun wajahnya tidak merespon senyumanku yang dari tadi sudah saya pasang.
“ Hai Ren….! Maaf ya soal bencana tadi!” Ucap Radit mencuba menciptakan Reni menoleh kearahnya.
“Hya nggak apa-apa, tapi jangan coba coba cari cari kesempatan kayak tadi!”
“Yee… Tadi itu nggak sengaja. Aku juga nggak sadar kalo’ tanganku bisa megang tangan kamu.”
“Hembz… Udah lah lupain aja.”

Perbincangan itu menciptakan saya merasa jadi kambing congek. Aku tidak dianggap dalam dialog itu, meski begitu saya sangat senang alasannya bisa memandanginya dari jarak yang sangat dekat. “Duh hatiku kok jadi dag dig dug gini yha… Jangan jangan saya suka lagi sama dia?! Enggak!!! Itu nggak boleh terjadi, cukup yang dili saja, saya sudah nggak mau ngrasain sakit hati lagi.” Gumamku dalam hati sambil memejamkan mata berharap rasa itu menghilang

Hari hari saya lewati dan sepanjang hari itu saya terus menemukan sesuatu yang pantas untuk saya kagumi darinya. Sosok dirinya yang penuh semangat, aktif, pintar, friendly, dan asik itu telah menciptakan hatiku benar benar luluh dan semakin terus ingin erat dengannya.
“Hai Reni, Jani…” Sapa Radit ketika kita sedang berada di kantin
“Hai!… Duduk!” Reni mempersilahkan Radit untuk duduk
“Eh… Besok hari ahad pada punya program nggak?”
“Emangnya kenapa?” Tanya Reni
“Jalan jalan yuk! Biar nggak suntuk di rumah terus. Kamu ikut juga ya Jan! Ada Doni lho…”
“Apa apa_an sih.” Jawabku sedikit kesal
“Katanya kau suka sama Doni?! Hehehe…” Ledek Radit

Iiihh…. Kenapa sih harus Doni.. Aku sukanya kan sama beliau tapi sama Radit. tapi kenapa beliau malah berfikir jika saya suka sama Doni? Wah kok kebalik gini sih?… Protesku hanya bisa bergemang dalam hatiku saja tanpa bisa saya ceritakan kepada siapapun termasuk sahabatku Reni.

Perbincangan perbincangan yang penug canda tawa terus saya nikmati dan tidak hentinya saya memandang wajahnya dan memang benar kata grup musik Ungu “Menatap indahnya senyuman diwajahmu membuatku termangu dan terpaku” Tapi semakin usang saya memandangnya semakin saya tersadar bila ada sesuatu yang tersembunyi dari mereka. Aku melihat tatapan yang tidak biasa. Mungkinkah mereka saling punya rasa yang sama? Perasaa kecewa sekejap menguasai hatiku… Hatiku begitu bingung tapi tidak bisa melaksanakan apa apa selain duduk membisu mengatur perasaanku yang semakin ruwet.

Suatu ketika saya bertekad untuk menanyakan semuanya kepada Radit dan ternyata benar, beliau menyukai Reni. Cukup hingga disini perasaan ini. Aku dihentikan hingga menyakiti perasaan sahabatku sendiri. Untuk mencarikepastian, saya coba menanyakan itu pula kepada Reni, meskipun awalnya beliau bilang tidak tapi usang lama alhasil beliau mau mengakuinnya. Remuk sudah perasaanku tapi demi melihat orang yang saya sayangi bahagia, saya coba untuk menyatukan mereka berdua. Curahan curahan dari mereka yang tersimpan telah ia curahkan kepadaku. Hingga suatu hari saya beranikan diri untuk mempertemukan mereka disuatu taman yang indah dengan sebuah bak yang semakin menambah suasana teduh.
“Dit… Kamu tunggu disini! Biar saya yang menjemput Reni. Bentar ya!..”

Akupun menjemput Reni dan mempertemukan mereka ditempat yang akan menjadi saksi bersatunya hati yang saling mencintai.
“Ren!…” Sapa Radit
“Lho… Kamu kok disini?” Tanya Reni
“ Ya sudah saya pergi dulu. Dit good luck ya! Ren….” Ucapku yang tidak bisa lagi saya lanjutkan.

Akupun berlalu dari hadapannya dan pergi ke suatu daerah yang lebih sunyi. Tempat itulah yanq menjadi saksi akan airmataku yang menetes penuh kehancuran. “Semoga kau menemukan kebahagiaan bersamanya Dit.. I Love You, kata sederhana penuh makna itu hanya bisa saya pendam sendiri dan mungkin harus saya buang walau itu tidak mungkin. Radit, izinkan saya untuk terus menyayangimu” Semua curahan hatiku itu hanyalah angina yang bisa mendengarnya sedangkan airmata ini terus menetes tanpa ada yang membasuhnya. Aku benar benar sendiri.

PROFIL PENULIS
Nama: Nur Ainin
Umur: 16
Kota: Lamongan
saya sangat merindukan orang yang bisa mengerti saya diberbagai aspek yang membelit kisah hidupku

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel