Mahabarata Episode 5: Perihal Ilmu Mistik Sanjiwini

 pertempuran panjang dan sengit antara para dewata dengan para raksasa Mahabarata Episode 5: Ihwal Ilmu Gaib Sanjiwini
Sebelumnya...
Pada jaman dahulu kala, sering terjadi pertempuran- pertempuran panjang dan sengit antara para dewata dengan para raksasa. Mereka berebut ingin menguasai ketiga dunia. Para dewata dipimpin seorang resi berjulukan Wrihaspati yang sangat populer alasannya pengetahuannya yang mendalam perihal kitab-kitab Weda, sedangkan para raksasa dipimpin Mahaguru Sukra yang pandai bijaksana. Wrihaspati dan Sukra sama-sama jago perang yang sangat termasyhur. Tetapi, Sukra mempunyai keunggulan yang sangat mengerikan, yaitu ilmu mistik Sanjiwini yang sanggup menghidupkan siapa saja yang sudah mati. Jadi, setiap kali ada raksasa mati di medan pertempuran, Sukra sanggup menghidupkannya lagi. Begitu berkali-kali, sehingga jumlah mereka tak pernah berkurang dan mereka sanggup melanjutkan perang melawan para dewata. Akibatnya, para dewata selalu kalah melawan para raksasa.
Akhirnya, para dewata berunding, mencari nalar untuk mengalahkan para raksasa. Diputuskanlah untuk mene- mui Kacha, putra Wrihaspati, dan meminta bantuannya. Mereka berharap Kacha sanggup menawan hati Sukra dan membujuknya supaya ia diijinkan menjadi murid mahaguru itu. Dengan menjadi murid Sukra, para dewata berharap Kacha sanggup menguasai ilmu mistik Sanjiwini, dengan cara mulia atau cara curang, sehingga para dewata sanggup terhin- dar dari kekalahan terus-menerus.
Kacha menyanggupi seruan para dewata itu. Ia kemudian pergi menghadap Mahaguru Sukra yang tinggal di istana Raja Wrishaparwa, raja para raksasa.
Sampai di hadapan mahaguru itu, Kacha memberi salam hormat kemudian berkata, “Hamba ini cucu Resi Angiras dan anak Resi Wrihaspati. Hamba telah bersumpah men- jadi seorang brahmacharin dan ingin menuntut ilmu di bawah asuhan Yang Mulia Mahaguru.”
Sesuai adat, seorang guru yang bijaksana dihentikan menolak murid yang ingin berguru kepadanya. Maka Mahaguru Sukra berkata, “Kacha, engkau ialah keturu- nan keluarga baik-baik. Aku terima kamu sebagai muridku. Dan ingatlah, saya terima kamu alasannya saya ingin menun- jukkan hormatku kepada Resi Wrihaspati, ayahmu.”
Demikianlah, Kacha pun menjadi murid Mahaguru Sukra. Semua kiprah kewajiban yang diberikan oleh guru- nya dikerjakannya dengan sungguh-sungguh. Salah satu tugasnya ialah menghibur putri Mahaguru Sukra yang berjulukan Dewayani. Mahaguru itu hanya mempunyai seorang anak. Tak heran, Dewayani menjadi tumpahan kasih sayangnya. Semua keinginannya selalu dikabulkan.
Kacha diperintahkan menghibur Dewayani dengan menyanyi, menari atau mengajaknya bermain. Lama kelamaan, Kacha tertarik kepada putri itu. Tetapi, alasannya ia telah bersumpah menjadi brahmacharin yang sepenuh- nya mengabdikan diri untuk berguru ilmu agama di bawah bimbingan seorang guru dan mengamalkan segala keba- jikan hidup tanpa menikah, ia menahan diri dan berusaha keras untuk tidak melanggar sumpahnya.
Sementara itu, para raksasa yang mengetahui bahwa pemimpin mereka mengambil anak Wrihaspati sebagai murid merasa cemas dan curiga. Jangan-jangan niat Kacha tidak tulus berguru. Jangan-jangan sesungguhnya Kacha ingin mencari kesempatan untuk membujuk guru- nya supaya memperlihatkan diam-diam ilmu mistik Sanjiwini. Karena itu, mereka berunding, mencari nalar untuk membunuh Kacha.
Pada suatu hari, mirip biasa Kacha menggembalakan sapi-sapi gurunya ke padang rumput. Tiba-tiba tiba beberapa raksasa, mereka menyergapnya kemudian membunuh- nya. Mayat Kacha dicincang dan dibiarkan menjadi makanan anjing.
Sore harinya, sapi-sapi itu pulang ke sangkar tanpa Kacha. Dewayani yang melihat hal itu merasa cemas. Ia segera menemui ayahnya. Katanya sambil menangis tersedu-sedu, “Matahari telah terbenam, dan pedupaan untuk pemujaan malam Ayahanda telah dinyalakan, tetapi Kacha belum pulang. Sapi-sapi gembalaannya sudah pulang ke kandang. Ananda khawatir kalau-kalau sesuatu yang jelek menimpa Kacha. Tolonglah dia, Ayah. Ananda sangat mencintainya dan tak sanggup hidup tanpa dia.”
Mendengar permohonan putri kesayangannya, Maha- guru Sukra segera mengucapkan mantra. Dengan kesak- tiannya, ia tahu Kacha sudah mati. Karena itu, untuk menghidupkan kembali dan memanggil cowok itu, ia mengucapkan mantra mistik Sanjiwini. Seketika itu Kacha hidup kembali dan berada di hadapan mereka dengan wajah tersenyum. Dewayani bertanya, mengapa ia terlam- bat pulang. Kacha bercerita, ia diserang dan dibunuh para raksasa ketika sedang menggembalakan sapi. Tetapi, bagaimana ia sanggup hidup kembali dan berada di hadapan mereka, ia tidak sanggup menerangkannya.
Para raksasa kecewa melihat Kacha hidup kembali. Mereka terus memata-matai cowok itu, mencari kesem- patan untuk membunuhnya.
Suatu hari, Kacha pergi ke hutan, mencari bunga yang langka untuk Dewayani. Ketika sedang berada di dalam hutan lebat, ia disergap para raksasa kemudian dibunuh. Mayat- nya dicincang, dibakar, kemudian abunya dibuang ke laut.
Berhari-hari Dewayani menunggu, tetapi Kacha tak pulang-pulang. Akhirnya putri itu menghadap ayahnya dan mengadukan hal itu kepadanya. Sekali lagi, Resi Sukra memakai ilmu mistik Sanjiwini dan memanggil Kacha. Pemuda itu hidup kembali.
Para raksasa semakin geram. Ketika ada kesempatan, untuk ketiga kalinya mereka membunuh Kacha. Dengan cerdik mereka mengkremasi mayatnya, kemudian mencampurkan abunya ke dalam minuman anggur yang mereka persem- bahkan kepada Resi Sukra. Tanpa curiga, pemimpin mereka meminum anggur itu. Sore harinya, sapi-sapi itu pulang sangkar tanpa gembalanya. Sekali lagi Dewayani menghadap ayahnya, menangis dan memohon supaya ayahnya memanggil dan menghidupkan kembali Kacha.
Resi Sukra menghibur anaknya, “Walaupun Ayah sudah dua kali menghidupkan Kacha, rupa-rupanya para raksasa sudah bertekad membunuhnya. Wahai, Anakku, kematian ialah hal biasa. Sungguh tidak pantas orang yang berjiwa besar mirip engkau menangisi kematiannya. Nikmatilah hidupmu yang dilimpahi berkah kegembiraan, kecantikan dan kemurahan hati serta penuh tenang di dunia.”
Dewayani tak merasa terhibur oleh kata-kata ayahnya. Ia sangat menyayangi Kacha. Demikianlah, semenjak dunia tercipta, pesan yang tersirat resi yang paling bijaksana pun tak pernah sanggup menghilangkan murung hati seorang perempuan yang kehi- langan kekasihnya.
Dewayani berkata, “Kacha, cucu Angiras dan putra Wrihaspati ialah cowok yang tidak berdosa. Ia telah menyerahkan diri untuk melayani kita. Aku mencintainya sedalam lubuk hatiku. Tetapi kini ia mati dibunuh. Hidupku menjadi hampa dan tanpa cinta. Karena itu, wahai Ayahanda, saya akan mengikutinya.” Setelah berkata demikian, Dewayani berpuasa, tidak makan dan tidak minum.
Resi Sukra tak tega melihat putri kesayangannya ber- duka. Ia murka kepada para raksasa yang telah mem- bunuh Kacha. Pembunuhan terhadap brahmana ialah dosa terkutuk. Mereka niscaya akan menerima akibat yang setimpal.
Sekali lagi Resi Sukra mempergunakan ilmu mistik Sanji- wini untuk menghidupkan Kacha. Sekali lagi Kacha hidup kembali dari anggur yang sudah masuk ke lambung sang Mahaguru. Tetapi ia tidak sanggup keluar alasannya berada di kawasan yang sangat aneh. Ia hanya sanggup menjawab dengan menyebutkan namanya dan menyampaikan kawasan ia berada.
Mendengar itu, Resi Sukra berkata dengan berang, “Hai, Brahmacharin, bagaimana engkau sanggup masuk ke dalam tubuhku? Apakah alasannya perbuatan para raksasa? Sung- guh keterlaluan. Ingin rasanya saya membunuh semua rak- sasa dan menyatukan diriku dengan para dewata. Tetapi, sebelum itu kulakukan, ceritakan dulu semuanya kepadaku.”
Dengan susah payah, dari dalam lambung Resi Sukra, Kacha menceritakan apa yang dialaminya.
Resi mahasakti itu menyahut, “Kini aku, Resi Sukra yang suci, luhur budi, dan termasyhur, menjadi geram alasannya ditipu dengan persembahan minuman anggur. Karena itu, demi kebajikan dan peri kemanusiaan, kuperingatkan bahwa kesucian dan keluhuran kecerdikan akan meninggalkan siapa pun yang meminum anggur dengan tidak bijaksana. Orang yang demikian akan terkutuk. Demikian pesanku dan hal ini akan dinyatakan dalam kitab-kitab suci sebagai larangan yang tak boleh dilanggar.”
Setelah berkata demikian, Resi Sukra memandang Dewayani sambil berkata, “Anakku sayang, kini engkau harus memilih. Kalau kamu ingin Kacha hidup kembali, ia harus keluar dari dalam tubuhku dan itu berarti kematian bagiku. Ia hanya sanggup hidup di atas kematianku.”
Dewayani menangis tersedu-sedu sambil berkata, “Oh Dewata, sungguh pilihan yang tak mungkin kupilih. Aku sangat menyayangi Ayahanda dan Kacha. Jika salah satu dari kalian mati, saya akan mati. Aku tak sanggup hidup tanpa kalian berdua.”
Sambil mencari jalan untuk menuntaskan duduk perkara berat itu, Resi Sukra berkata kepada Kacha, “Wahai putra Wrihaspati, kini saya tahu apa sesungguhnya niatmu tiba berguru kepadaku. Kau akan memperoleh apa yang kauinginkan. Aku akan menghidupkan kamu kembali demi Dewayani dan demi ia pula saya dihentikan mati. Satu- satunya jalan ialah mengajarkan ilmu mistik Sanjiwini kepadamu. Dengan menguasainya, kamu akan sanggup menghi- dupkan saya kembali meskipun tubuhku hancur sesudah mengeluarkan engkau. Berjanjilah untuk memakai ilmu mistik Sanjiwini yang akan kuajarkan kepadamu untuk menghidupkan saya kembali, supaya Dewayani tidak berduka atas kematian salah satu dari kita.”
Dari dalam lambung gurunya, Kacha mengucapkan janjinya.
Demikianlah, Mahaguru Sukra memperlihatkan diam-diam ilmu mistik Sanjiwini kepada Kacha. Seketika itu juga Kacha keluar dari dalam badan gurunya, sementara sang Resi pribadi rubuh, wafat dengan badan hancur berkeping- keping. Kacha memenuhi janjinya. Ia segera sujud di depan mayit gurunya dan mempergunakan ilmu mistik Sanjiwini. Katanya, “Guru yang nrimo membagi ilmu kepada muridnya menyerupai seorang ayah yang mengasihi putranya. Karena saya keluar dari tubuhmu, maka saya ialah anakmu juga.”
Beberapa tahun lamanya Kacha meneruskan hidupnya sebagai murid Resi Sukra, hingga tiba waktunya untuk kembali ke dunia para dewata. Ketika ketika itu tiba, ia mohon diri kepada gurunya. Sang Resi merestuinya dan mengijinkannya pergi. Kemudian Kacha minta diri kepada Dewayani.
Putri jelita ini dengan hormat berkata, “Wahai cucu Angiras, kamu telah menawan hatiku dengan kesucian hati, hidupmu yang tidak bercacat, kemajuanmu dalam menun- tut ilmu, dan asal-usulmu yang agung. Sejak usang saya mencintaimu dengan sepenuh hati, walaupun engkau tetap teguh menjalankan sumpahmu sebagai brahmacharin. Tetapi, sudah selayaknya kini engkau mendapatkan cintaku dan sudi membuatku senang dengan menika- hiku.”
Kacha menjawab, “Oh, Dewayani yang suci, engkau ialah putri mahaguruku yang selalu kusegani. Aku hidup kembali sesudah keluar dari badan ayahmu. Karena itu, saya kini menjadi saudaramu seayah. Sungguh tidak pantas kalau engkau memintaku supaya sudi mengawinimu.”
Dewayani berkata, “Engkau anak Wrihaspati yang patut kuhormati dan bukan anak ayahku. Aku yang menyebab- kan kamu sanggup hidup kembali, alasannya saya mencintaimu dan mengharapkan engkau menjadi suamiku. Tidak pantas engkau meninggalkan saya yang tidak berdosa ini tanpa memberiku kesempatan untuk mengabdi kepadamu.”
Kacha menjawab, “Jangan mencoba membujukku untuk melaksanakan hal yang tidak benar. Engkau sungguh jelita, dan semakin jelita dalam keadaan murka mirip sekarang, tetapi saya ialah saudaramu. Abdikanlah hidupmu untuk kebajikan dalam bimbingan ayahmu, Mahaguru Sukra. Jalani hidupmu mirip dahulu. Berdoa- lah dan relakan saya pergi.” Setelah berkata demikian, dengan lembut Kacha melepaskan diri dari pegangan Dewayani dan kembali ke dunia para dewata.
Sepeninggal Kacha, Dewayani selalu sedih dan murung. Tak ada yang sanggup menghiburnya, tidak juga Mahaguru Sukra, ayahnya.
Bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel