Dibalik Diammu Ayah - Cerpen Ayah
Kamis, 11 September 2014
DIBALIK DIAMMU AYAH
Karya Hani Hasya Rizqiani
Saat Aku terlahir didunia ini, Aku belum dapat melihatmu. Aku belum dapat melihat senyummu, Aku belum dapat mendengar suaramu, bahkan Aku tak mengenalmu. Yang dapat Aku rasakan ialah dekap dari seorang yang begitu erat memelukku, dan mengecup keningku. Aku begitu nyaman didekapannya. Dan Akupun mencicipi kenyamanan di bersahabat mereka, mereka begitu memanjakanku. Saat usiaku satu bulan, Aku dapat melihat mereka. Mereka begitu manis dan gagah, tapi Aku belum mengenalinya. Senyum mereka begitu tulus, mereka selalu ceria dihadapanku. Setiap Aku menangis, mereka selalu menggendongku bahkan mendekapku dengan begitu lembut. Tapi kali inipun Aku masih belum mengenalnya, yang Aku tau ialah mereka begitu baik kepadaku dan nrimo menyayangiku. Aku masih heran kepada mereka, kenapa mereka begitu menyayangiku. Saat Aku dipangkuannya, perempuan itu selalu tersenyum sambil mengelus-ngelus keningku. Aku tersenyum kepada perempuan itu, perempuan itu begitu cantik. Hingga akibatnya mereka berdua memberi nama yang begitu manis untukku Raisya
Alisa Putri. Itu namaku, kedua orang itu selalu membicara kepadaku sambil mengajariku bicara.
“Raisya...Raisya ini Ayah..ini Ibu..” Kata pria yang tegap itu, ia begitu gagah. Dan ketika itupun Aku masih tetap belum mengerti apa itu Ayah & Ibu.
Alisa Putri. Itu namaku, kedua orang itu selalu membicara kepadaku sambil mengajariku bicara.
“Raisya...Raisya ini Ayah..ini Ibu..” Kata pria yang tegap itu, ia begitu gagah. Dan ketika itupun Aku masih tetap belum mengerti apa itu Ayah & Ibu.
Dibalik Diammu Ayah |
Hingga suatu ketika Aku sadar, ketika Aku sakit ketika usiaku berumur dua tahun setengah. Aku menangis ketika itu. Dan ternyata ada yang menangis juga selain Aku, perempuan yang setiap harinya menyuapiku, mengurusku, ia menangis juga. Ternyata Aku gres mengerti siapa itu Ibu dan Ayah. Kala itu Ibu begitu bingung melihat keadaanku, badanku demam dan suhu badanku begitu tinggi. Ibu menangis, Ibu tak tega melihatku. Bahkan ketika Ibu mengusap keningku Ibu berbicara ibarat ini kepadaku.
“De..Biar Ibu saja yang menggantikanmu sedang sakit...” Kata Ibuku sambil menangis. Dan Aku hanya menangis, Ayah ketika itu hanya memberiku segelas madu. Aku dipeluk Ayah.
Saat itu usiaku menginjak lima tahun, Aku masuk taman kanak-kanak. Aku bersekolah di Taman Kanak-kanak Al-Hidayah, Taman Kanak-kanak Islam. Setiap harinya Aku selalu di jemput oleh pembantuku. Saat itu memang musimnya hujan, Aku selalu ingin hujan-hujanan sama teman-teman tapi Ibu melarangku untuk hujan-hujanan katanya nanti kau sakit. Ayah hanya tersenyum melihat Aku menangis.
Saat Aku menangis, Ayah hanya menggendongku dan membawaku ke bersahabat jendela kaca. Lalu Ayah malah berkata ibarat ini.
“Sayang..nanti kalo besar kau boleh main hujan-hujanan, kalo kini jangan ya. Nanti Raisya sakit, kalo sakit nanti gak sekolah.” Ayah malah berkata ibarat itu, dan Ayah malah bercerita untukku. Aku memang semenjak dari kecil paling suka mendengarkan cerita.
Hingga usiaku kini sudah sepuluh tahun, Aku sudah masuk SD di SDN Kadipaten VII bersama Ayah. Sekarang Aku sudah kelas dua SD, Aku sudah besar. Aku sudah mengaji di madrasah. Sehabis pulang sekolah Aku pulang dan berganti kostum, alasannya ialah Aku harus mengaji di Madrasah Nurul Huda. Dan biasanya Aku pulang sore, ketika Aku pulang sore Aku merebahkan tubuhku di atas sofa. Dan masakan Ibu ketika itu sudah tercium baunya. Akupun menemui Ibu yang sedang memasak di dapur.
“Bu, Ayah belum pulang?” Alisku sedikit mengkerut, alasannya ialah Aku kesal kenapa jam segitu Ayah masih belum pulang.
“Iya belum, sana mandi. Biar nanti kalo Ayah udah pulang Raisya udah mandi.” Timpas Ibu kepada Raisya. Dan Raisya pun mandi.
“De..Biar Ibu saja yang menggantikanmu sedang sakit...” Kata Ibuku sambil menangis. Dan Aku hanya menangis, Ayah ketika itu hanya memberiku segelas madu. Aku dipeluk Ayah.
Saat itu usiaku menginjak lima tahun, Aku masuk taman kanak-kanak. Aku bersekolah di Taman Kanak-kanak Al-Hidayah, Taman Kanak-kanak Islam. Setiap harinya Aku selalu di jemput oleh pembantuku. Saat itu memang musimnya hujan, Aku selalu ingin hujan-hujanan sama teman-teman tapi Ibu melarangku untuk hujan-hujanan katanya nanti kau sakit. Ayah hanya tersenyum melihat Aku menangis.
Saat Aku menangis, Ayah hanya menggendongku dan membawaku ke bersahabat jendela kaca. Lalu Ayah malah berkata ibarat ini.
“Sayang..nanti kalo besar kau boleh main hujan-hujanan, kalo kini jangan ya. Nanti Raisya sakit, kalo sakit nanti gak sekolah.” Ayah malah berkata ibarat itu, dan Ayah malah bercerita untukku. Aku memang semenjak dari kecil paling suka mendengarkan cerita.
Hingga usiaku kini sudah sepuluh tahun, Aku sudah masuk SD di SDN Kadipaten VII bersama Ayah. Sekarang Aku sudah kelas dua SD, Aku sudah besar. Aku sudah mengaji di madrasah. Sehabis pulang sekolah Aku pulang dan berganti kostum, alasannya ialah Aku harus mengaji di Madrasah Nurul Huda. Dan biasanya Aku pulang sore, ketika Aku pulang sore Aku merebahkan tubuhku di atas sofa. Dan masakan Ibu ketika itu sudah tercium baunya. Akupun menemui Ibu yang sedang memasak di dapur.
“Bu, Ayah belum pulang?” Alisku sedikit mengkerut, alasannya ialah Aku kesal kenapa jam segitu Ayah masih belum pulang.
“Iya belum, sana mandi. Biar nanti kalo Ayah udah pulang Raisya udah mandi.” Timpas Ibu kepada Raisya. Dan Raisya pun mandi.
Hingga akibatnya kini Aku sudah masuk SMA, di SMAN 1 Majalengka, ketika MOPD Ayah banyak membantuku. Aku masih ingat, Ayah membantuku hingga jam 01:00 malam. Ayah memang begitu baik, Ibupun sama. Setiap paginya Ibu selalu memasakkan Aku Nabotek. Nabotek itu, nasi, abon, telor, kecap. Ibu juga tidak kalah baik dengan Ayah, malahan Ibu yang begitu semangat membantuku.
Saat ulang tahunku yang ke 17 tahun, Aku begitu banyak bersyukur kepada-Nya. Aku berterima kasih kepada-Nya telah memberiku kebahagiaan yang begitu berlimpah. Mempunyai keluarga seharmonis ini, sahabat yang begitu baik dan tentunya pacar yang begitu baik. Saat malam itu Ibu, kedua adikku dan ke dua sahabatku menciptakan kejutan. Mereka memberi Aku kuliner ringan manis bolu ulang tahun dengan angkat 17 di atas kuliner ringan manis ulang tahunnya. Aku begitu bersyukur.
Tapi ketika itu Aku masih terheran, ketika Ayah mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Ayah hanya memelukku dan mencium keningku kemudian mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Tidak ibarat Ibu kepadaku, ia tidak mengucapkan kata-kata bahwa “Aku menyayangimu nak” Ayah tidak ibarat ibu, memang Ayah memang pendiam dan tidak banyak bicara. Tapi Ayahku begitu bijaksana dan begitu baik kepada anak-anaknya.
Kali ini, Aku berdiam diri dikamar. Aku menangis ketika ini, Aku gres sadar ternyata Ayah begitu baik kepadaku, Ayah begitu perhatian kepadaku. Kali ini Ayah jatuh sakit, mungkin alasannya ialah Ayah kecapean. Ayah memang pekerja keras orangnya, setiap hari Ayah selalu pulang sore. Aku mengingat-ingat lagi kasih sayang Ayah yang telah ia berikan selama ini kepadaku.
Ya Aku masih ingat, ketika usiaku dua tahun setengah Aku jatuh sakit usia ketika itu memang sangat rentan sakit. Aku menangis, Ibu menangis dan Ayah entah tau kemana tidak menemaniku. Ternyata Ayah sedang berdo’a dengan membawa segelas madu untukku, Ayah berdo’a untuk kesembuhanku. Air mataku pelan-pelan jatuh membasahi pipiku.
Lalu Aku masih ingat ketika Ayah menggendongku melihat hujan, dengan itu Ayah mengajariku wacana keberanian. Ayah memang begitu mencintaiku, Akupun masih ingat ketika Ayah pulang sore setiap harinya. Mata Ayah begitu lelah, dan muka Ayah begitu lusuh tapi Ayah masih dapat tersenyum menampakkan wajahnya. Lalu yang Aku masih ingat adalah, ketika Ayah melarangku untuk berpacaran. Ya, kini Aku tau Ayah ternyata cemburu melihat Anaknya dapat bersahabat dengan pria lain. Ya Tuhan, berarti benar Ayah begitu mencintaiku walaupun Ayah jarang mengucapkannya padaku. Apa yang harus Aku ragukan lagi, Aku eksklusif menemui Ayah yang sedang terbaring sakit. Aku memeluk Ayah dan menangis.
“Ayah..Aku gres menyadari semua ini, Ayah Raisya sayang sama Ayah.” Aku memeluk erat Ayah.
“Ayah juga Nak..Ayah begitu menyayangi kalian, maaf kalau Ayah jarang mengutarakan hal ini.” Jawab Ayah.
Itulah keistimewaan dari seorang Ayah, kata siapa Ayah tidak menyayangi anak ibarat Ibu menyayangi anaknya.
Ayahpun sama ibarat Ibu, ia begitu menyayangi kita. Namun yang membedakan dari semua ini adalah, Ayah begitu sulit untuk mengutarakan hal ibarat ini kepada kita sebagai anak-anaknya. Tidak ibarat Ibu, Ibu selalu mengatakan dan mengutarakan cinta dan kasihnya kepada kita. Tapi yang niscaya mereka berdua ialah kedua malaikat yang dikirimkan oleh Tuhan untuk menjaga dan merawat kita di dunia ini. Kita harus menyangi dan menyayangi kedua malaikat tak bersayap ini, Aku gres sadar ternyata Aku menemukan beribu-ribu cinta dibalik diammu Ayah.
PROFIL PENULIS
Nama : Hani Hasya Rizqiani
Sekolah : SMAN 1 Majalengka
Twitter : https://twitter.com/hanihasyarizqia/ / @hanihasyarizqia
Facebook: http://www.facebook.com/qiani.hanihasya/
Sekolah : SMAN 1 Majalengka
Twitter : https://twitter.com/hanihasyarizqia/ / @hanihasyarizqia
Facebook: http://www.facebook.com/qiani.hanihasya/
No. Urut : 594
Tanggal Kirim : 17/02/2013 8:28:44