Wiro Sableng: Episode Empat Brewok Dari Goa Sanggreng 15
Selasa, 23 September 2014
Sebelumnya...
”Bocah haram jadah! Siapa kau!?!”, hardik Bergola Wungu seraya melintangkan golok di depan dada.
”Aku peringatkan pada kalian,” sahut Wiro Sableng dengan bunyi datar sedang mulutnya menyunggingkan seringai, ”aku tidak ada permusuhan dengan kalian. Sebaiknya tinggalkan daerah ini dengan aman!”
”Keparat betul, ” kertak Pitala Kuning. ”Apa kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa dikala ini?!”
”Aku tidak perduli siapa kalian! Tinggalkan daerah ini jikalau tidak mau susah!”
”Sebaiknya kamu berlutut dan minta ampun dihadapan kami, bocah gila!”
”Aku bilang tinggalkan daerah ini, apa kalian tuli semua masih pentang bacot?!”
Mendidihlah darah di kepala Bergola Wungu.
Sebagai satria yang gres turun gunung dan cemplungkan diri dalam dunia persilatan tentu saja Wiro Sableng buta pengalaman dalam pertempuran. Tapi selama tujuh belas tahun digembleng oleh Eyang Sinto Gendeng maka serangan-serangan yang dahsyat itu sama sekali tidak menciptakan satria muda ini menjadi gugup.
Eyang Sinto Gendeng talah menggemblengnya bukan hanya sekedar memberi pelajaran ilmu silat luar dalam dan melatihnya belaka, tapi latihan-latihan wanita sakti itu tak ada bedanya dengan pertempuran dahsyat yang benar-benar sanggup mencelakakan Wiro sendiri.
Ketika tiga serangan itu tiba ke arahnya, Wiro Sableng segera sambar pinggang Nilamsuri. Secepat kilat kemudian ia jatuhkan diri dan sambil berteriak hebat cowok ini hantamkan tinju kanannya ke kaki seekor kuda lawan yang hampir menendang batok kepala Nilamsuri. Kuda itu meringkik keras dan rubuh alasannya kakinya itu hancur. Penunggangnya yaitu si mata jereng Pitala Kuning terlempar ke tanah tapi dengan andalkan ilmu mengentengi tubuh berhasil jatuh dengan kedua kaki menginjak tanah.
Sementara golok panjang Bergola Wungu dan kelewang Seta Inging beradu keras di udara memercikkan bunga api maka sambil bergulingan di tanah, Wiro Sableng tak lupa hantamkan kaki kiri kanannya pada kaki-kaki kuda kedua insan berewok itu. Seperti dengan kuda Pitala Kuning tadi maka kedua hewan inipun melemparkan Bergola Wungu dan Seta Inging. Wiro Sableng menyandarkan Nilamsuri pada sebatang pohon dan cepat berkemas-kemas ketika dilihatnya tiga insan berewok itu mendatanginya.
Akan Ketut Ireng tak masuk hitungan alasannya dikala itu ia duduk menjelepok di tanah merintih alasannya kaki kanannya yang hitam gembung dan sakitnya bukan main!
”Aku peringatkan pada kalian untuk penghabisan kali!” kata Wiro Sableng,
”Tinggalkan daerah ini!”
”Jangan omong besar bedebah ingusan!” hardik Bergola Wungu dengan sangat geram.
”Sebut kamu punya nama semoga golokku ini tidak ingin tau menebas batang lehermu!”
Wiro Sableng mengeluarkan bunyi bersiul kemudian garuk-garuk kepala dan tertawa gelak- gelak. Kemudian menyanyilah murid Eyang Sinto Gendng ini.
Anak kecil ndeso namanya biang bodoh,
Tua bangka ndeso namanya biang bodoh,
Monyet ingin jadi manusia,
Kenapa insan piara berewok,
Apa mau jadi monyet….
Tolol, bodoh, bego, geblek!
Marahlah Bergola Wungu mendengar tembang yang kata-katanya ditujukan kepadanya sebagai ejekan itu.
”Bocah gila!” bentaknya, ” terima ujung golokku ini!”
Dengan pergunakan jurus ”burung bangau mematuk kodok,” Bergola Wungu tusukkan golok panjangnya ke arah tenggorokan Wiro Sableng. Pendekar Gunung Gede ini segera meringankan badan. Ujung golok hanya lewat setengah jengkal disamping lehernya.
Wiro tertawa mengejek.
Panas pemimpin Empat Berewok dari Gua Sanggreng ini tidak terkirakan. Baru hari ini ilmu golok yang sangat dibanggakannya itu dikelit dengan demikian gampang bahkan sambil tertawa mengejek dan menantang!
Dengan kertakkan rahang Bergola Wungu balikkan mata pedang dan babatkan senjata itu. Kali ini maksudnya untuk menebas batang leher si pemuda. Kedua kaki Wiro Sableng bergerak sedikit, tangan kirinya menepis lengan yang memegang golok sedang telapak asisten dihantamkan ke dada Bergola Wungu! Kepala rampok itu mengeluarkan jerit tertahan.
Tubuhnya terhuyung ke belakang hampir jatuh duduk di tanah. Ketika ia memandang ke dadanya yang dihantam telapak tangan lawan, parasnya dengan serta merta menjadi pucat!
Baju hitamnya robek hangus. Pada kulit dada yang tadi kena dihantam terlukis memutih telapak tangan dan jari-jari tangan Wiro Sableng! Pada tengah-tengah lukisan itu tertera angka hitam 212. Dan sakitnya dada yang bertanda telapak asisten berikut angka 212 itu bukan olah-olah. Meski Bergola Wungu sudah alirkan seluruh tenaga dalamnya, rasa sakit itu hanya sedikit saja berhasil dikuranginya!
Pitala Kuning dan Seta Inging tidak kurang pula pucat tampang-tampang mereka melihat apa yang terjadi dengan pemimpin mereka. Tidak dinyana cowok belia berparas macam belum dewasa itu lihay sekali. Apa arti angka 212 yang membekas hitam di kulit Bergola Wungu itu?
Pukulan ”telapak 212” yang dilancarkan oleh Wiro Sableng tadi itu hanya mempergunakan seperlima penggalan saja dari tenaga dalamnya! Kalau saja satria muda ini pergunakan setengah saja penggalan dari seluruh tenaga dalamnya maka pastilah Bergola Wungu akan meregang nyawa dengan dada remuk!
Luapan amarah Bergola Wungu menciptakan pemimpin rampok yang malang melintang di sungai Cimandilu ini lupakan kenyataan bahwa cowok yang dicapnya sebagai ”pemuda gila”, ”bocah ingusan” itu bahwasanya bukanlah tandingannya!
Bergola Wungu majukan kaki kanan dan surutkan kaki kiri. Golok panjang dipegang lurus ke muka.
”Bocah sedeng! Kau telah bikin cacad dadaku! Aku Bergola Wungu akan berbaik hati untuk membalasnya! Kau tahu jurus apa yang bakal saya lancarakan ini?!”
Pendekar kapak kematian naga geni menjawab dengan tertawa bergelak sambil garuk- garuk kepalanya yang berambut gondrong.
”Lucu!” kata Wiro Sableng pula. ”Bertempur ya bertempur. Kenapa musti pakai pidato segala!”
Bergola Wungu merasa tubuhnya ibarat terbakar oleh kobaran amarahnya yang menggelegak. ”Kau boleh tertawa dan mengejek sepuas hatimu bocah gila! Bila golokku berkiblat dalam jurus: merobek langit, kamu akan tahu rasa nanti!”
Adapun jurus ilmu golok yang disebut ”merobek langit” itu ialah jurus yang telah dipergunakan oleh Bergola Wungu untuk ”menelanjangi” tubuh Nilamsuri yaitu dengan merobek-robek pakaian gadis itu dengan ujung goloknya.
”Jurus merobek langit memang hebat kedengarannya!” kata Wiro Sableng. ”Tapi coba buktikan. Jangan-jangan cuma jurus kosong belaka!” Tanpa banyak bicara Bergola Wungu segera putar goloknya dengan sebat. Angin menderu dahsyat keluar dari sambaran golok. Demikian hebatnya seperti golok itu bermetamorfosis ratusan banyaknya! Dalam sekejapan mata saja tubuh Wiro Sableng sudah terbungkus gulungan golok! Yang anehnya, diserang hebat demikian rupa tidak serambutpun Wiro Sableng bergerak. Dan lebih asing lagi ialah alasannya golok Bergola Wungu sama sekali tidak sanggup mendekati penggalan tubuh manapun dari Wiro Sableng! Manusia berewok ini mencak-mencak sendirian macam monyet terbakar ekor! Seta Inging dan Pitala Kuning yang saksikan insiden itu mau tak mau jadi leletkan lidah!
Demikianlah hebatnya ilmu ”benteng tornado melanda samudra” yang dikeluarkan Wiro Sableng sehingga setiap sambaran bacokan dan sabetan golok sama sekali tidak sanggup mengenai tubuh Wiro Sableng. Tubuh golok dilanda terus-terusan oleh gulungan angin dahsyat yang membungkus tubuh murid Sinto Gendeng itu!
Bergola Wungu membentak keras dan percepat permainan goloknya. Tapi hingga dua puluh jurus dimuka tetap saja goloknya tak sanggup membentur sasarannya di tubuh Wiro! Pakaian dan tubuhnya sudah mandi keringat. Pegangan pada hulu golok sudah licin. Keletihan menciptakan gerakannya mulai menjadi lamban!
”Seta Inging! Pitala Kuning! Jangan jadi patung! Bantu aku!” teriak Bergola Wungu dengan sangat beringas.
Mendengar perintah ini Pitala Kuning dan Seta Inging segera menyerbu dengan senjata di tangan. Sebatang golok panjang, sebuah ruyung berduri dan sebuah kelewang dengan dahsyatnya menyambar-nyambar ke tubuh Wiro Sableng. Tapi ilmu ”benteng tornado melanda samudera” menciptakan ketiga senjata itu tak ada arti sama sekali.
Wiro Sableng tertawa bergelak. Tawa gelak yang disertai tenaga dalam ini menambah hebat perbawa ilmu ”benteng tornado melanda samudera!”
Sepuluh jurus berlalu.
”Ciaatt!!” tiba tiba satria kapak kematian Naga Geni membentak keras. Tiga insan berewok keluarkan usul tertahan dan lompat dari kalangan pertempuran. Mata mereka melotot besar memandang ke tangan Wiro Sableng yang dikala itu telah merampas dan menggenggam senjata mereka!! Ketut Ireng yang duduk menjelepok merintih kesakitan, juga tak ketinggalan terbeliak dan terlongong-longong!
Nama bukan nama gres dalam dunia persilatan pada masa itu mereka populer sebagai persekutuan rampok yang bakir tinggi dan ditakuti di sepanjang sungai Cimandilu. Terutama pemimpin mereka Bergola Wungu diakui kehebatan permainan goloknya oleh kalangan persilatan! Mereka tahu, jikalau cowok itu inginkan nyawa mau mencelakakan mereka maka sudah semenjak tadi hal itu sanggup dilakukannya!
”Kalau hari ini kami diberi sedikit pelajaran,” kata Bergola Wungu dengan bunyi bergetar, ”maka ketahuilah bahwa kami tak akan melupakan insiden ini. Suatu hari kami akan tiba untuk meneruskna apa yang terjadi hari ini!”
Wiro Sableng tertawa bergelak, ”Bagus, bagus! Kau masih sanggup pidato huh!! Ini terima kembali senjata kalian!”
Sekali asisten Wiro Sableng bergerak maka ketiga senjata lawan yang tadi dirampasnya sekarang melesat ke arah ketiga orang itu masing-masing pada pemiliknya,
Bergola Wungu menangkap hulu golok, Seta Inging menangkap gagang kelewang sedang Pitala Kuning menyambuti tangkai ruyung berdurinya.
Tanpa banyak bicara ketiga orang itu dengan membawa mitra mereka yang menderita sakit pada kakinya, segera hendak angkat kaki. Tapi sebelum mereka berlalu Wiro Sableng berkata:
”Satu hal kalian harus ingat baik-baik manusia-manusia berewok. Jika kalian berani lagi ganggu ini gadis, berarti kalian ingin cepat-cepat masuk liang kubur!”
Bersambung...
”Bocah haram jadah! Siapa kau!?!”, hardik Bergola Wungu seraya melintangkan golok di depan dada.
”Aku peringatkan pada kalian,” sahut Wiro Sableng dengan bunyi datar sedang mulutnya menyunggingkan seringai, ”aku tidak ada permusuhan dengan kalian. Sebaiknya tinggalkan daerah ini dengan aman!”
”Keparat betul, ” kertak Pitala Kuning. ”Apa kamu tidak tahu berhadapan dengan siapa dikala ini?!”
”Aku tidak perduli siapa kalian! Tinggalkan daerah ini jikalau tidak mau susah!”
”Sebaiknya kamu berlutut dan minta ampun dihadapan kami, bocah gila!”
”Aku bilang tinggalkan daerah ini, apa kalian tuli semua masih pentang bacot?!”
Mendidihlah darah di kepala Bergola Wungu.
Sebagai satria yang gres turun gunung dan cemplungkan diri dalam dunia persilatan tentu saja Wiro Sableng buta pengalaman dalam pertempuran. Tapi selama tujuh belas tahun digembleng oleh Eyang Sinto Gendeng maka serangan-serangan yang dahsyat itu sama sekali tidak menciptakan satria muda ini menjadi gugup.
Eyang Sinto Gendeng talah menggemblengnya bukan hanya sekedar memberi pelajaran ilmu silat luar dalam dan melatihnya belaka, tapi latihan-latihan wanita sakti itu tak ada bedanya dengan pertempuran dahsyat yang benar-benar sanggup mencelakakan Wiro sendiri.
Ketika tiga serangan itu tiba ke arahnya, Wiro Sableng segera sambar pinggang Nilamsuri. Secepat kilat kemudian ia jatuhkan diri dan sambil berteriak hebat cowok ini hantamkan tinju kanannya ke kaki seekor kuda lawan yang hampir menendang batok kepala Nilamsuri. Kuda itu meringkik keras dan rubuh alasannya kakinya itu hancur. Penunggangnya yaitu si mata jereng Pitala Kuning terlempar ke tanah tapi dengan andalkan ilmu mengentengi tubuh berhasil jatuh dengan kedua kaki menginjak tanah.
Sementara golok panjang Bergola Wungu dan kelewang Seta Inging beradu keras di udara memercikkan bunga api maka sambil bergulingan di tanah, Wiro Sableng tak lupa hantamkan kaki kiri kanannya pada kaki-kaki kuda kedua insan berewok itu. Seperti dengan kuda Pitala Kuning tadi maka kedua hewan inipun melemparkan Bergola Wungu dan Seta Inging. Wiro Sableng menyandarkan Nilamsuri pada sebatang pohon dan cepat berkemas-kemas ketika dilihatnya tiga insan berewok itu mendatanginya.
Akan Ketut Ireng tak masuk hitungan alasannya dikala itu ia duduk menjelepok di tanah merintih alasannya kaki kanannya yang hitam gembung dan sakitnya bukan main!
”Aku peringatkan pada kalian untuk penghabisan kali!” kata Wiro Sableng,
”Tinggalkan daerah ini!”
”Jangan omong besar bedebah ingusan!” hardik Bergola Wungu dengan sangat geram.
”Sebut kamu punya nama semoga golokku ini tidak ingin tau menebas batang lehermu!”
Wiro Sableng mengeluarkan bunyi bersiul kemudian garuk-garuk kepala dan tertawa gelak- gelak. Kemudian menyanyilah murid Eyang Sinto Gendng ini.
Anak kecil ndeso namanya biang bodoh,
Tua bangka ndeso namanya biang bodoh,
Monyet ingin jadi manusia,
Kenapa insan piara berewok,
Apa mau jadi monyet….
Tolol, bodoh, bego, geblek!
Marahlah Bergola Wungu mendengar tembang yang kata-katanya ditujukan kepadanya sebagai ejekan itu.
”Bocah gila!” bentaknya, ” terima ujung golokku ini!”
Dengan pergunakan jurus ”burung bangau mematuk kodok,” Bergola Wungu tusukkan golok panjangnya ke arah tenggorokan Wiro Sableng. Pendekar Gunung Gede ini segera meringankan badan. Ujung golok hanya lewat setengah jengkal disamping lehernya.
Wiro tertawa mengejek.
Panas pemimpin Empat Berewok dari Gua Sanggreng ini tidak terkirakan. Baru hari ini ilmu golok yang sangat dibanggakannya itu dikelit dengan demikian gampang bahkan sambil tertawa mengejek dan menantang!
Dengan kertakkan rahang Bergola Wungu balikkan mata pedang dan babatkan senjata itu. Kali ini maksudnya untuk menebas batang leher si pemuda. Kedua kaki Wiro Sableng bergerak sedikit, tangan kirinya menepis lengan yang memegang golok sedang telapak asisten dihantamkan ke dada Bergola Wungu! Kepala rampok itu mengeluarkan jerit tertahan.
Tubuhnya terhuyung ke belakang hampir jatuh duduk di tanah. Ketika ia memandang ke dadanya yang dihantam telapak tangan lawan, parasnya dengan serta merta menjadi pucat!
Baju hitamnya robek hangus. Pada kulit dada yang tadi kena dihantam terlukis memutih telapak tangan dan jari-jari tangan Wiro Sableng! Pada tengah-tengah lukisan itu tertera angka hitam 212. Dan sakitnya dada yang bertanda telapak asisten berikut angka 212 itu bukan olah-olah. Meski Bergola Wungu sudah alirkan seluruh tenaga dalamnya, rasa sakit itu hanya sedikit saja berhasil dikuranginya!
Pitala Kuning dan Seta Inging tidak kurang pula pucat tampang-tampang mereka melihat apa yang terjadi dengan pemimpin mereka. Tidak dinyana cowok belia berparas macam belum dewasa itu lihay sekali. Apa arti angka 212 yang membekas hitam di kulit Bergola Wungu itu?
Pukulan ”telapak 212” yang dilancarkan oleh Wiro Sableng tadi itu hanya mempergunakan seperlima penggalan saja dari tenaga dalamnya! Kalau saja satria muda ini pergunakan setengah saja penggalan dari seluruh tenaga dalamnya maka pastilah Bergola Wungu akan meregang nyawa dengan dada remuk!
Luapan amarah Bergola Wungu menciptakan pemimpin rampok yang malang melintang di sungai Cimandilu ini lupakan kenyataan bahwa cowok yang dicapnya sebagai ”pemuda gila”, ”bocah ingusan” itu bahwasanya bukanlah tandingannya!
Bergola Wungu majukan kaki kanan dan surutkan kaki kiri. Golok panjang dipegang lurus ke muka.
”Bocah sedeng! Kau telah bikin cacad dadaku! Aku Bergola Wungu akan berbaik hati untuk membalasnya! Kau tahu jurus apa yang bakal saya lancarakan ini?!”
Pendekar kapak kematian naga geni menjawab dengan tertawa bergelak sambil garuk- garuk kepalanya yang berambut gondrong.
”Lucu!” kata Wiro Sableng pula. ”Bertempur ya bertempur. Kenapa musti pakai pidato segala!”
Bergola Wungu merasa tubuhnya ibarat terbakar oleh kobaran amarahnya yang menggelegak. ”Kau boleh tertawa dan mengejek sepuas hatimu bocah gila! Bila golokku berkiblat dalam jurus: merobek langit, kamu akan tahu rasa nanti!”
Adapun jurus ilmu golok yang disebut ”merobek langit” itu ialah jurus yang telah dipergunakan oleh Bergola Wungu untuk ”menelanjangi” tubuh Nilamsuri yaitu dengan merobek-robek pakaian gadis itu dengan ujung goloknya.
”Jurus merobek langit memang hebat kedengarannya!” kata Wiro Sableng. ”Tapi coba buktikan. Jangan-jangan cuma jurus kosong belaka!” Tanpa banyak bicara Bergola Wungu segera putar goloknya dengan sebat. Angin menderu dahsyat keluar dari sambaran golok. Demikian hebatnya seperti golok itu bermetamorfosis ratusan banyaknya! Dalam sekejapan mata saja tubuh Wiro Sableng sudah terbungkus gulungan golok! Yang anehnya, diserang hebat demikian rupa tidak serambutpun Wiro Sableng bergerak. Dan lebih asing lagi ialah alasannya golok Bergola Wungu sama sekali tidak sanggup mendekati penggalan tubuh manapun dari Wiro Sableng! Manusia berewok ini mencak-mencak sendirian macam monyet terbakar ekor! Seta Inging dan Pitala Kuning yang saksikan insiden itu mau tak mau jadi leletkan lidah!
Demikianlah hebatnya ilmu ”benteng tornado melanda samudra” yang dikeluarkan Wiro Sableng sehingga setiap sambaran bacokan dan sabetan golok sama sekali tidak sanggup mengenai tubuh Wiro Sableng. Tubuh golok dilanda terus-terusan oleh gulungan angin dahsyat yang membungkus tubuh murid Sinto Gendeng itu!
Bergola Wungu membentak keras dan percepat permainan goloknya. Tapi hingga dua puluh jurus dimuka tetap saja goloknya tak sanggup membentur sasarannya di tubuh Wiro! Pakaian dan tubuhnya sudah mandi keringat. Pegangan pada hulu golok sudah licin. Keletihan menciptakan gerakannya mulai menjadi lamban!
”Seta Inging! Pitala Kuning! Jangan jadi patung! Bantu aku!” teriak Bergola Wungu dengan sangat beringas.
Mendengar perintah ini Pitala Kuning dan Seta Inging segera menyerbu dengan senjata di tangan. Sebatang golok panjang, sebuah ruyung berduri dan sebuah kelewang dengan dahsyatnya menyambar-nyambar ke tubuh Wiro Sableng. Tapi ilmu ”benteng tornado melanda samudera” menciptakan ketiga senjata itu tak ada arti sama sekali.
Wiro Sableng tertawa bergelak. Tawa gelak yang disertai tenaga dalam ini menambah hebat perbawa ilmu ”benteng tornado melanda samudera!”
Sepuluh jurus berlalu.
”Ciaatt!!” tiba tiba satria kapak kematian Naga Geni membentak keras. Tiga insan berewok keluarkan usul tertahan dan lompat dari kalangan pertempuran. Mata mereka melotot besar memandang ke tangan Wiro Sableng yang dikala itu telah merampas dan menggenggam senjata mereka!! Ketut Ireng yang duduk menjelepok merintih kesakitan, juga tak ketinggalan terbeliak dan terlongong-longong!
Nama bukan nama gres dalam dunia persilatan pada masa itu mereka populer sebagai persekutuan rampok yang bakir tinggi dan ditakuti di sepanjang sungai Cimandilu. Terutama pemimpin mereka Bergola Wungu diakui kehebatan permainan goloknya oleh kalangan persilatan! Mereka tahu, jikalau cowok itu inginkan nyawa mau mencelakakan mereka maka sudah semenjak tadi hal itu sanggup dilakukannya!
”Kalau hari ini kami diberi sedikit pelajaran,” kata Bergola Wungu dengan bunyi bergetar, ”maka ketahuilah bahwa kami tak akan melupakan insiden ini. Suatu hari kami akan tiba untuk meneruskna apa yang terjadi hari ini!”
Wiro Sableng tertawa bergelak, ”Bagus, bagus! Kau masih sanggup pidato huh!! Ini terima kembali senjata kalian!”
Sekali asisten Wiro Sableng bergerak maka ketiga senjata lawan yang tadi dirampasnya sekarang melesat ke arah ketiga orang itu masing-masing pada pemiliknya,
Bergola Wungu menangkap hulu golok, Seta Inging menangkap gagang kelewang sedang Pitala Kuning menyambuti tangkai ruyung berdurinya.
Tanpa banyak bicara ketiga orang itu dengan membawa mitra mereka yang menderita sakit pada kakinya, segera hendak angkat kaki. Tapi sebelum mereka berlalu Wiro Sableng berkata:
”Satu hal kalian harus ingat baik-baik manusia-manusia berewok. Jika kalian berani lagi ganggu ini gadis, berarti kalian ingin cepat-cepat masuk liang kubur!”
Bersambung...