Cerita Silat: Misteri Tirai Setanggi 21 - Seri Tujuh Insan Harimau
Jumat, 05 Desember 2014
Sebelumnya...
Gumara tak menjawab. Satu sabetan tongkat itu telah membuat ia tersungkur mencium bangkai ular dalam keadaan pingsan. Dasa Laksana Tak berkutik. Dia hanya menyerahkan diri atas kekuasaan apapun yang akan melangkahinya. Tapi perilaku penyerahan ini pulalah yang membuat Dasa Laksana merasa dirinya diisi oleh satu kekuatan. Tubuh yang loyo berbalut kulit tipis itu seolah-olah merasa dirinya kuat.
Dia lihat tangannya yang dirantai dengan rantai besi itu. Dia coba merenggut rantai itu dengan membuka kedua tangan! Bunyi gemerincing rantai besi putus, membuat Dasa Laksana heran sendiri. Dan Ki Rotan yang sudah menuju ke dalam, menoleh. Dia kaget sekali lantaran melihat tokoh lemah yang tadi dibentaknya, berdiri tegap.
Senjatanya rantai besi yang terjurai di tangan kiri. Dia tampak begitu mengerikan, sehingga Ki Rotan bukan bersikap mau menyerang, melainkan bertahan. Dia memutar-mutar rantai besi itu di atas kepalanya, sebagai contoh akan menjerat Ki Rotan.
Ki Rotan mencoba menangkis dengan tongkatnya dikala rantai itu hampir menjerat lehernya. Tongkat itu patah, tapi membuat bentuknya ibarat tombak runcing.
Ki Rotan menyerang dengan bunyi teriakan dahsyat. Suara teriak ini yang menyadarkan Ki Pita Loka dari lamunan sedihnya menatapi tirai asap stanggi di depannya yang berubah bacin menjadi bacin belerang.
“Hai, hentikan perkelahian itu!” ujarPita Loka melihat terjadi pergumulam seru di lorong itu. Suara lantang Ki Pita Loka, membuat Gumara yang gres siuman dari pingsannya segera berdiri. Dia berbeda dari Gumara yang biasa. Dia jadi beringas lantaran munculnya satu kekuatan dahsyat. Dia melompat menerkam dua orang yang sedang beradu berpengaruh itu.
Satu cakaran mengoyak muka Ki Rotan. Dan satu cakaran lagi mengoyak muka Dasa Laksana. Dua-duanya menjerit jago kesakitan. Tapi dua-duanya pun mundur ke dalam, bahkan Ki Rotan dikala mundur membentur badan Pita Loka yang berdiri tercengang.
Perkelahian seru terjadi. Kini Ki Rotan sudah kerjasama dengan Dasa Laksana lantaran naluri mendadak. Dua-duanya mengeroyok Gumara. Satu belitan rantai yang dipecut Dasa Laksana membelit leher Gumara. Tapi ia mengaum sehingga belitan itu lepas.
Kaki kiri Gumara menendang tegak lurus menghantam Ki Rotan yang meloncat mau menerjangnya. Dia tendangkan ke kanan mengenai leher Dasa Laksana sehingga orang ini terjungkal.
Pita Loka tampaknya bengong. Tiap ia membangkitkan perkataan khas dari ilmu saktinya, sedikitpun tak ada kekuatan lagi. Gumara tampak menerkam dua lawannya dengan cakaran ketat kemudian melempar badan dua lawan itu ke arah pintu guha. Teriak teriak serentak dari tiga lisan kedengaran mengalahkan bunyi benturan badan dua lawan Gumara itu.Batu langit itu kehilangan daya tahan, kemudian bergulingan membuat bunyi amat gemuruh. Ketika kerikil besar itu mencebur ke dalam sungai, terdengar satu kali lagi bunyi gemuruh.
Pita Loka menuju pintu untuk menyaksikan lanjutan perkelahian itu.
Pita Loka tercengang lantaran Gumara yang melompat membabi buta itu ternyata berbentuk harimau mengerikan. Dengan buas Ki Rotan kena cakar sehingga satu biji matanya terkelupas. Dalam keaadan buta sebelah itu Ki Rotan melarikan diri. Tinggal Dasa Laksana yang wajahnya penuh gores cakaran itu masih memakai banyak sekali cara. Satu pohon ia cabut, dan ia ayunkan menghantam seekor harimau ganas yang akan menerkamnya. Ia tak mengetahui pohon apa itu. Tapi jelas, dikala ayunan pukulan itu sempurna mengenai kepala, Gumara berteriak dan dirinya terjungkal, berubah bentuk dari bentuk harimau jadi insan biasa.
Dasa Laksana kalap.
Tapi ia Justru tak tahu lagi apa yang mesti diperbuat. Mendadak sontak ia melolong keras. Suaranya membahana membentur tujuh buah bukit juga di dengar oleh Ki Harwarti yang barusan sadar dari pingsannya jatuh di jurang. Ki Harwati sedang akan menuju Guha Lebah. Tapi ia berpapasan dengan Ki Rotan yang satu matanya sudah copot.
Mulanya Ki Harwati siap mau menebas Ki Rotan alasannya curiga. Pedanq Raja Turki sudah disiapkannya akan menebas leher muridnya yang khianat itu. Tapi ucapan Ki Rotan menyadarkan dirinya.
“Bahaya anda ke Guha Lebah. Semua berubah menjadi serentak berubah!”, ujar Ki Rlotan, Ki Harwati malahan menjadi bersemangat. Dia mendapat kekuatan batin justru sehabis mendengar ucapan Ki Rotan. Dia melompat ke sebuah dahan, kemudian mendapat tenaga untuk terbang dan bergelayutan kian kemari dari pohon ke pohon. Lalu, dikala ia menclok di sebuah dahan, dilihatnya di bawah ada seorang laki-laki melolong. Pakaiannya dalam safari pemburu. Orang itu mungkin pemburu gila. Tapi ditangan kirinya ada rantai yang selalu ia ayun-ayunkan. Ah, tentu ia mau mencari lawan, fikir Ki Wati. Ki Wati meloncat ke bawah disertai teriakan. Dan seketika itu juga Dasa Laksana melolong sembari mengayun-ayunkan rantainya. Jebakan jerat rantai itu tiap sejenak tertabrakan dengan mata pedang yang mengakibatkan bunyi gemerincing.
Pita Loka, yang kelihatannya ibarat kurang ingatan, masih berdiri di pintu Guha Lebah yang tak ada lebahnya lagi. Tiba-tiba saja ia melihat serombongan manusia.
Mereka tampak lelah dari perjalanan yang jauh. Dan begitu melihat perempuan berikat kepala, kepala rombongan itu berseru: “Itu ia Ki Pita Loka!” Pita Loka!”
Setelah mendekati Pita Loka, yang tertua berkata: “Saya Tongga Agun, kepala desa yang baru”
“Desa apa?”
“Desa Kumayan”. Desa itu kini tertimpa musibah. Seluruh penduduk sakit, termasuk ayah anda Ki Putih Kelabu. Hanya anda yang sanggup menyembuhkannya!”
Pita Loka pada mulanya tak ingat lagi nama desa Kumayan.Tetapi sehabis mendengar nama Ki Putih Kelabu. Hilang ingatannya berubah. Ya, kini ia sadar.
“Musibah apa tuan Tongga?” Tanya Pita Loka.
“Lebah-lebah menyerbu sewaktu kerikil langit meluncur menimpa jalanan depan rumah anda. Batu itu membuat lubang. Dari lubang itu mendadak saja keluar asap. Dan dari asap itu mendadak saja keluar lebah-lebah yang ribuan jumlahnya. Tiap penduduk terkena sengatan lebah itu. Dan seluruh desa Kumayan kini menderita sakit.
Saya disuruh ke sini, lantaran kata ayah anda, anda mempunyai ilmu penakluk lebah menurut primbon harimau”.
Semangat membela kampung halaman itu bergelora dalam jiwa Pita Loka, yang sebengrnya sudah hampir rontok seluruhnya. Tapi begitu ia melangkah sebentar, satu teriakan dahsyat muncul dari pohon kecapi. Ki Harwati secara tiba-tiba sudah mengayun-ayunkan pedang Raja Turki yang sudah berlumuran darah. Ki Pita Loka mundur, mundur. memberi arahan kepada utusan desa Kumayan supaya melarikan diri.
“Berikan Kitab Sakti itu padaku sekarang. Sebelum darahmu mengalir ibarat darah kekasihmu. Dasa Laksana!” hardik Ki Harwati.
“Dia tak mempunyai Kitab Sakti itu, adikku!” Terdengar bunyi dari balik semak. yang ternyata Gumara.
Ucapan Gumara ini membuat Ki Harwati kalap. Dia membentak: “Diam kau! Masih juga kamu membela gadis yang kamu cintai ini?”
Satu ayunan pedang seketika itu juga akan menebas leher Gumara, andaikata ia tidak cepat tunduk. Gumara dalam sekejap berubah menjadi seekor harimau beringas.
Dia terkam dengan cakarnya wajah Harwati, tetapi bukan wajah itu yang terpegang melainkan pedang itu. Anehnya, dalam sekejap Gumara berubah kembali dari bentuk harimaunya menjadi Gumara biasa. Pedang itu tampaknya bergerak dalam genggamannya, kemudian dikala ia mencoba menebas Harwati, pedang itu melingkar lepas berupa benda melayang ke udara... dan jatuh sempurna di atas Bukit Lebah. Satu bunyi nyaring bagai petir disertai kilatan bagai arus lirik terdengar. Gumara bersama Harwati menyerbu serentak masuk ke Guha itu. Pita Loka hanya tercengang dan bekata: “Ayoh tuan-tuan, kita cepat lari kini menuju Kumayan!”
Sementara itu Gumara dan Harwati sama mengerem langkahnya. Karena sempurna pada daerah asap stanggi berupa bulat sebelumnya yang berubah bacin sulfur mendadak ambles. Lingkaran itu berbentuk sumur yang dalam. Gumara tiba-tiba berseru: “Itu pedangmu menancap diatas permukaan air mendidih di dalam itu“ Ucapannya mengakibatkan gema.
Ki Harwati menoleh pada Gumara. Matanya berbinar penuh nafsu. Dan ia berkata: “Kakak, saya menyayangi anda lahir dan batin!”
Gumara berkata: “Kau ingin mendapat kutukan?”
Gumara berteriak: “Lihat! Itulah Kitab yang selama ini kucari!”
Harwati menjenguk ke sumur di bawah itu. Di antara air mendidih itu, ia memang melihat sebentuk Kitab yang mengambang, bergeletar mengikuti air mendidih.
Hampir saja ia dengan kalap akan menerjuni sumur itu, untung saja lengannya dipegang oleh Gumara.
Mendapat pinjaman begitu, Ki Wati jadi bernafsu. Dia memeluk Gumara dan berkata: “Mari kita mengasingkan diri sehagai suami isteri. Kau toh dari Ibu yang lain, kendati kita dari ayah yang sama”
“Kuhormati cintamu padaku, adikku! Tapi kita sama-sama satu darah. Kita dari titisan air mani Ki Karat. Dan kita terkutuk jikalau menjadi laki bini!”
“Kalau kita sudah hidup terasing dari dunia ramai, siapa yang akan mengerti asal permintaan kita?”.
Ki Harwati dengan kesetanan memeluk Gumara. Tapi Gumara mencoba melawan nafsu iblis adik tirinya itu, dan tanpa sengaja mendorong badan adiknya itu masuk ke sumur.
Ki Harwati berteriak melolong. Ini membuat Gumara kalap. Ilmunya menjalari darahnya. Getaran demi getaran dirasanya Lalu ia mengaum dahsyat berubah bentuk menjadi harimau beringas. Namun telap saja ia berputar-putar mengelilingi sumur mendidih itu. Hanya berputar-putar. Dan berputar-putar hingga matahari karam dan terbit lagi dan karam lagi.
Ki Pita Loka memasuki Desa Kumayan dengan langkah perkasa diiringi oleh sepuluh orang penjemputnya. Dia tidak lagi tolol ibarat pertama kali ditemukan. Seluruh desa bagaikan mati. Di sana sini lebah-lebah mendengungkan suara. Lebah-lebah itu kini berkumpul ibarat sebuah iring-iringan skuadron. Ki Pita Loka segera sadar, ilmunya bukan hilang oleh peristiwa alam bukit Lebah. Dia hingga di depan rumahnya, menatapi lubang besar jatuhnya kerikil meteor itu. Di hadapan ayahnya yang bengkak-bengkak itu Ki Pita Loka berkata agung: “Lebah-lebah ini seluruhnya akan saya hukum! “
TAMAT
Gumara tak menjawab. Satu sabetan tongkat itu telah membuat ia tersungkur mencium bangkai ular dalam keadaan pingsan. Dasa Laksana Tak berkutik. Dia hanya menyerahkan diri atas kekuasaan apapun yang akan melangkahinya. Tapi perilaku penyerahan ini pulalah yang membuat Dasa Laksana merasa dirinya diisi oleh satu kekuatan. Tubuh yang loyo berbalut kulit tipis itu seolah-olah merasa dirinya kuat.
Dia lihat tangannya yang dirantai dengan rantai besi itu. Dia coba merenggut rantai itu dengan membuka kedua tangan! Bunyi gemerincing rantai besi putus, membuat Dasa Laksana heran sendiri. Dan Ki Rotan yang sudah menuju ke dalam, menoleh. Dia kaget sekali lantaran melihat tokoh lemah yang tadi dibentaknya, berdiri tegap.
Senjatanya rantai besi yang terjurai di tangan kiri. Dia tampak begitu mengerikan, sehingga Ki Rotan bukan bersikap mau menyerang, melainkan bertahan. Dia memutar-mutar rantai besi itu di atas kepalanya, sebagai contoh akan menjerat Ki Rotan.
Ki Rotan mencoba menangkis dengan tongkatnya dikala rantai itu hampir menjerat lehernya. Tongkat itu patah, tapi membuat bentuknya ibarat tombak runcing.
Ki Rotan menyerang dengan bunyi teriakan dahsyat. Suara teriak ini yang menyadarkan Ki Pita Loka dari lamunan sedihnya menatapi tirai asap stanggi di depannya yang berubah bacin menjadi bacin belerang.
“Hai, hentikan perkelahian itu!” ujarPita Loka melihat terjadi pergumulam seru di lorong itu. Suara lantang Ki Pita Loka, membuat Gumara yang gres siuman dari pingsannya segera berdiri. Dia berbeda dari Gumara yang biasa. Dia jadi beringas lantaran munculnya satu kekuatan dahsyat. Dia melompat menerkam dua orang yang sedang beradu berpengaruh itu.
Satu cakaran mengoyak muka Ki Rotan. Dan satu cakaran lagi mengoyak muka Dasa Laksana. Dua-duanya menjerit jago kesakitan. Tapi dua-duanya pun mundur ke dalam, bahkan Ki Rotan dikala mundur membentur badan Pita Loka yang berdiri tercengang.
Perkelahian seru terjadi. Kini Ki Rotan sudah kerjasama dengan Dasa Laksana lantaran naluri mendadak. Dua-duanya mengeroyok Gumara. Satu belitan rantai yang dipecut Dasa Laksana membelit leher Gumara. Tapi ia mengaum sehingga belitan itu lepas.
Kaki kiri Gumara menendang tegak lurus menghantam Ki Rotan yang meloncat mau menerjangnya. Dia tendangkan ke kanan mengenai leher Dasa Laksana sehingga orang ini terjungkal.
Pita Loka tampaknya bengong. Tiap ia membangkitkan perkataan khas dari ilmu saktinya, sedikitpun tak ada kekuatan lagi. Gumara tampak menerkam dua lawannya dengan cakaran ketat kemudian melempar badan dua lawan itu ke arah pintu guha. Teriak teriak serentak dari tiga lisan kedengaran mengalahkan bunyi benturan badan dua lawan Gumara itu.Batu langit itu kehilangan daya tahan, kemudian bergulingan membuat bunyi amat gemuruh. Ketika kerikil besar itu mencebur ke dalam sungai, terdengar satu kali lagi bunyi gemuruh.
Pita Loka menuju pintu untuk menyaksikan lanjutan perkelahian itu.
Pita Loka tercengang lantaran Gumara yang melompat membabi buta itu ternyata berbentuk harimau mengerikan. Dengan buas Ki Rotan kena cakar sehingga satu biji matanya terkelupas. Dalam keaadan buta sebelah itu Ki Rotan melarikan diri. Tinggal Dasa Laksana yang wajahnya penuh gores cakaran itu masih memakai banyak sekali cara. Satu pohon ia cabut, dan ia ayunkan menghantam seekor harimau ganas yang akan menerkamnya. Ia tak mengetahui pohon apa itu. Tapi jelas, dikala ayunan pukulan itu sempurna mengenai kepala, Gumara berteriak dan dirinya terjungkal, berubah bentuk dari bentuk harimau jadi insan biasa.
Dasa Laksana kalap.
Tapi ia Justru tak tahu lagi apa yang mesti diperbuat. Mendadak sontak ia melolong keras. Suaranya membahana membentur tujuh buah bukit juga di dengar oleh Ki Harwarti yang barusan sadar dari pingsannya jatuh di jurang. Ki Harwati sedang akan menuju Guha Lebah. Tapi ia berpapasan dengan Ki Rotan yang satu matanya sudah copot.
Mulanya Ki Harwati siap mau menebas Ki Rotan alasannya curiga. Pedanq Raja Turki sudah disiapkannya akan menebas leher muridnya yang khianat itu. Tapi ucapan Ki Rotan menyadarkan dirinya.
“Bahaya anda ke Guha Lebah. Semua berubah menjadi serentak berubah!”, ujar Ki Rlotan, Ki Harwati malahan menjadi bersemangat. Dia mendapat kekuatan batin justru sehabis mendengar ucapan Ki Rotan. Dia melompat ke sebuah dahan, kemudian mendapat tenaga untuk terbang dan bergelayutan kian kemari dari pohon ke pohon. Lalu, dikala ia menclok di sebuah dahan, dilihatnya di bawah ada seorang laki-laki melolong. Pakaiannya dalam safari pemburu. Orang itu mungkin pemburu gila. Tapi ditangan kirinya ada rantai yang selalu ia ayun-ayunkan. Ah, tentu ia mau mencari lawan, fikir Ki Wati. Ki Wati meloncat ke bawah disertai teriakan. Dan seketika itu juga Dasa Laksana melolong sembari mengayun-ayunkan rantainya. Jebakan jerat rantai itu tiap sejenak tertabrakan dengan mata pedang yang mengakibatkan bunyi gemerincing.
Pita Loka, yang kelihatannya ibarat kurang ingatan, masih berdiri di pintu Guha Lebah yang tak ada lebahnya lagi. Tiba-tiba saja ia melihat serombongan manusia.
Mereka tampak lelah dari perjalanan yang jauh. Dan begitu melihat perempuan berikat kepala, kepala rombongan itu berseru: “Itu ia Ki Pita Loka!” Pita Loka!”
Setelah mendekati Pita Loka, yang tertua berkata: “Saya Tongga Agun, kepala desa yang baru”
“Desa apa?”
“Desa Kumayan”. Desa itu kini tertimpa musibah. Seluruh penduduk sakit, termasuk ayah anda Ki Putih Kelabu. Hanya anda yang sanggup menyembuhkannya!”
Pita Loka pada mulanya tak ingat lagi nama desa Kumayan.Tetapi sehabis mendengar nama Ki Putih Kelabu. Hilang ingatannya berubah. Ya, kini ia sadar.
“Musibah apa tuan Tongga?” Tanya Pita Loka.
“Lebah-lebah menyerbu sewaktu kerikil langit meluncur menimpa jalanan depan rumah anda. Batu itu membuat lubang. Dari lubang itu mendadak saja keluar asap. Dan dari asap itu mendadak saja keluar lebah-lebah yang ribuan jumlahnya. Tiap penduduk terkena sengatan lebah itu. Dan seluruh desa Kumayan kini menderita sakit.
Saya disuruh ke sini, lantaran kata ayah anda, anda mempunyai ilmu penakluk lebah menurut primbon harimau”.
Semangat membela kampung halaman itu bergelora dalam jiwa Pita Loka, yang sebengrnya sudah hampir rontok seluruhnya. Tapi begitu ia melangkah sebentar, satu teriakan dahsyat muncul dari pohon kecapi. Ki Harwati secara tiba-tiba sudah mengayun-ayunkan pedang Raja Turki yang sudah berlumuran darah. Ki Pita Loka mundur, mundur. memberi arahan kepada utusan desa Kumayan supaya melarikan diri.
“Berikan Kitab Sakti itu padaku sekarang. Sebelum darahmu mengalir ibarat darah kekasihmu. Dasa Laksana!” hardik Ki Harwati.
“Dia tak mempunyai Kitab Sakti itu, adikku!” Terdengar bunyi dari balik semak. yang ternyata Gumara.
Ucapan Gumara ini membuat Ki Harwati kalap. Dia membentak: “Diam kau! Masih juga kamu membela gadis yang kamu cintai ini?”
Satu ayunan pedang seketika itu juga akan menebas leher Gumara, andaikata ia tidak cepat tunduk. Gumara dalam sekejap berubah menjadi seekor harimau beringas.
Dia terkam dengan cakarnya wajah Harwati, tetapi bukan wajah itu yang terpegang melainkan pedang itu. Anehnya, dalam sekejap Gumara berubah kembali dari bentuk harimaunya menjadi Gumara biasa. Pedang itu tampaknya bergerak dalam genggamannya, kemudian dikala ia mencoba menebas Harwati, pedang itu melingkar lepas berupa benda melayang ke udara... dan jatuh sempurna di atas Bukit Lebah. Satu bunyi nyaring bagai petir disertai kilatan bagai arus lirik terdengar. Gumara bersama Harwati menyerbu serentak masuk ke Guha itu. Pita Loka hanya tercengang dan bekata: “Ayoh tuan-tuan, kita cepat lari kini menuju Kumayan!”
Sementara itu Gumara dan Harwati sama mengerem langkahnya. Karena sempurna pada daerah asap stanggi berupa bulat sebelumnya yang berubah bacin sulfur mendadak ambles. Lingkaran itu berbentuk sumur yang dalam. Gumara tiba-tiba berseru: “Itu pedangmu menancap diatas permukaan air mendidih di dalam itu“ Ucapannya mengakibatkan gema.
Ki Harwati menoleh pada Gumara. Matanya berbinar penuh nafsu. Dan ia berkata: “Kakak, saya menyayangi anda lahir dan batin!”
Gumara berkata: “Kau ingin mendapat kutukan?”
Gumara berteriak: “Lihat! Itulah Kitab yang selama ini kucari!”
Harwati menjenguk ke sumur di bawah itu. Di antara air mendidih itu, ia memang melihat sebentuk Kitab yang mengambang, bergeletar mengikuti air mendidih.
Hampir saja ia dengan kalap akan menerjuni sumur itu, untung saja lengannya dipegang oleh Gumara.
Mendapat pinjaman begitu, Ki Wati jadi bernafsu. Dia memeluk Gumara dan berkata: “Mari kita mengasingkan diri sehagai suami isteri. Kau toh dari Ibu yang lain, kendati kita dari ayah yang sama”
“Kuhormati cintamu padaku, adikku! Tapi kita sama-sama satu darah. Kita dari titisan air mani Ki Karat. Dan kita terkutuk jikalau menjadi laki bini!”
“Kalau kita sudah hidup terasing dari dunia ramai, siapa yang akan mengerti asal permintaan kita?”.
Ki Harwati dengan kesetanan memeluk Gumara. Tapi Gumara mencoba melawan nafsu iblis adik tirinya itu, dan tanpa sengaja mendorong badan adiknya itu masuk ke sumur.
Ki Harwati berteriak melolong. Ini membuat Gumara kalap. Ilmunya menjalari darahnya. Getaran demi getaran dirasanya Lalu ia mengaum dahsyat berubah bentuk menjadi harimau beringas. Namun telap saja ia berputar-putar mengelilingi sumur mendidih itu. Hanya berputar-putar. Dan berputar-putar hingga matahari karam dan terbit lagi dan karam lagi.
Ki Pita Loka memasuki Desa Kumayan dengan langkah perkasa diiringi oleh sepuluh orang penjemputnya. Dia tidak lagi tolol ibarat pertama kali ditemukan. Seluruh desa bagaikan mati. Di sana sini lebah-lebah mendengungkan suara. Lebah-lebah itu kini berkumpul ibarat sebuah iring-iringan skuadron. Ki Pita Loka segera sadar, ilmunya bukan hilang oleh peristiwa alam bukit Lebah. Dia hingga di depan rumahnya, menatapi lubang besar jatuhnya kerikil meteor itu. Di hadapan ayahnya yang bengkak-bengkak itu Ki Pita Loka berkata agung: “Lebah-lebah ini seluruhnya akan saya hukum! “
TAMAT