Wiro Sableng: Episode 10 - Seri Jagoan Terkutuk Pemetik Bunga

 Dua  puluh  tahun  sehabis  Wilarani  dating  pertama  kali  di  Biara Pensuci Jagat Wiro Sableng: Episode 10 - Seri Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
Sebelumnya...
Dua puluh tahun sehabis Wilarani dating pertama kali di Biara Pensuci Jagat…Kamar itu diselimuti kesunyian. Hampir tak ada perbedaan dengan masa-masa di duapuluh tahun yang silam. Hanya dua insan yang ada di dalam kamar itulah yangkelihatan banyak berubah.
Nenek kepala botak kelihatan semakin tua. Kedua mata serta pipinya mencekung, keriput-keriput ketuaan sukar untuk dihitung berapa banyak menggores di mukanya. Umurnya sudah lebih dari sembilan puluh tahun. Namun bunyi dan tutur katanya tetap keras dan tegas dan pandangan matanya setajam ujung pedang! Dihadapan nenek renta kepala botak ini duduk seorang permpuan berusia setengah abad. Rambutnya hampir putih semuanya. Pada parasnya juga terang keliahatan gurat-gurat ketuaan. Namun gurat-gurat ketuaan ini tiada sanggup memupus kecantikan yang dimilikinya semenjak masa mudanya.
“Muridku Wilarani,” berkata si nenek. “Dua puluh tahun sudah berlalu, dua puluh tahun sudah lewat. Rasanya cepat sekali. Kalau tidak melihat kepada tampang-tampang dan perubahan yang terjadi di diri kita rasanya masa dua puluh tahun itu menyerupai hari kemarin saja. Dua puluh tahun mendidikmu dan memberi banyak kiprah padamu tidak mengecewakanku! Sebagian besar dari keinginan yang kita rintis sudah kelihatan buahnya. Telah banyak tokoh-tokoh golongan hitam dan rampok-rampok rimba hijau yang kita musnahkan. Cuma sayang beberapa tokoh silat wanita golongan putih yang kita harapkan bantuannya hilang lenyap tiada kuketahui. Entah mati, entah sembunyi atau bertapa mempersuci diri! Eyang Sinto Gendeng, itu jago wanita yang mempunyai kesaktian luar biasa ketika kusambangi ke Gunung Gede, tak ada di pertapaannya! Tapi kita jangan kecewa. Cita-cita kita untuk meneteramkan dunia ini, untuk mensucikan jagat milik Tuhan ini biar kembali pada keadaan sewaktu semulanya dulu, harus kita laksanakan!
Beberapa tokoh silat wanita sudah setuju dengan kita untuk mengambil alih penenteram dunia ini dari tangan laki-laki. Mereka diantaranya Dewi Kerudung Biru dan Dewi Lembah Bulan Sabit.
Sekalipun saya tak ada nanti perjuangan dan keinginan kita musti terus dijalankan alasannya yaitu selama dunia ini berputar, selama itu pula kejahatan dan kekacaubalauan berlangsung! Sekarang jumlah biarawati yang ada di dalam Biara Pensuci jagat ini sudah berjumlah seratus orang. Seratus satu dengan kamu dan seratus dua dengan aku.
Lima puluh dari biarawati-biarawati itu yaitu angkatan renta yang seangkatan dengan kamu tapi dibandingkan dengan kau, ilmumu jauh lebi tinggi. Kau sudah mewariskan seluruh ilmuku, Wilarani. Yang lima puluh lainnya yaitu biarawati dari golongan baru, yang masih muda-muda. Kau dan kawan-kawanmu harus ajarkan ilmu kesaktian saya pernah ajarkan pada mereka.
Bila tiba saatnya mereka harus disebar di seluruh pelosok guna menjalankan kiprah yang dibebankan oleh keinginan kita bersama!”
Si nenek kepala botak memandang ke langit-langit kamar. Ketika kepalanya diturnkan kembali dia bicara lagi maka suaranya bernada rawan.
“Wilarani, hari ini sudah tiba saatnya bagiku untuk membuktikan siapa namaku.”
Wilarani memandang serius pada gurunya.
“Selama ini kamu memanggil saya dengan sebutan nenek. Biarawati-biarawati lainnya memanggilku dengan sebutan Eyang, namun siapa saya tetap tak satupun dari kalian yang tahu!” nenek ini terbatuk-batuk beberapa kali gres meneruskan.
“Namaku Supit Jagat. Nama Supit Jagat ini bukan ibu atau bapakku yang memberikannya tapi guruku sendiri jadi, nenek guru bagimu! Guruku itu sendiri namanya yaitu Supit Jagat pula! Ketika dia mau meninggal dunia dia memberi pesan biar namanya itu kuambil sebagai nama..! sebelumnya saya tiada berjulukan dan dia cuma memanggilku dengan sebutan “upik.” Dan dia juga berpesan biar bila saya mempunyai murid nanti, maka murid itu harus menukar namanya dengan Supit Jagat! Di samping aku, Biara Pensuci Jagat ini ada seratus orang muridku. Aku tidak membedakan mereka dengan kau! Tapi dari kenyataan kamu yaitu murid yang paling cerdas, rajin, patuh serta yang paling tinggi ilmunya! Karena itulah nama Supit Jagat kuwariskan kepadamu dan musti kamu pakai mulai detik ini juga. Kau mengerti?”
Wilarani mengangguk.
Supit jagat atau nenek berkepala botak itu bangkit dan melangkah ke dinding di mana tergantung sapu lidi yang merupakan senjatanya yang sangat sakti.
Diambilnya sapu itu kemudian dia melangkah ke hadapan Wilarani.
“Muridku, seikat sapu lidi ini berjulukan Sapu Jagat. Ini merupakan senjata sakti yang merupakan salah satu senjata utama diantara senjata yang termashyur di dunia persilatan! Senjata ini kuwarisi dari guruku dan hari ini kuwariskan kepadamu!”
Tentu saja Wilarani hampir tak percaya mendengar ucapan gurunya itu.
“Ayo, terimalah!,” kata Supit Jagat yang berkepala botak.
Dan Supit Jagat yang berambut putih (Wilarani) ulurkan kedua tangannya mendapatkan seikat sapu lidi itu.
Sewaktu telapak tangannya menyentuh sapu lidi itu Wilarani mencicipi adanya satu keanehan. Pada kedua telapak tangannya menjalar hawa yang sangat sejuk, terus ke lengan, terus menjalar ke seluruh kakinya. Dan pada detik itu pula tubuhnya terasa ringan laksana mengapung di awan! Sapu Jagat ternyata telah menunjukkan satu kekuatan gres yang ahli pada Wilarani sewaktu kedua tangannya menyentuh senjata itu!
“Terima kasih, guru,” kata Wilarani dengan penuh khidmat dan menjura hingga beberapa kali.
Si nenek tertawa perlahan. Ada kelainan pada tertawanya kali ini.
Paras yang renta keriput dimakan umur sembilan puluh tahun itu kelihatan rawan, sepasang mata yang biasanya menyorot tajam sekarang kelihatan sedikit redup.
Tiba-tiba Eyang Supit Jagat membentak.
“Sekarang tutup kedua matamu rapat-rapat, Supit!”
Supit Jagat atau Wilarani segera menutup kedua matanya sebagaimana yang diperintahkan. Dalam dia berpikir-pikir apa yang hendak dilakukan gurunya tiba-tiba laksana petir menyambar, satu tamparan keras melanda pipinya sebelah kiri! Tak ampun lagi Wilarani rebah ke lantai tiada sadarkan diri!
Sewaktu dia sadarkan diri dan mengucek-ngucek kedua matanya, Wilarani terkejut bikan main. Eyang Supit Jagat dilihatnya menggeletak di lantai. Kedua matanya terpejam dan nafasnya tiada lagi!
“Guru!” pekik Wilarani.
Tapi mana sang guru sanggup mendengar alasannya yaitu memang nyawanya sudah putus. Dan membuat Wilarani atau Supit Jagat gres ini lebih heran ialah ketika mencicipi tubuhnya enteng luar biasa dan tenaga dalamnya berlipat ganda hingga beberapa kali! Urat-urat di dalam tubuhnya laksana kawat dan pemandangan serta pendengarannya menjadi tajam sekali!
Ingatlah Wilarani kejadian sewaktu gurunya menyuruh dia memejamkan mata! Sang guru belakang layar melaksanakan satu tamparan dahsyat dan disertai dengan tamparan itu sekaligus dia telah menyalurkan seluruh tenaga dalam ke tubuhnya untuk kemudian dia sendiri menghembuskan nafas penghabisan, meninggal dunia!
Supit Jagat mendukung badan Eyang Supit Jagat ke atas pembaringan. Pada waktu itulah di lantai dilihatnya segulung kertas.
Supit Jagat mengambil gulungan kertas itu. Di situ ada sebarisan kalimat yang berbunyi, “Surat ini gres boleh dibuka besok siang tengah hari tepat.”
Esok harinya sempurna di tengah hari ketika sang surya bersinar terik di titik kulminasinya maka di dalam Biara Pensuci Jagat seratus satu biarawati berkumpul di ruangan besar.
Sebelumnya pada pagi hari mayit guru mereka telah dikuburkan di taman di bab muka gedung Biara.
Suasana sunyi sepi dalam ruangan besar itu. Sunyi sepi serta masih diselimuti rasa murung cita alasannya yaitu berpulangnya guru mereka yang juga merupakan Ketua Biarawati.
Wilarani yang sekarang sudah mewariskan nama Supit Jagat tapi belum diketahui oleh biarawati-biarawati di situ bangkit dari kursinya.
“Biarawati Satu,” katanya, “Harap tiba ke sini dan bacakan surat yang ditinggalkan oleh Ketua kita.”
Biarawati Satu, seorang yang sudah lanjut usianya berdiri. Dari Wilarani diterima segulung kertas. Dia melangkah ke mimbar dan membuka gulungan kertas itu. Kemudian terdengarlah suaranya membacakan isi surat yang dibentuk Eyang Supit Jagat sebelum matinya.
Muridku sekalian, Jika kalian membaca suratku ini maka saya sudah tidak ada, sudah dikubur di dalam tanah, kembali pada Tuhan yang menciptakanku dan kalian semua!
Meski sekarang cuma kuburku yang kalian lihat, meskipun saya tidak berada lagi diantara kalian namun keinginan kita yang luhur untuk menenteramkan dunia ini dari segala malapetaka dan kegagalan yang dibentuk oleh kaum lakl-laki, harus tetap kalian lanjutkan!
Selama saya hidup diantara kalian, kita semua berada dalam keadaan rukun tenteram penuh persatuan. Bila sekarang saya sudah tidak ada, kerukunan dan ketenteraman serta persatuan itu harus kalian pupuk terus. Jika kalian pecah dan berselisih, berarti hancurnya keinginan yang hendak kita laksanakan dan dalam kuburku saya akan mengutuk kalian sebagai murid-murid murtad!
Suratku ini juga kutulis untuk membuktikan sedikit perihal diriku. Selama ini kalian memanggilku dengan sebutan Eyang atau guru atau nenek. Puluhan tahun hidup bersamaku kalian tidak tahu siapa namaku.
Namaku yaitu Supit Jagat.
Pada hari ini namaku itu kuwariskan kepada Biarawati Wilarani. Untuk selanjutnya dia berhak menggunakan nama itu dan di hari ini pula kuresmikan dia sebagai Ketua kalian yang baru!
Kepadanya telah kuwariskan senjata sakti berjulukan Sapu Jagat!
Siapa-siapa diantara kalian yang kecewa dengan keputusanku ini, siapa-siapa diantara kalian yang tidak senang, sebelum kalian menjadi pengkhianat pengkhianat, lebih baik kalian angkat kaki tinggalkan Biara Pensuci Jagat ini atau rohku akan ke luar dari liang kubur untuk mencekik kalian semua!
Surat itu final dibaca oleh Biarawati Satu kemudian diserahkan kembali kepada Wilarani atau yang sekarang berjulukan Supit Jagat dan menjadi Ketua Biara Pensuci Jagat!
Supit Jagat menggulung surat itu baik-baik. Dia bangkit di mimbar, memandang berkeliling kemudian berkata, “Mungkin ada diantara saudara-saudaraku yang ingin bicara atau mengeluarkan pendapatnya?”
Tak ada satu orangpun yang menjawab. Tapi diantara para biarawati-biarawati itu terdengar bunyi saling berbisik-bisik. Supit Jagat bertanya sekali lagi. “Tidak ada yang mau bicara dan keluarkan pendapat? Terutama mengenai pengangkatanku oleh mendiang guru kita sebagai Ketua Biara?”
“Boleh saya bicara?”
Tiba-tiba terdengar bunyi dari balik gang besar yang menjadi salah satu ruangan luas itu. Semua biarawati termasuk Supit Jagat terkejutnya bukan main, alasannya yaitu bunyi itu yaitu bunyi Iaki-laki! Dan menyerupai diketahui dalam Biara Pensuci Jagat itu, tak ada satu orang laki-lakipun yang ada atau membisu di sana!
Semua mata dengan serta merta merta diarahkan ke belakang tiang besar. Dan seorang pria melangkah seenaknya menuju ke mimbar!
Bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel