Wiro Sableng: Episode Empat Brewok Dari Goa Sanggreng 12

 Episode Empat Brewok Dari Goa Sanggreng  Wiro Sableng: Episode Empat Brewok Dari Goa Sanggreng 12
Sebelumnya...
Dia masih juga mencabuti rerumputan yang bertumbuhan di makam itu. Dia sama sekali tak mengacuhkan derap kaki kuda yang menggeru di belakangnya alasannya menyangka bahwa itu yaitu kuda-kuda yang biasa kemudian lalang di kawasan tersebut. Tapi tangannya yang halus itu berhenti mencabuti rerumputan ketika di belakangnya terdengar bunyi tertawa seseorang.
”Ha…. ha…. inikah insan yang menjadi anak tunggal keparat Kalingundil?!”
Gadis enam belas tahun yang berlutut di muka makam itu putar kepala. Empat orang penunggang kuda dilihatnya berjejer di belakangnya. Penunggang kuda yang paling depanlah yang tadi tertawa dan buka suara. Tubuhnya jangkung, berewoknya lebih lebat dari berewok tiga insan lainnya, tampangnyapun lebih angker.
”He…. he…. bagus juga parasnya huh?!”, kata pria ini yang tak lain dari Bergola Wungu adanya.
”Tapi sayang, kepalanya musti kita pisahkan dari badannya. Bukankah demikian, Bergola Wungu?!”
”Betul, tapi tak perlu cepat-cepat. Agaknya beliau sanggup memuaskan seleraku dan kalian semua!”
Keempat orang itu tertawa bekakakan.
”Kunyuk-kunyuk hitam berewok! Kalian siapa?!”, hardik gadis berbaju biru. Dengan enteng beliau berdiri. Tangan kanan memegang hulu pedang yang tersisip di pinggang.
”Eh, galak juga betina ini!”, kata Ketut Ireng.
”Tapi bila kamu mau kenal kami, saya tak keberatan untuk memperkenalkan diri. Namaku Ketut Ireng…. Ini Bergola Wungu. Yang ini, yang gemuk pendek Seta Inging dan ini yang matanya jereng Pitala Kuning. Nah... nah... kini kamu tak keberatan kasih tahu namamu….?” Keempat orang itu tertawa lagi.
”Manusia edan! Berlalulah dari hadapanku! Kecuali bila mau rasa tebasan pedangku!”
”Ah, besar mulutnya sama saja sama bapaknya!”, kata Bergola Wungu sambil usap- usap berewoknya. ”Ketahuilah kami tiba untuk mengirim bapakmu ke liang kubur. Itupun bila ada liang kubur yang masih mau menerimanya!”
”Mulutmu terlalu besar monyet berewok!”, hardik gadis itu. ”Aku mau lihat apakah juga cukup besar untuk mendapatkan ujung pedangku ini?!”
Diiringi dengan pekik yang membising maka berkiblatlah sebatang pedang ke arah kepala Bergola Wungu! Kejut keempat orang itu, terutama Bergola Wungu sendiri tidak terkirakan. Kalau tidak cepat beliau buang diri dari punggung kuda pastilah kepalanya akan terbelah dua.
Tapi selagi tubuhnya melayang di udara, maka ketika itu pula pedang di tangan si gadis sekali lagi membabat sebat. Bergola Wungu membentak keras dan jungkir balik ke samping kiri. Pedang si gadis yang seharusnya membabat kutung pinggangnya kini menemui sasarannya di leher kuda tunggangan Bergola Wungu. Kuda itu meringkik dahsyat sebelum meregang nyawa. Menggelepar-gelepar dengan leher hampir putus. Kuda-kuda yang lainnya latah meringkik dan menjadi binal melihat muncratan darah. Untung saja tiga penunggangnya sudah melompat lebih dahulu. Kalau tidak pastilah mereka akan dilempar mental! Tiga ekor kuda itu ibarat asing kemudian lari menghambur menerjangi batu-batu nisan pekuburan!
”Iblis betina!”, kertak Bergola Wungu. ”Meski kamu punya tampang bagus dan tubuh mulus, apa kamu sangka saya ragu-ragu untuk menebas kamu punya batang leher?!”
”Jangan jual bacot kunyuk berewok! Lihat pedang!” pedang di tangan si gadis itu berkelebat lagi lebih cepat dan sebat.
”Sreet!” Bergola Wungu cabut golok panjangnya.
Dan….
”Trang!”
Dua senjata beradu keras di udara memercikkan bunga api yang menyilaukan mata. Tangan Bergola Wungu tergetar kesemutan sedang si gadis baju biru terpental beberapa langkah ke belakang. Pedang di tangannya hampir saja terlepas!
Meski tahu bila tenaga dalam dan ilmu silat insan berewok itu lebih tinggi dari padanya, namun gadis yang keras hati ini tidak menjadi kecut. Dengan lengkingan dahsyat yang keluar dari tenggorokannya maka berubahlah tubuhnya menjadi bayang-bayang.
Sinar pedang menggebubu membungkus tubuh Bergola Wungu! Tapi Bergola Wungu bukan insan hijau dalam dunia persilatan. Bukan anak kemarin. Percuma beliau malang melintang belasan tahun menjadi pemimpin dari Empat Berewok dari Goa Sanggreng. Sekali beliau enjot kedua kaki maka tubuhnyapun lenyap dari pemandangan.
”Breet.... breet.... breet.... breet....!!!”
Gadis baju biru terpekik dan keluar dari kalangan pertempuran. Mukanya merah gelap ketika menyadari bagaimana ujung golok Bergola Wungu telah menciptakan lebih dari sepuluh robekan pada pakaiannya sehingga gadis itu kini hampir berada dalam keadaan setengah telanjang!
”Manusia binatang!” rutuk gadis baju biru. ”Hari ini saya mengadu nyawa terhadapmu!” Dengan segala kekalapan beliau menyerbu ke muka. Pedangnya menderu laksana topan. Bergola Wungu berkelit ke samping. Pedang si gadis hantam kerikil nisan sehingga terkutung dua! Dia kembali membabat ke arah pinggang. Tapi pada ketika itu lengan kiri Bergola Wungu telah menghantam pergelangan tangan kanannya, menciptakan pedangnya terlepas dan mental jauh.
”Ha.... ha.... hari ini tamatlah riwayatmu sebagai anak Kalingundil!” Golok panjang di tangan Bergola Wungu kembali mebabat kian kemari. Kembali terdengar suara: breet.... breet.... breet....! Dan kini celana biru si gadis yang menjadi sasaran ujung golok.
Dalam waktu setengah jurus saja boleh dikatakan gadis itu sudah hampir telanjang. Pakaiannya yang robek-robek besar tiada sanggup menutupi keputihan buah dada, perut, punggung serta pahanya!
Dengan andalkan kecepatan gerak bahkan dengan gulingkan diri di tanah anak wanita Kalingundil ini berusaha untuk selamatkan diri. Namun ujung golok Bergola Wungu benar-benar telah mengurungnya dari pelbagai jurusan. Tak mungkin baginya untuk lari, tak mungkin baginya untuk selamatkan nyawa!
”Sreet….!”
Ujung rambut gadis itu terbabat putus.
”Sreet….!”
Tali celana biru si gadis terkutung putus sehingga celana itu jatuh dari pinggangnya dan auratnya benar-benar tiada tertutup kini!
”Bedebah! Bunuh saja aku! Bunuh!” teriak gadis itu.
Bergola Wungu tertawa mengakak.
”Bunuh soal mudah!”, katanya sambil tekankan ujung golok ke tenggorokan gadis itu.
”tapi apa kamu tahu bahwa dulu sebelum membunuh ibuku, kamu punya bapak lebih dulu memperkosanya?! Ha…. ha…. Hukum eksekusi alam kini berlaku! Hukum karma!”
Tiba-tiba dengan kecepatan yang luar biasa si gadis sorongkan batang lehernya ke muka. Tapi gerakan Bergola Wungu lebih cepat lagi. Ujung golok digesernya ke samping. Begitu si gadis terdorong ke muka maka tangan kirinya dengan sigap menyambar rambutsi gadis. Gadis yang hampir tak berdaya itu masih berusaha menendangkan kakinya ke muka.
Serangan yang tak berarti itu tidak mengenai sasarannya. Bergola Wungu melemparkan gadis itu ke tanah kemudian menyergapnya dengan ganas. Keduanya bergulung-gulung. Yang satu berusaha untuk mempertahankan kehormatannya, yang satu sengaja untuk menghancurkan kehormatan itu!
”Kawan-kawan!”, teriak Bergola Wungu. ”Jangan membisu saja! Gadis ini yaitu pecahan kita semua! Ayo tunggu apa lagi?!”
Serentak dengan itu tiga orang anak buah Bergola Wungu segera menyerbu pula.
Seorang gadis, empat pria bergulung-gulung di tanah pekuburan! Menjerit, berteriak, menendang dan menerjang. Seakan-akan mereka semua sudah sinting kemasukan setan- setan kuburan!
Bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel