Cita Citaku Seluas Lumpur - Cerpen Motivasi

CITA CITAKU SELUAS LUMPUR
Karya Irma Kinanthi

Pagi ini tak ada bedanya dengan hari-hari sebelumnya, aroma yang khas itu masih ada. Aku sebut khas lantaran aroma itu kolam pedang yang menusuk tubuh. Memang aromanya menusuk, menusuk indra penciuman dan jangan bayangkan baunya ibarat masakan di hotel-hotel bintang lima. Baunya ibarat kentut lebih tepatnya ibarat busuk belerang. Padahal saya berharap ada perubahan pada pagi ini.

Aku tinggal disini, di sebuah kota yang ramai, sibuk dan tentu saja ada lautan lumpur yang baunya luar biasa. Sebelumnya kotaku tak ibarat ini, kotaku luas, tak berlumpur dan penduduknya pun tak gampang naik darah ibarat sekarang.

Setiap sore saya bermain layang-layang di tepi tanggul, anginnya cukup kencang, layang-layangku terbang tinggi. Namun kali ini saya tak beruntung, layang-layangku putus dan lenyap seketika ditelan lumpur yang berbuih. Itu tandanya saya harus pulang ke rumah lantaran senja telah tiba. Sebenarnya rumahku tak jauh dari tempatku bermain layang-layang tadi, tapi lagi-lagi gara-gara ada lumpur lumpur yang semakin meluas maka kami sekeluarga harus pindah.

Cita citaku Seluas Lumpur
Suatu hari bapak terlihat sangat marah, bukan lantaran saya pembangkang juga bukan lantaran bertengkar dengan ibu. Awalnya saya tak tahu apa sebabnya, tapi kata ibu bapak murka lantaran problem keadilan. Aku semakin tak mengerti maksud dari perkataan beliau, mungkin lantaran saya belum cukup umur. Setelah saya keluar rumah tampak dari jauh barisan orang-orang dengan teriakan lantang, berapi-api sama ibarat bapak tadi. Aku ingin mendekat ke dalam kerumunan orang-orang itu tapi ibu melarangku serta belum pantas anak seusiaku menonton hal-hal ibarat itu. Aku lantas berpikir, apakah keadilan itu sanggup menghalangi cita-citaku? Apakah keadilan sanggup menghilangkan lumpur dan sanggup menciptakan bapak tak marah-marah?. Ah, entahlah itu problem orang dewasa.

Hari ini saya mendapat pertanyaan yang mengejutkan dari guruku begini pertanyaannya, “Amir, menurutmu keinginan itu bagaimana?” Aku bengong sejenak kemudian menjawab, “Cita-cita itu bagai pensil, jikalau kita ingin meraihnya maka kita harus berusaha dan bekerja keras ibarat halnya meraut pensil biar menjadi runcing. Namun jikalau kita tidak bersungguh-sungguh maka kesempatan kita semakin kecil bahkan pupus ibarat pensil yang semakin hari semakin pende bahkan hilang.” Tapi yang jadi pertanyaan apakah saya sanggup menggapai cita-citaku itu? Aku merasa dihalangi oleh alam lantaran alam telah mengirimkan lumpur yang menciptakan sebagian kehidupanku tak tertata. Aku frustasi dan agaknya saya mulai tertular penyakit yang menggerogoti masyarakat kotaku, tentunya penyakit naik darah.

Sore harinya bapak juga bertanya mengenai keinginan padaku tapi ini pertanyaannya berbeda. Beliau bertanya seberapa tinggikah keinginan yang saya inginkan, tentu saja saya pribadi menjawab, “Tentu saja setinggi langit pak!” Namun dia malah tertawa, saya heran dengannya padahal kan balasan itu betul. Bapak kemudian berkata, “Mir, bapak beri tahu ya keinginan setinggi langit itu hanya pepatah yang omong kosong. Kalau untuk bawah umur lumpur sepertimu cocoknya ialah keinginan itu seluas lumpur.” Aku dibentuk resah dengan omongan bapak, kemudian bapak melanjutkan lagi, “Lihat lumpur yang menenggelamkan rumah kita makin hari makin meluas, makin tinggi. Bisa-bisa jadi lautan! Kaprikornus berdasarkan bapak menciptakan kata-kata penyemangat itu yang sesuai dengan fakta sajalah!” Aku pribadi berlari menuju rumah lamaku yang sudah tak tampak lantaran terendam lumpur. Disini saya merenung, merenungkan perkataan bapak dan jadinya saya baiklah dengan beliau.

Entah hingga kapan lumpur ini akan meluap, entah seluas apa lagi lumpur ini menggenang tetapi saya akan selalu berusaha membuatkan sayap-sayapku, menunjukkan pada dunia meskipun saya hanya sosok anak lumpur dan saya akan menunjukkan bahwa cita-citaku seluas lumpur.

PROFIL PENULIS
Namaku Ignasia Irmaningtyas Kinanthi
Bisa dipanggil Irma
Lahir di Blitar, 19 April 1996
Alamat facebook Ignasia Irmaningtyas Kinanthi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel