Kini Saya Mengerti - Cerpen Cinta Sedih

KINI AKU MENGERTI
Karya Umi Fadhilah

Getaran handphoneku bener-bener bikin saya pusing. Emang sihh, gak biasanya saya sebel sama getaran handphoneku. Tapi kali ini bener-bener beda, sangat berbeda dari biasanya. Karena getaran itu mengambarkan ada sms dari orang yang sebenernya saya sayang. Aku mengenalnya cukup lama, saya pernah bertatap muka dengannya sekali, itupun hanya kebetulan. Yunaz namanya. Aku lebih mengenalnya dekat hanya lewat dunia maya. Dia juga termasuk sahabatku yang pengertian. Kalo dilihat dari sisi kepribadiannya, ia memang cukup menjadi idaman setiap cewek.

Sejak kemarin sore, ia terus mengirim pesan yang menurutku terlalu romantis. Aku sadar, ia menyukaiku bahkan lebih dari itu. Awal saya mengenalnya, saya tetapkan untuk menjadikannya seorang sahabat sejatiku. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri, kenapa saya kini mulai menyukainya padahal niat awalku hanya ingin akrab dengannya, tapi saya belum menemukan balasan dari pertanyaan yang timbul dari fikiranku itu sendiri. Belum hingga saya menemukan balasan itu, getaran handphoneku kembali menggangguku. Lagi-lagi Yunaz yang mengirimiku pesan. Dia kembali memintaku untuk menjadi kekasihnya. Aku mulai resah untuk membalasnya. Mungkin lantaran saya terlalu usang memberinya jawaban, ia memberiku pesan kosong sebanyak 3 kali. Aku mulai takut untuk memberi balasan padanya. Andai saja saya sanggup mengungkapkan apa yang bekerjsama kurasakan dikala ini padanya, niscaya ia juga bakal seneng. Tapi hidup tak semudah itu. Hidup ini penuh dengan pilihan. Termasuk untuk menentukan keputusan untuk menjawab seruan darinya. Bahkan kurasa itu yakni soal tersulit, terumit yang pernah kutemui. Aku belum pernah mendapatkan soal itu sebelumnya, jadi secara kalo saya gaa sanggup jawab.

Kini Aku Mengerti
Sebenarnya, untuk menjawab itu mudah. Tapi mempertimbangkannya yang sulit. Aku harus sanggup memandang ke depan, bagaimana keadaan setelahnya. Kurasa bila saya menentukan Yunaz menjadi kekasihku itu lebih jelek daripada saya menolaknya. Tidak hanya dalam satu pandangan, disisi lain, kalo saya nolak Yunaz saya takut ia dendam denganku dan saya akan kehilangan ia sebagai sahabatku dan akan menjelma musuhku. Aku tak ingin itu terjadi. Akhirnya saya putuskan untuk menerimanya. Dia sangat senang dengan jawabanku ini, begitu pula aku. Aku juga mencicipi hal yang sama menyerupai Yunaz. Aku dan ia sama-sama senang dengan kekerabatan yang lebih dari sepasang sahabat sejati. Tak usang kemudian saya berfikir, apakah saya akan sanggup selamanya senang bersamanya ?.
Hari ini saya harus pergi ke sekolah. Seperti hari-hari biasa dikala sekolah, saya duduk bersama Nana, sahabat karibku semenjak awal menduduki tingkat SMP. Saat istirahat tiba, saya menceritakan apa yang berubah dari statusku. Nana terkejut mendengar apa yang kuceritakan. Ia tak menerka saya sanggup mengubah statusku dari lajang menjadi berpacaran. Karena sebelum-sebelumnya ia mengenalku sebagai perempuan yang tak pernah mempunyai rasa kepada orang lain. Kali ini ceritanya beda, saya memang sudah usang memendam rasa ini semenjak bertemu dengannya dikala saya dinner bareng temen”ku di sebuah restaurant yang cukup ramai. Nana hanya tersenyum senang mendengar dongeng itu.

Sepulang sekolah saya eksklusif menuju kamar untuk membuka handphoneku. Ternyata ada pesan dari Yunaz, ia memberiku semangat untuk berguru giat. Tapi sayang saya gres membacanya, kalo aja saya baca sebelum berangkat sekolah, niscaya Ulangan Harianku tadi sanggup dapet nilai sempurna. Aku membalasnya dengan ucapan terima kasih. Aku sangat senang dengan posisiku sekarang, mempunyai orang yang begitu perhatian dan sanggup menjadi inspirasiku.
“Nez, makan dulu nih, udah Mama siapin makan siangnya. Jangan lupa minum vitaminnya.” Ajak mama untuk makan siang bersama.
“Iya Ma, Nezti ganti baju dulu ya Ma. Habis itu eksklusif ke ruang makan.” Jawabku dengan menyertakan alasan.
“Cepetan ya Nez, udah ditungguin Dede’ tuh !.” kata Mama agak sebel gara” saya cukup lama.
“Ok Ma, !.” jawabku simple.

Aku segera menuju ruang makan untuk makan bareng Mama dan Dede’ tersayangku. Aku tiba-tiba pengen mandang Mama dalam-dalam. Aku gaa tau kenapa saya jadi menyerupai ini. Aku mencicipi ada yang berbeda dengan perasaanku.
“Nez, kenapa liatin Mama kayak gitu ? cepetan makan dulu. Habis itu bantuin Mama beres-beres.” Tegur Mama.
“Ehh.. Ii iya Ma, siiph. Prajurit siap komandan.” Jawabku sedikit kaget mendengar kata-kata dari Mama.

Selesai makan siang saya segera membantu Mamaku membereskan meja makan. Setelahnya saya berguru untuk pelajaran besok. Tapi belum hingga saya membuka buku materiku, saya merasa lemas disertai pusing sehingga buku yang kubawa terjatuh. Tak terasa ada darah yang menetes dari hidungku. Tapi saya tak begitu mempermasalahkannya. Aku berfikir mungkin hanya lantaran cape’ atau alasannya yakni lain yang tidak membahayakan, lantaran semenjak kecil saya sering mengalaminya. Tapi tak separah itu, saya hanya mengeluarkan darah dan gaa sampe ngerasa lemes dan pusing kaya’ gini. Aku segera menghapus tetesan darah di sampul bukuku. Agar besok temen” yang meminjam bukuku tak curiga denganku.

Keesokan harinya saya tetap menjalani hari-hariku menyerupai biasa. Meski sedikit ada yang berbeda, hari ini saya berangkat memakai kendaraan beroda empat pribadi Nana lantaran Papa gaa sanggup anterin saya ke sekolah. Papa sedang ada urusan bisnis ke luar kota. Aku senang hari ini saya sanggup berangkat bareng Nana. Dia juga seneng sanggup bareng sama aku, kan di kendaraan beroda empat sanggup bercanda bareng. Tengah asyik bercanda saya ngerasa kepalaku seakan begitu berat dan tak sanggup menggeleng. Tapi saya tak menunjukkannya pada Nana, saya takut ia khawatir denganku. Sampai di sekolah saya eksklusif menuju bangkuku dan tak duduk terlebih dahulu di depan kelas menyerupai biasa. Nana terlihat begitu memperhatikanku, sehingga kuputuskan untuk kembali ke depan dan bergurau bersama temen” yang laen, padahal asal mereka tau saya mencicipi begitu sakit di kepalaku ini.

Jam pelajaran pun usai. Aku hari ini menyerupai tadi dikala berangkat, pulang pun saya bareng sama Nana. Sampainya di rumah saya eksklusif menuju kamar dan membuka HPku sebentar untuk mengecek pesan yang masuk. Ternyata ada 7 pesan. 3 dari Yunaz dan 4 dari sobat sekolahku. Aku hanya membacanya dan tak membalasnya. Setelah itu saya eksklusif berbaring di kawasan tidurku lantaran saya tak berpengaruh mencicipi sakit ini.

Aku terbangun dari tidurku, tapi saya tak mendapati saya berada di dalam kamar pribadiku. Aku ada di sebuah ruangan yang asing bagiku. Rasanya di ruangan ini begitu dingin, disampingku ada Papa, Mama, dan Dede’. Aku senang lantaran Papa sudah pulang, padahal di jadwal Papa gres pulang lusa depan.
“Pa, Ma, abang kenapa ?.” Tanya Dede’ku
“gapapa Dede’. Kakak cuma capek aja.” Jawab Papa

Akhirnya masuklah tante dan omku, mereka hanya menyapaku dan tak mengobrol denganku. Tapi saya melihat mata mereka merah menyerupai bekas menangis. Mereka mengajak Dede’ keluar dari ruangan. Aku resah kenapa saya sanggup nyasar ke kawasan ini. Padahal sebelumnya saya tidur di kamarku, bukan di ruangan masbodoh ini.
“Pa, saya seneng Papa udah pulang dan sanggup ada disamping saya lagi.” Kataku penuh kebahagiaan.
“Iya sayang, Papa juga seneng sanggup disamping kau lagi. Habis jadwal Papa terlalu panjang, jadi Papa wakilin aja ke Om Didik. Kan ia juga sanggup urusin bisnis Papa.” Kata Papa dengan alasan panjang lebar.
“Pa, Ma kenapa saya ada di sini ? padahal tadi siang saya tidurnya dikamar. Kok bangun-bangun nyasar ke kawasan ini, saya lagi mimpi yaa..” Tanyaku penuh penasaran.
“Nggak sayang, kau kecapekan sehingga kau harus rawat inap beberapa hari di sini.” Jawab Mama sambil menenangkanku
“Aku gapapa kan ?” Tanyaku singkat.
“Kamu gapapa kok sayang. Kamu cuma capek aja, mungkin kau terlalu banyak kiprah sampe kau jadi lupa jaga kesehatan.” Jawab Papa meyakinkanku.
“Pa, ACnya matiin donk, masbodoh banget rasanya. Bisa minta tolong kan Pa.”
“Siap bos kecil.” Gurau Papa padaku.
3 hari telah berlalu, hari ini saya dibolehin pulang dari RS. Tapi saya belum sanggup masuk sekolah lantaran saya masih butuh istirahat untuk memulihkan kesehatanku kembali. Aku gres tersadar 3 hari saya tak memegang Hpku yang tertinggal di laci meja belajarku. Ketika kumembukanya, saya sangat terkejut lantaran begitu banyak sms yang gaa karuan dari Yunaz. Dia murka lantaran saya 3 hari ngilang gitu aja tanpa pamit. Aku kesannya meminta maaf padanya, tapi saya menciptakan alasan lain supaya Yunaz tak khawatir dengan keadaanku yang sebenarnya.

Kini saya kembali masuk ke sekolah. Hari ini saya diantar oleh supir kesayanganku, Papa. Beliau memang supir setiaku dari bayi sampe sekarang. Beliau juga sanggup jadi temen curhatku kalo saya lagi kesel sama orang, atau mungkin lagi ada masalah, lantaran solusi dari Papa paling siiph. Aku besar hati mempunyai Papa yang sangat sayang dan peduli kepada keluarganya.

Setibanya di depan kelas teman-teman udah nungguin. Nana berada paling depan. Ia menyambutku dengan senyuman nyimutnya. Aku kembali membalas senyuman itu. Ternyata sesudah usang istirahat di rumah dan kembali bersekolah rasanya begitu berbeda. Aku begitu rindu pada mereka, terutama Nana. Ia dongeng kalo waktu saya rawat inap ia sempat menjenguk, tapi lantaran saya lagi tidur ia gaa berani bangunin. Kaprikornus ia lebih menentukan untuk eksklusif pulang dari pada nunggu berjam-jam. Pelajaran hari ini cukup menyenangkan dan cukup saya bintangi, Olahraga. Pelajaran ini sangat saya sukai lantaran keuntungannya tak kalah dengan pelajaran lain. Kan kalo pelajaran di kelas ngelatih otak, kalo pelajaran olahraga ini ngelatih otot. Hari ini saya belum sanggup mengikutinya, lantaran hari ini hari pertamaku masuk sekolah sesudah sakit. Sayang sekali..

Jam pelajaran pun usai, saya segera menuju gerbang sekolah untuk menunggu jemputan Papa bareng Nana dan teman-teman lainnya. Aku melihat ke kanan kiri gerbang sekolah, tapi saya tak menemukan Papa yang sedang menjemputku. Tak terasa teman-teman yang ikut nunggu jemputan bareng saya berangsur-angsur dijemput, termasuk Nana. Tapi ia tetapkan untuk menungguku hingga dijemput terlebih dahulu. Karena mungkin terlalu usang menunggu, supir Nana memberi saran untuk mengantarkanku ke rumah. Akhirnya lantaran hari sudah menjelang sore, saya mengikuti saran itu.

Sore ini Papa berjanji akan mengajakku membeli buku gres di toko buku. Aku menanyakan pada Mama dimana Papa sebenarnya.
“Ma, Papa kemana kok tadi gaa jemput saya siih ? lagi pula Papa tadi juga akad mau ngajak Nezti ke toko buku, tapi kok malah gaa ada.. Kan jadi gaa asyik,,!” tanyaku pada Mama
“Gini Nez, tadi Papa telfon ke Mama kalo Papa ada meeting mendadak di kantor. Sebenernya tadi sempet pulang dan mau jemput kau tapi waktunya mepet. Kaprikornus maaf kalo Papa hari ini gak jemput kau ya Nez. Urusan ke toko buku ntar Mama anterin aja ya Nez, sekalian Dede’ mau beli buku gambar sama pensil warna.” Jawab Mama begitu panjang
“Ok deh Ma, gaapapa. Penting saya udah sampe rumah. Ya kan Ma ?” jawabku menanggapi alasan kenapa Papa gaa jemput aku
“Iya sayang.” Jawab Mama begitu singkat, padat, dan jelas.
Yunaz hari ini kebetulan ada perlu untuk mencari buku untuk kiprah sekolahnya. Aku putuskan untuk memberitahu dimana saya biasa membeli buku dan perlengkapan lainnya dan kebetulan Yunaz mengetahui tempatnya. Sekalian aja bareng, tapi gaa mungkin kalo berangkat bareng.

Malam harinya saya berangkat ke toko buku yang saya maksud. Ternyata Mama memang mengajakku ke kawasan ini. Aku belum tau apakah Yunaz sudah tiba atau belum yang niscaya kita akan bertemu disini. Tak terlalu usang saya memilih-milih buku yang akan kubeli saya dicubit oleh orang, ternyata Yunaz. Mama segera menghampiriku untuk membantu mencarikan buku yang kucari.
“Gimana Nez, udah ketemu bukunya ?” tanya Mama padaku
“Belum Ma, ini masih yang bahan dasarnya aja. Yang pendalaman bahan dan soal-soal percobaannya belum. Bantuin ya Ma !” pintaku pada Mama
“Iya sayang, lho ini siapa Nez ?” tanya Mama padaku ketika melihat Yunaz.
“Temen Ma, kebetulan tadi ketemu di sini. Kenalin Ma ini Yunaz.” Jawabku dengan sedikit tercantum kebohongan
“Temen apa pacar sih Nez ? kan sekali-kali curhat ke Mama gaapapa Nez jangan ke Papa terus. Kalo pacar juga gaapapa Nez. Kamu udah dewasa, tapi jangan sampe kau lupa kiprah utamamu sebagai pelajar.” Jawab Mama sedikit menggodaku
“Beneran tante kalo pacar gaapapa ? Tante bercanda nih.” Sela Yunaz
“Kamu apaan sih Naz ? ada-ada aja.” Balasku agak jengkel
“Lho, kok jadi bertengkar sih ? kalian udah pada gede, gak aib sama Dede’ ?” Mama kembali bercanda denganku dan Yunaz.
“Eiia ada Dede’, saya lupa kalo ada Dede’. Sorry ya De’. Peace !” kataku lantaran saya gres sadar ada Dede’ di sebelahku
“jadi kalian emang pacaran nih ? jujur aja lah Nez, Mama ngizinin kok, tapi inget pesan Mama tadi. Belajarnya nomer satu. Yunaz juga, jangan lupa tugasnya sebagai pelajar ya.” Pesan Mama pada Yunaz
“Siap Tante, saya kan selalu berguru giat, biar gak kalah sama Nezti, ia kan pendekar di sekolah.” Canda Yunaz
“Mulai deh nihh.. Gaa di sms, gaa ngobrol sama aja candaannya.” Ucapku kesal sambil mencari buku yang saya inginkan
“Yahh Tante, Nezti marah. Gawat Tante.” Keluh Yunaz ke Mama
“Kamu sihh godain Nezti terus, murka deh Neztinya, !” balas Mama ke Yunaz
“Iya juga ya Tante. Nahh, saya udah nemuin buku yang saya cari, kau udah belum Nez ?” balas Yunaz ke saya dan Mama
“Udah nih, balik yuk.” Kataku
“Ok, ayo ke kasir Nez !” balas Mama

Siap Ma. Ayo Naz !” jawabku ke Mama dan Yunaz
“Meluncur !” balas Yunaz
Akhirnya saya telah selesai mencari buku, begitu juga dengan Yunaz. Aku senang Mama sanggup damai mendapatkan Yunaz sebagai pacar aku. Kelihatannya Mama memang orangnya kayak Papa, lezat buat kawasan curhat. Besok Mama meminta Yunaz untuk main ke rumah. Yunaz menyanggupinya, saya sangat senang.
Keesokan harinya Papa sudah berada di rumah, Beliau meminta maaf padaku lantaran kemarin tak sanggup menjemputku. Aku mengerti posisi Papa dengan bisnisnya. Beliau sangat sibuk lantaran harus meeting kesana kemari. Hari ini saya akan diantar oleh Papa dan dijemput oleh Papa lagi.

Sepulang dari sekolah, saya melihat ada motor yang terparkir di halaman rumahku. Saat saya masuk ternyata ada Mama dan Yunaz.
“Assalamu’alaikum..” ucapku bersamaan dengan Papa
“Wa’alaikumsalam..” jawab Mama dan Yunaz
“Ada tamu Ma, siapa ini Ma ? kok Papa belum pernah lihat.” Tanya Papa dengan bunyi lirih
“Ntar juga kenal Pa, tunggu aja.” Jawab Mama pada Papa
“Nez, ganti baju dulu sana, terus kesini ya Nez !” perintah Mama padaku
“Siap Ma.” Jawabku simple

Aku segera ganti baju dan menuju ke ruang tamu. Tapi dikala saya menuju ruang tamu tak kudapati Papa dan Mama disini. Ternyata mereka sedang mengobrol di ruang keluarga. Akhirnya saya tetapkan untuk menemani Yunaz terlebih dahulu.
“Kenalin Pa, ini Yunaz. Dia itu anaknya sholeh, sopan, pinter juga pengertian. Gimana berdasarkan Papa ?” Goda Mama padaku
“Menurut Papa juga gitu Ma, kelihatan dari dandanannya. Bisa diandalkan. Memang ia siapa Ma, Papa ingin tau !” tanya Papa penuh penasaran
“Dia itu pacarnya Nezti Pa, Mama gak sanggup berbuat apa-apa Pa. Yang penting buat Mama asal Nezti seneng, Mama juga seneng Pa. Mama takut kehilangan Nezti Pa. Mama sayang sama Nezti. Mama harap Yunaz sanggup jagain Nezti dengan baik. Dan gak buat Nezti kecewa.” Terang Mama sambil meneteskan air mata
“Papa juga sama kayak Mama. Papa gak sanggup kehilangan putri Papa ini. Papa pengen lihat ia senang Ma. Papa akan berpesan pada Yunaz untuk menjaga dan membahagiakan Nezti Ma. Tapi jangan nangis Ma, nanti Nezti curiga.” pinta Papa pada mama
“Iya Pa, Mama basuh muka dulu ntar eksklusif ke ruang tamu. Papa duluan aja. Jangan lama-lama.” Kata Mama
“Iya Ma,” Jawab Papa

*di ruang tamu
“Gimana ngobrolnya, udah selesai belum. Kelihatannya kok asyik banget. Papa gak ganggu kan Nez ?” canda Papa
“Papa apaan sih, ya nggak sama sekali lah Pa.” Jawabku
“Iya Om, malah saya seneng Om mau nemenin saya disini sama Nezti. Kan kalo 2 orang yang bukan muhrim sendirian yg ketiga setan. Kaprikornus kalo ada Om kan gaa bakal ada setan.” Canda Yunaz
“Kamu cerdas Yunaz.” Puji Papa pada Yunaz
“Makasih Om.” Jawab Yunaz
“Wahh wahh, udah pada asyik ngobrol nih, Mama ketinggalan dong. Mama gabung ya !” Sela Mama
“Silahkan Ma.” Jawabku
“Jadi begini Yunaz, Om sengaja minta kau ke sini lewat Mamanya Nezti. Karena Om pengen tau gimana sebenernya kekasih hati putri Om ini. Om ingin tau banget sama kamu. Dan kesannya kini kita sanggup kumpul disini.” Terang Papa
“Iya Om. Saya seneng sanggup ketemu eksklusif sama Om dan Tante disini.” Jawab Yunaz

Setelah cukup usang mengobrol, Yunaz meminta izin pada Papa dan Mama untuk pulang lantaran hari sudah menjelang sore.
“Om, Tante saya pamit dulu. Gaa terasa ternyata udah sore. Kapan-kapan kalo saya ada waktu saya main lagi ke sini.” Ucap Yunaz meminta izin
“Baiklah, tapi sebelum kau pulang Om sama Tante pengen kasih pesen ke kamu.” Kata Papa
“pesan apa Om ?” tanya Yunaz begitu simple
“Om dan Tante harap kau sanggup jaga Nezti menyerupai kau jaga diri kau sendiri. Dan kami juga berharap jangan hingga kau lukain hati Nezti. Apa kau sanggup ?” pesan Papa pada Yunaz
“Insya Allah saya siap Om. Saya sayang sama Nezti.” Jawab Yunaz dengan penuh percaya diri
“terima kasih Naz, kami percaya kau bisa.” Harap Mama
“Iya tante. Nez, saya duluan ya. Kapan-kapan saya maen lagi deh” Kata Yunaz
“Ok Naz, hati-hati dijalan ya. Jangan ngebut soalnya jalanan kalo sore kan rame.” Pintaku pada Yunaz
“Iya Nez, saya bakal hati-hati. Duluan ya Nez. Assalamu’alaikum Nezti. Mari Om, Tante” ucap Yunaz sedari pergi
“Wa’alaikumsalam” Jawab Papa, Mama, dan saya serentak
Tak terasa telah hampir satu tahun saya menjalin cinta dengan Yunaz. Aku kini telah menduduki tingkat SMA. Aku senang lantaran saya masih sanggup satu sekolah dengan sahabatku dari SMP, Nana. Bahkan tak hanya satu sekolah, kami juga satu kelas dan sebangku. Hari-hariku di Sekolah Menengan Atas sangat menyenangkan, saya sanggup bersosialisasi dengan dunia di luar sana. Tapi saya masih tetap bersama dengan kekasihku Yunaz yang selalu membimbingku supaya tak belok dari rel kehidupanku. Aku merasa semakin hari saya semakin mengerti arti sebuah ketulusan hati. Aku menyadari betapa pedulinya Yunaz kepadaku. Aku bersyukur sanggup mempunyai keluarga dan kekasih menyerupai ini. Mereka begitu sayang padaku dan tak pernah menyakiti perasaanku.

Pagi ini saya merasa ada yang mengganjal di hatiku, saya tiba-tiba ingin menjauh dari orang yang kusayang, Yunaz. Aku merasa ini benar-benar aneh, kesannya kuputuskan untuk mengajaknya keluar rumah hari ini. Kebetulan ia sedang ada waktu longgar. Aku ingin mengajaknya ke kawasan yg myngkin ia belum mengenalnya. Di sebuah kawasan yg sanggup membuatku begitu damai ketika sedang ada masalah.

Pukul 9 pagi saya keluar bersama Yunaz. Aku menawarkan arah menuju kawasan itu. Setelah kurang lebih 15 menit saya dan Yunaz hingga di kawasan yang kumaksud. Yunaz tak menyangka saya sanggup menemukan kawasan menyerupai ini. Padahal dibalik itu, saya telah menyusunnya semenjak saya mempunyai penyakit yg mungkin akan membuatku hidupku semakin pendek. Aku segera mengungkapkan tujuanku mengajaknya kemari. Aku sedikit ragu untuk mengatakannya, tapi saya tak mau terlambat untuk mengatakannya. Setelah Yunaz mendengar kata-kata yg keluar dari mulutku Ia terlihat begitu sedih, marah, kecewa, semua itu menjadi satu dalam raut Yunaz. Aku benar-benar tak tega melihatnya, namun saya semakin tidak tega Ia kehilangan saya dengan keadaan yang begitu menyakitkan yang mungkin lebih menyakitkan dari ini.

Setelah satu ahad saya putus dengan Yunaz saya kembali masuk RS. Aku benar-benar merasa umurku telah hampir habis. Aku memberi pesan pada Mama, supaya Mama membuka laci di meja belajarku ketika saatnya tiba. Mama mengerti apa maksudku. Aku segera masuk ke dalam ruangan yang begitu dingin, bahkan mungkin lebih masbodoh dari dikala saya berada di Korea dikala liburan keluarga. Badanku terasa begitu menggigil dan susah untuk digerakkan. Aku begitu resah kenapa saya menjadi menyerupai ini, saya berfikir penyakitku telah tak akrab denganku lagi.

Mungkin memang ini kehendak-Nya, saya mendengar dialog antara Mama, Papa, dan dokter. Namun saya tak mengerti keadaanku sedang sadar atau tidak.
“Dok, bagaimana keadaan putri saya. Tolong lakukan apa saja untuk menolongnya Dok” Tangis mama
“Iya dok, tolong Nezti. Dia sanggup diselamatkan Dok. Tolong dokter berusaha keras Dok. Saya ingin melihatnya senang Dok. Saya tak ingin ia mencicipi sakit di tubuhnya.” Ucap Papa
“Baik, namun kesempatan untuk menyelamatkan Nezti sangat kecil lantaran tumor otak yg menyerangnya telah membesar dan sangat berbahaya.” Tegas Dokter
Aku mendengar semua itu, saya mengerti apa bekerjsama penyakitku. Namun dibalik ini semua, saya telah mengetahui informasi itu dari dulu. Papa dan Mama mungkin sengaja menyembunyikannya dariku supaya saya tetap tegar. Aku mengerti maksud mereka. Mereka sangat sayang padaku sehingga mereka menyembunyikan informasi jelek itu dariku.

Tiba-tiba Mama berteriak memanggil dokter, saya mendengarnya namun saya tak mengerti apa yg terjadi sebenarnya. Aku sempat mengingat kembali Yunaz. Dia telah senang bersama pacar barunya, saya senang ia sanggup mencari penggantiku dengan cepat sehingga ia tak begitu usang terlarut dalam kesediNaz lantaran kehilangan aku.
“Mama, Yunaz.” Ucapku lirih
“Iya sayang, Yunaz bakal kesini. Dia lagi dijalan.” Terang Mama
“biarin ia senang sama pacar barunya, saya seneng Ma. Aku juga pengen ketemu Nana” Ucapanku makin lirih bahkan hampir tak terdengar
“Iya Nezti. Sabar ya sayang. Nana juga bakal kesini. Bentar lagi dateng.” Ucap Mama seraya menangis
“jangan nangis Pa, Ma. Nezti murung liat kalian nangis.” Aku ikut menangis. Aku berharap sanggup lebih usang bersama mereka, disamping mereka
“Nezti,”

Aku mendengar ada orang yg memanggilku.
“Nezti, saya sayang kau Nez, saya gaa mau kehilangan kamu” tangis Yunaz
“Naz, saya juga sayang sama kamu. Jaga pacarmu dengan baik, menyerupai kau jagain saya dulu. Aku besar hati sama kau Naz.” Tangisku
“Nezti..” Yunaz menangis
“Nezti, saya disini Nez.” Sapa Nana dengan ramah
“Na, saya kangen kamu.” Ucapku
“Semangat terus ya Na.” Lanjutku
“Nezti, saya masih pengen sanggup jadi sahabat kamu. Kamu sahabat terbaik saya Nez.” Terang Nana

Tetesan air mata Yunaz menyentuh tanganku. Aku merasa makin ingin lebih usang bersama orang yg kusayang. Namun saya tak sanggup menghindari takdir
“Naz, jangan nangis. Aku juga murung kalo kau sedih.” Tangisku
“Nezti, saya sayang kau Nez. Nezti..” Yunaz semakin menangis

Tiiiiiit.....
“Nezti...” semua orang di sekelilingku menangis
Aku mengerti perasaan mereka dikala ini. Mereka sangat sedih. Mama membuka laci di meja belajarku. Mama menemukan begitu banyak amplop. Disitu terdapat banyak nama-nama yg dituju oleh surat itu. Ada buat Mama, Papa, Dede’, Yunaz, dan Nana.
Mereka membaca surat itu masing-masing. Dan saya telah lega lantaran kini mereka mengerti apa maksudku selama ini. Terutama Yunaz, kini Ia mengerti mengapa saya memutuskannya dulu.

THE END

PROFIL PENULIS
Nama : Umi Fadhilah
Tanggal Lahir : 11 Maret 1998
Facebook : Dhila Febinda Triple FA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel