Dasi Kupu-Kupu - Cerpen Horor
Senin, 26 Januari 2015
DASI KUPU-KUPU
Karya S.Rangga
Malam yang mendebarkan. sampai-sampai saya kesulitan untuk tidur. Tidak terasa sehabis empat tahun lamanya saya bisa di wisuda besok. Ini yakni saat-saat yang paling saya tunggu-tunggu selama ini. usahaku, kerja kerasku akan terbanyar dengan gelar "S, Kom" yang akan mengikuti namaku. Raditya Anas, S.Kom keren kan?
Seperti gres beberapa menit mataku terpejam, kini sudah pagi saja! saya tidak yakin kemarin benar-benar tidur, mungkin alasannya yakni terlalu senang dengan Wisudaku. Aku membuka lemari kemudian menimang-nimang setelan jasku, berwarna hitam legam dan rapi.
"Radit!" Mamaku mengetuk pintu kamarku.
"Iya, Ma?" saya membukakan-nya.
"Oh, Mama kira kau masih tidur! Mama ke salon Tante Munir dulu yah! Soalnya Tante Munir ga bisa ke sini, ga ada yang nganterin! Nanti Mama berangkat pake Taksi saja!"
"Ok, deh Ma!" sahutku.
"Sip! Mama berangkat dulu ya!" Mama mencium keningku. Sesuatu yang paling saya sebalkan dari Mama. Tapi alasannya yakni pagi ini saya sedang senang tidak ada niatku untuk protes alasannya yakni tingkah Mama itu.
"Drrtttt...Drrrttt.....!" HPku yang di atas kasur bergetar. Ada pesan masuk.
'Hey, Dit! gimana udah mandi belum lo? gue mas Haikal OTW rumah lo!'
Seperti gres beberapa menit mataku terpejam, kini sudah pagi saja! saya tidak yakin kemarin benar-benar tidur, mungkin alasannya yakni terlalu senang dengan Wisudaku. Aku membuka lemari kemudian menimang-nimang setelan jasku, berwarna hitam legam dan rapi.
"Radit!" Mamaku mengetuk pintu kamarku.
"Iya, Ma?" saya membukakan-nya.
"Oh, Mama kira kau masih tidur! Mama ke salon Tante Munir dulu yah! Soalnya Tante Munir ga bisa ke sini, ga ada yang nganterin! Nanti Mama berangkat pake Taksi saja!"
"Ok, deh Ma!" sahutku.
"Sip! Mama berangkat dulu ya!" Mama mencium keningku. Sesuatu yang paling saya sebalkan dari Mama. Tapi alasannya yakni pagi ini saya sedang senang tidak ada niatku untuk protes alasannya yakni tingkah Mama itu.
"Drrtttt...Drrrttt.....!" HPku yang di atas kasur bergetar. Ada pesan masuk.
'Hey, Dit! gimana udah mandi belum lo? gue mas Haikal OTW rumah lo!'
Dasi Kupu-kupu |
Aku membalas pesan itu, 'OK, hingga sini gue udah siap!' sehabis menekan tombol kirim saya pribadi buru-buru ke kamar mandi.
"Hey, Bro! Ganteng bener lo, Bro!" Rendi memelukku ketika saya membukakan pintu.
"Iya dong! cepet bener kalian!" sahutku.
"Wuiss... kita kan pembalab, Bro! Wuss... wuss.. wusss! hahaha! Ya udah Langsung berangkat aja!"
"Oke deh!"
Aku menentukan duduk di depan, di samping Haikal yang menyetir. sambil menyetir Haikal memandangi tampilanku.
"Lo, ga pake dasi kupu-kupu Bro?" serunya.
"Hah?" saya meraba bab atas kemejaku, "Aduh gue lupa lagi!"
"Pake punya gue aja nih, Bro!" Rendy melepas dasinya dan menyodorkan ke aku.
"Lha trus lo pake apa? Udah, ah bro gue telepon Mama gue aja!"
Aku menelfon nomor Mama.
"Halo!" bunyi Mama.
"Halo, Ma! Radit lupa ga pake dasi kupu-kupu Ma! Mama bisa cariin ega?"
"Oh, ya udah nanti Mama cariin pas mau berangkat!"
"Beneran ya, Ma!"
"Iya, sayang!"
"Makasih, Ma!" saya menutup telepon.
"Gimana, Bro?"
"Iya nanti dibawain Mama gue!"
"Kalo nanti ga dapet, yaudah kita bertiga ga usah pake dasi kupu-kupu semua aja! The Trio RRH penguasa Kampus! Mana ada yang berani ngusir kita cuma gara-gara ga pake dasi kupu-kupu!" sahut Haikal.
"Iya, bener kata lo Bro!"
"Hahahahahha!" Kami bertiga tertawa.
"Awas, Bro!" teriak Rendy. Aku dan Haikal tersentak. di depan ternyata ada seorang anak gelandangan.
"Hah!" Haikal membanting setir.
"Ciiitttttttttttttttttt!" kendaraan beroda empat berderit terpelanting ke kanan, hingga menabrak pembatas jalan. masih untung kami bisa berhenti, alasannya yakni maju sedikit saja kami sudah akan masuk ke jurang.
Kami bertiga terengah-engah, kemudian saling berpandangan.
"Sial!" pisuh Haikal.
"Rasanya mau mati, Bro!" Rendi tampak masih syok. saya hanya termangu ngeri sendiri memperhatikan sisi kananku sudah jurang.
"Coba lihat anak tadi!" seru Haikal, kemudian kami bertiga menoleh. terlihat anak kecil itu berlari. tampaknya beliau tidak apa-apa. buktinya beliau bisa berlari, mungkin alasannya yakni takut akan kami marahi jadi anak kecil itu lari.Jalan tidak mengecewakan sepi jadi tidak ada yang berkerumun menghampiri kami.
"Lanjut, aja deh, Bro! Sudah mau telat nih kita!" seru Rendi. Setelah manarik nafas panjang Haikal menyetater mobilnya lagi.
Sampai di gedung suasana sudah riuh. Kami yang jahil ikut mengganggu orang-orang yang sedang berfoto di depan gedung.
"Ayo masuk!" ajak Haikal.
"Kalian duluan saja deh! Aku nunggu Mama dulu, soalnya yang bawa undangannya kan aku!" seruku.
"Ya, udah kita duluan ya Bro!" Rendi menepuk bahuku.
Beberapa menit saya di depan gedung akibatnya ada taksi putih terparkir di tepi jalan. Mama keluar dengan sehabis kebaya berwarna hijau tua. Dia melambai-lambaikan dasi kupu-kupuku.
"Lama sayang?" tanya Mama begitu cukup akrab denganku.
"Ega kok Ma! dapet dari mana dasinya?"
Mama memakaikan dasi kupu-kupu itu ke leherku, "pinjam Tante Munir! ternyata beliau punya bekas punya anaknya waktu wisuda dulu, ya sudah Mama pinjem deh!"
"Bagus, deh!" sahutku.
Acara pun berlangsung satu persatu. Sayangnya saya tidak sanggup menemukan Haikal dan Rendi di dalam. Pesanku juga tidak di balas. Terpaksa saya terus bersama Mama hingga program selesai. Sampai terakhir program ada program foto bersama. Mama sangat antusias sekali berfoto dengan anaknya yang sudah jadi sarjana ini. terlihat beliau sangat besar hati kepadaku.
"Selamat ya, Sayang!" dengan mata berkaca Mama hendak mencium keningku.
Tapi saya menghindar alasannya yakni malu, "Aduh, Radit aib Ma! Di kawasan umum jangan cium Radit sembarangan ah!" protesku.
"Iya deh! Mama mengerti!" mama hanya mengusap rambutku.
Sampai rumah saya pribadi merebahkan tubuhku ke kawasan tidur. Bener-bener melelahkan hari ini. Tapi ada perasaan yang lega luar biasa di hatiku. Akhirnya saya jadi sarjana. Tapi itu juga berarti saya harus berpisah dengan Haikal dan Rendi dan memulai kehidupan baru. Mencari pekerjaan yang cocok, syukur-syukur saya bisa melamar pekerjaan bersama Rendi dan Haikal, Semoga! saya memandangi foto persahabatan kami bertiga di atas meja. Foto itu kami ambil ketika liburan bersama di Bali.
Ingin saya bersama mereka sekarang. untuk sekedar mengadakan 'pesta perpisahan kecil'. Mama niscaya tidak keberatan. Aku mengambil ponselku berniat menghubungi mereka. Tapi ternyata ponselku mati. Aku turun ke lantai bawah untuk menggunakan telfon rumah.
Saat saya hendak menekan nomor, ada laporan jikalau saya menerima pesan suara. Aku menekan satu tombol, untuk mendengarkan pesan itu.
"Halo, Radit ini Tante Munir! Tante ga tahu nomor HP kamu, Tante taunya nomor Telepon rumah kamu! Makara maaf Tante ngasih taunya cuma bisa lewat sini. Mama kau meninggal Radit, alasannya yakni kecelakaan! Tadi pagi Mama-mu buru-buru sekali! Terus hingga lupa bawa dasi kupu-kupu yang mau beliau pinjem. Tante minta tolong tetangga yang lewat semoga tante bisa nyusul Mamamu dan ngasih dasi kupu-kupu itu. Tapi ternyata di jalan tidak jauh dari rumah Tante taksi yang dinaiki Mamamu tertabrak truk hingga hancur! Sekarang mayat mamamu sedang di RS. Harapan Bunda, Tante yang menungguinya di sini sama beberapa orang! Kamu cepat ke sini! Tutt.. tutt... tutt"
Pesan itu berakhir, dan kakiku pribadi lemas. Mama sudah meninggal tadi pagi? Lalu siapa yang menyerahkan dasi kupu-kupuku dan menemani saya wisuda tadi pagi? Air mataku mulai berlinang.
"Ma... Mama!" panggilku berharap ada jawaban.
"Ma!!!" teriakku. saya naik ke lantai atas kemudian melihat foto Wisudaku di atas meja. Aku pandangi wajah ayu Mama yang bangun di sampingku dengan tersenyum manis.
"Iya, Sayang ada apa?" seseorang membuka pintu kamarku.
Aku melihat wajah Mama yang pucat. Aku menelan ludah alasannya yakni ketakutan.
"Ma, jangan mendekat Ma!" seruku dengan bunyi bergetar.
"Kenapa, Sayang?"
"Coba lihat wajah Mama di cermin!"
"Sayang, kau ini kenapa sih?"
"Mama itu sudah meninggal!" teriakku.
"Kamu sudah tahu?" Mama memandangiku dengan wajah berkaca, "Maafkan mama, Sayang!"
Mama mendekatiku, saya hanya bisa mematung. Mama mengambil foto yang ada di tanganku kemudian menggoyangkannya kemudian menyerahkannya kembali kepadaku. Sekarang foto itu hanya bermetamorfosis selembar kertas kosong. Mama membalik tubuhnya kemudian menjauh.
"Sekarang, pergilah ke RS. Kasih Bunda mama tunggu di sana!" serunya sebelum akibatnya menghilang.
Masih dengan tidak percaya dengan apa yang saya lihat saya pergi ke RS. Kasih Bunda. Dengan naik Bus yang lewat pertama kali akibatnya saya hingga di Rumah Sakit.
Aku melihat bayangan Mama di pintu masuk rumah sakit, saya mengikuti bayangan itu hingga di suatu ruang.
Di ruangan itu cukup ramai, bayak orang berjalan ke sana kemari. Tapi diantara orang-orang itu banyak juga pasien yang tiduran. Mama menunjuk satu pasien.
"Lihat itu!"
Aku melihat pasien tiduran yang di tunjuk Mama.
"Hah?" Aku tidak percaya dengan yang saya lihat. Rendi sudah terbujur kaku di depanku.
"Benarkah ini Ma?" saya semakin ketakutan ketika Mama mengangguk.
saya melihat seseorang lain di sebelah Rendi, dan di sana ada Haikal. Aku semakin keakutan.
"Jadi kalian semua?"
"Iya kami semua sudah meninggal, Radit!" Seseorang memeluk bahuku dari belakang. Aku temukan wajah-wajah sahabatku bangun di sampingku.
"Dan tidak hanya kami, tapi kau juga Radit!" Haikal menunjuk ke salah satu mayat. Dan kakiku lemas ketika melihat mayat itu memang aku.
"Ternyata kendaraan beroda empat kita benar-benar masuk jurang pagi tadi! Kami sadar ketika gambar kami tidak terlihat di foto. Tapi Mamamu melarang kami untuk memberitahumu sebelum kau selesai wisuda. Karena Mamamu tahu kau sangat menginginkannya!" terang Haikal.
"Hey, Bro! Ganteng bener lo, Bro!" Rendi memelukku ketika saya membukakan pintu.
"Iya dong! cepet bener kalian!" sahutku.
"Wuiss... kita kan pembalab, Bro! Wuss... wuss.. wusss! hahaha! Ya udah Langsung berangkat aja!"
"Oke deh!"
Aku menentukan duduk di depan, di samping Haikal yang menyetir. sambil menyetir Haikal memandangi tampilanku.
"Lo, ga pake dasi kupu-kupu Bro?" serunya.
"Hah?" saya meraba bab atas kemejaku, "Aduh gue lupa lagi!"
"Pake punya gue aja nih, Bro!" Rendy melepas dasinya dan menyodorkan ke aku.
"Lha trus lo pake apa? Udah, ah bro gue telepon Mama gue aja!"
Aku menelfon nomor Mama.
"Halo!" bunyi Mama.
"Halo, Ma! Radit lupa ga pake dasi kupu-kupu Ma! Mama bisa cariin ega?"
"Oh, ya udah nanti Mama cariin pas mau berangkat!"
"Beneran ya, Ma!"
"Iya, sayang!"
"Makasih, Ma!" saya menutup telepon.
"Gimana, Bro?"
"Iya nanti dibawain Mama gue!"
"Kalo nanti ga dapet, yaudah kita bertiga ga usah pake dasi kupu-kupu semua aja! The Trio RRH penguasa Kampus! Mana ada yang berani ngusir kita cuma gara-gara ga pake dasi kupu-kupu!" sahut Haikal.
"Iya, bener kata lo Bro!"
"Hahahahahha!" Kami bertiga tertawa.
"Awas, Bro!" teriak Rendy. Aku dan Haikal tersentak. di depan ternyata ada seorang anak gelandangan.
"Hah!" Haikal membanting setir.
"Ciiitttttttttttttttttt!" kendaraan beroda empat berderit terpelanting ke kanan, hingga menabrak pembatas jalan. masih untung kami bisa berhenti, alasannya yakni maju sedikit saja kami sudah akan masuk ke jurang.
Kami bertiga terengah-engah, kemudian saling berpandangan.
"Sial!" pisuh Haikal.
"Rasanya mau mati, Bro!" Rendi tampak masih syok. saya hanya termangu ngeri sendiri memperhatikan sisi kananku sudah jurang.
"Coba lihat anak tadi!" seru Haikal, kemudian kami bertiga menoleh. terlihat anak kecil itu berlari. tampaknya beliau tidak apa-apa. buktinya beliau bisa berlari, mungkin alasannya yakni takut akan kami marahi jadi anak kecil itu lari.Jalan tidak mengecewakan sepi jadi tidak ada yang berkerumun menghampiri kami.
"Lanjut, aja deh, Bro! Sudah mau telat nih kita!" seru Rendi. Setelah manarik nafas panjang Haikal menyetater mobilnya lagi.
Sampai di gedung suasana sudah riuh. Kami yang jahil ikut mengganggu orang-orang yang sedang berfoto di depan gedung.
"Ayo masuk!" ajak Haikal.
"Kalian duluan saja deh! Aku nunggu Mama dulu, soalnya yang bawa undangannya kan aku!" seruku.
"Ya, udah kita duluan ya Bro!" Rendi menepuk bahuku.
Beberapa menit saya di depan gedung akibatnya ada taksi putih terparkir di tepi jalan. Mama keluar dengan sehabis kebaya berwarna hijau tua. Dia melambai-lambaikan dasi kupu-kupuku.
"Lama sayang?" tanya Mama begitu cukup akrab denganku.
"Ega kok Ma! dapet dari mana dasinya?"
Mama memakaikan dasi kupu-kupu itu ke leherku, "pinjam Tante Munir! ternyata beliau punya bekas punya anaknya waktu wisuda dulu, ya sudah Mama pinjem deh!"
"Bagus, deh!" sahutku.
Acara pun berlangsung satu persatu. Sayangnya saya tidak sanggup menemukan Haikal dan Rendi di dalam. Pesanku juga tidak di balas. Terpaksa saya terus bersama Mama hingga program selesai. Sampai terakhir program ada program foto bersama. Mama sangat antusias sekali berfoto dengan anaknya yang sudah jadi sarjana ini. terlihat beliau sangat besar hati kepadaku.
"Selamat ya, Sayang!" dengan mata berkaca Mama hendak mencium keningku.
Tapi saya menghindar alasannya yakni malu, "Aduh, Radit aib Ma! Di kawasan umum jangan cium Radit sembarangan ah!" protesku.
"Iya deh! Mama mengerti!" mama hanya mengusap rambutku.
Sampai rumah saya pribadi merebahkan tubuhku ke kawasan tidur. Bener-bener melelahkan hari ini. Tapi ada perasaan yang lega luar biasa di hatiku. Akhirnya saya jadi sarjana. Tapi itu juga berarti saya harus berpisah dengan Haikal dan Rendi dan memulai kehidupan baru. Mencari pekerjaan yang cocok, syukur-syukur saya bisa melamar pekerjaan bersama Rendi dan Haikal, Semoga! saya memandangi foto persahabatan kami bertiga di atas meja. Foto itu kami ambil ketika liburan bersama di Bali.
Ingin saya bersama mereka sekarang. untuk sekedar mengadakan 'pesta perpisahan kecil'. Mama niscaya tidak keberatan. Aku mengambil ponselku berniat menghubungi mereka. Tapi ternyata ponselku mati. Aku turun ke lantai bawah untuk menggunakan telfon rumah.
Saat saya hendak menekan nomor, ada laporan jikalau saya menerima pesan suara. Aku menekan satu tombol, untuk mendengarkan pesan itu.
"Halo, Radit ini Tante Munir! Tante ga tahu nomor HP kamu, Tante taunya nomor Telepon rumah kamu! Makara maaf Tante ngasih taunya cuma bisa lewat sini. Mama kau meninggal Radit, alasannya yakni kecelakaan! Tadi pagi Mama-mu buru-buru sekali! Terus hingga lupa bawa dasi kupu-kupu yang mau beliau pinjem. Tante minta tolong tetangga yang lewat semoga tante bisa nyusul Mamamu dan ngasih dasi kupu-kupu itu. Tapi ternyata di jalan tidak jauh dari rumah Tante taksi yang dinaiki Mamamu tertabrak truk hingga hancur! Sekarang mayat mamamu sedang di RS. Harapan Bunda, Tante yang menungguinya di sini sama beberapa orang! Kamu cepat ke sini! Tutt.. tutt... tutt"
Pesan itu berakhir, dan kakiku pribadi lemas. Mama sudah meninggal tadi pagi? Lalu siapa yang menyerahkan dasi kupu-kupuku dan menemani saya wisuda tadi pagi? Air mataku mulai berlinang.
"Ma... Mama!" panggilku berharap ada jawaban.
"Ma!!!" teriakku. saya naik ke lantai atas kemudian melihat foto Wisudaku di atas meja. Aku pandangi wajah ayu Mama yang bangun di sampingku dengan tersenyum manis.
"Iya, Sayang ada apa?" seseorang membuka pintu kamarku.
Aku melihat wajah Mama yang pucat. Aku menelan ludah alasannya yakni ketakutan.
"Ma, jangan mendekat Ma!" seruku dengan bunyi bergetar.
"Kenapa, Sayang?"
"Coba lihat wajah Mama di cermin!"
"Sayang, kau ini kenapa sih?"
"Mama itu sudah meninggal!" teriakku.
"Kamu sudah tahu?" Mama memandangiku dengan wajah berkaca, "Maafkan mama, Sayang!"
Mama mendekatiku, saya hanya bisa mematung. Mama mengambil foto yang ada di tanganku kemudian menggoyangkannya kemudian menyerahkannya kembali kepadaku. Sekarang foto itu hanya bermetamorfosis selembar kertas kosong. Mama membalik tubuhnya kemudian menjauh.
"Sekarang, pergilah ke RS. Kasih Bunda mama tunggu di sana!" serunya sebelum akibatnya menghilang.
Masih dengan tidak percaya dengan apa yang saya lihat saya pergi ke RS. Kasih Bunda. Dengan naik Bus yang lewat pertama kali akibatnya saya hingga di Rumah Sakit.
Aku melihat bayangan Mama di pintu masuk rumah sakit, saya mengikuti bayangan itu hingga di suatu ruang.
Di ruangan itu cukup ramai, bayak orang berjalan ke sana kemari. Tapi diantara orang-orang itu banyak juga pasien yang tiduran. Mama menunjuk satu pasien.
"Lihat itu!"
Aku melihat pasien tiduran yang di tunjuk Mama.
"Hah?" Aku tidak percaya dengan yang saya lihat. Rendi sudah terbujur kaku di depanku.
"Benarkah ini Ma?" saya semakin ketakutan ketika Mama mengangguk.
saya melihat seseorang lain di sebelah Rendi, dan di sana ada Haikal. Aku semakin keakutan.
"Jadi kalian semua?"
"Iya kami semua sudah meninggal, Radit!" Seseorang memeluk bahuku dari belakang. Aku temukan wajah-wajah sahabatku bangun di sampingku.
"Dan tidak hanya kami, tapi kau juga Radit!" Haikal menunjuk ke salah satu mayat. Dan kakiku lemas ketika melihat mayat itu memang aku.
"Ternyata kendaraan beroda empat kita benar-benar masuk jurang pagi tadi! Kami sadar ketika gambar kami tidak terlihat di foto. Tapi Mamamu melarang kami untuk memberitahumu sebelum kau selesai wisuda. Karena Mamamu tahu kau sangat menginginkannya!" terang Haikal.
Tanpa saya sadari air mataku mulai terjatuh. Air mata bayangan alasannya yakni saya memang makhluk yang tidak berwujud sekarang. Aku memandangi tanganku yang memang sudah menjadi transparan. Mama memelukku, begitu juga kedua sahabatku. Paling tidak saya tidak perlu merasa kehilangan siapa pun. Karena saya pun menghilang bersama mereka... orang-orang yang saya kasihi...
PROFIL PENULIS
Seorang Mahasiswa semester 3 jurusan Komunikasi di PT Swasta di Solo. Suka menulis dari SMP, tapi sering takut menunjukannya pada orang lain....
Semoga menikmati ceritaku....
Dan mohon diapresiasi...
Semoga menikmati ceritaku....
Dan mohon diapresiasi...