Wiro Sableng: Episode 14 - Seri Pahlawan Terkutuk Pemetik Bunga
Sabtu, 06 Desember 2014
Sebelumnya...
Ketua Biara Pensuci Jagat terkejut ketika melihat jarum alat diam-diam di dalam kamarnya bergerak-gerak! Segera ditekankannya sebuah tombol di tepi daerah tidur. Dua buah pintu diam-diam terbuka dan delapan orang biarawati muncul. Kedelapannya menjura kemudian berpaling ke arah alat diam-diam yang dituding oleh Ketua mereka.
“Atur pengurungan!” kata Ketua Biara itu pula. “Lima puluh di dalam, lima puluh di luar! Yang tiba ini mungkin orang yang kita tunggu-tunggu!”
Delapan biarawati menjura lagi kemudian meninggalkan kamar Ketua mereka. Supit Jagat, Ketua Biara memandang lagi ke jarum alat rahasia. Jarum itu sekarang kelihatan membisu tak bergerak-gerak, tapi sesaat kemudian kelihatan bergerak lagi.
Kali ini ketua Biara itu segera membentak, “Tamu di atas atap, silahkan turun unjukkan diri!”
Baru saja Supit Jagat berkata begini maka terdengarlah bunyi menggemuruh! Atap dan langit-langit kamar amblas roboh! Diiringi oleh bunyi tertawa bekakakan sesosok tubuh berjubah hitam melompat turun dalam gerakan yang sangat enteng! Yang tiba ternyata betul Pendekar Pemetik Bunga!
“Ha... he... sungguh satu kehormatan sanggup berkunjung ke Biaramu ini, Supit Jagat!” .
Baru saja Pendekar Pemetik Bunga berkata demikian empat dinding kamar amblas ke dalam lantai dan sekarang terbukalah satu ruangan besar.
Disetiap tepi ruangan berbaris dua lapis biarawati-biarawati angkatan renta dan angkatan muda berseling-seling! Kesemuanya dengan pedang di tangan!
“Hem...” Pendekar Pemetik Bunga memandang berkeliling. Tidak ada bayangan rasa terkejut pada parasnya. “Rupanya sudah ada persiapan untuk menyambut kedatanganku!” katanya.
Ketua Biara Pensuci Jagat tertawa mengekeh.
“Nama kotormu sudah usang kami dengar. Noda busuk yang kau tebar di mana-mana sudah semenjak usang hendak kami putus! Nyawa bejatmu sudah semenjak usang ingin kami kirim ke neraka jahanam! Tapi hari ini agaknya kami tak perlu susah-susah turun tangan ke luar Biara! Malaekat maut rupanya telah membawamu ke sin!!”
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga rangkapkan tangan di muka dada.
“Betapa indahnya susunan kata-katamu. Supit Jagat!” berkata Pendekar Pemetik Bunga. “Tapi ketahuilah, saya tiba ke sini bukan dibawa oleh malaekat maut, sebaliknya justru mengantarkan malaekat maut yang ingin cepat-cepat naerenggut nyawa kalian! Dan....” Pendekar bertampang buas ini batuk-batuk beberapa kali. “Dan menyedihkan sekali, rupanya hanya kroco-kroco renta macammu yang ditakdirkan mampus!
Biarawati-biarawati muda belia musti dihadiahkan untukku!” “Kurasa matamu belum buta Pendekar Terkutuk!” sahut Supit Jagat. “Belum buta untuk melihat orang-orangku yang berdiri, dalam satu barisan maut, belum buta untuk melihat pedang-pedang yang melintang!”
“Aku memang tidak buta!” Pendekar Pemetik Bunga memandang lagi berkeliling. “Tapi sebaiknya biarawati-biarawati muda itu tak usahlah ikut- ikutan bertempur! Mereka akan mati percuma sebelum mencicipi betapa nikmatnya hidup di dunia ini! Betapa nikmatnya berada dalam pelukanku! Betapa nikmatnya tidur bersa....”
Sebilah pedang meluncur sempurna di depan hidung Pendekar Pemetik Bunga, menciptakan cowok ini tersurut satu langkah dan terputus kata- katanya!
“Apakah lidahmu kelu hingga tak bisa teruskan buka mulut?” ejek Supit Jagat.
“Ketua Biara Pensuci Jagat! Kau yakni insan yang musti mati pertama kali di dalam gedung ini! Darahmu akan mensucikan lantai biara ini!”
Habis berkata begitu Pendekar Pemetik Bunga buka gulungan sabuk mutiara di pinggangnya sedang tenaga dalam dialirkan tiga perempat bagiannya ke tangan kanan! Dua tangaa itupun kemudian bergerak dengan serentak!
Pukulan”Tapak Jagat” menggebu dahsyat di barengi oleh gelombang angin yang keluar dari sabuk mutiara! Gedung bergoncang, bumi laksana dilanda lindu! Tapi disaat itu Ketua Biara Pensuci Jagat sudah berpindah daerah dan dengan satu lengkingan keras ia memberi arahan semoga lima puluh biarawati yang ada di ruangan itu segera menyerang!
Maka berkecamuklah pertempuran yang bukan olah-olah dahsyatnya! Lima puluh pedang menderu! Satu-satunya lawan yang diserang berkelebat ganas balas menyerang! Dan dalam setiap kelebatan musti ada jatuh korban di pihak biarawati. Yang menemui ajalnya ini justru biarawati-biarawati angkatan renta yang sudah berumur! Rupanya Pendekar Pemetik Bunga benar-benar hanya akan menumpas biarawati- biarawati renta sebaliknya membiarkan hidup biarawati-biarawati muda belia untuk kemudian akan dilalap dirusak kehormatannya!
Ketika hampir separoh dari biarawati angkatan renta menemui ajalnya, ketika lantai diruangan terbuka itu sudah licin dan busuk oleh baunya darah maka Supit Jagat segera membentak. Dia tak mau lebih banyak jatuh korban dipihaknya! “Semuanya mundur!”
Perintah yang laksana geledek ini dipatuhi oleh setiap biarawati. Semuanya mundur ke tepi dan di tengah ruangan besar itu sekarang hanya Ketua Biara serta Pendekar Pemetik Bunga saja yang bangun berhadap- hadapan dalam jarak delapan tombak. Di lantai bertebaran belasan tubuh biarawati-biarawati renta yang telah menemui ajalnya!
“Kebinatanganmu sudah lebih dari binatang! Kebejatanmu sudah melewati batas! Kebiadabanmu seluas luatan! Dosamu setinggi gunung! Segera keluarkan senjatamu, insan terkutuk!”
Pendekar Pemetik Bunga menyeringai.
“Rupanya Ketua Biara sendiri yang hendak turun tangan?! Bagus!” ujar Pendekar Pemetik Bunga. “Tapi kalau tadi saya dikeroyok puluhan bergundal-bergundalmu saya hanya bertangan kosong, masakan menghadapi kau seorang diri musti pakai senjata segala?!”
“Kau akan binasa bersama kecongkakanmu insan dajal!” Marah sekali Ketua Biara Pensuci Jagat itu. Maka pada ketika itu juga dikeluarkannya senjatanya yaitu seikat sapu lidi yang berjulukan Sapu Jagat, warisan dari Ketua Biara yang terdahulu!
Melihat senjata yang dikeluarkan lawannya yakni seikat sapu lidi maka Pendekar pemetik Bunga tertawa memingkal!
“Nenek Ketua, kau mau menyapu atau bertempur? Sapu lidi jelek itukah senjatamu?! Lucu sekali... betul-betul lucu!” Supit Jagat maju tiga langkah.
Tiba-tiba ia sapukan sapu lidinya ke arah lawan! Pendekar Pemetik Bunga berseru kaget. Berubahlah parasnya! Angin yang ke luar dari sapu lidi itu dahsyatnya laksana angin puting-beliung prahara, ibarat menghancur leburkan sekujur tubuhnya! Secepat kitat ia segera melompat ke samping hingga empat tombak! Tapi Ketua Biara tidak kasih kesempatan, segera pula ia memapas dengan senjatanya!
Ketika lima belas jurus ia terkurung rapat oleh sambaran Sapu Jagat yang dahsyat itu, menggeramlah Pendekar Pemetik Bunga. Pukulan- pukulan “Tapak Jagat” dan kebutan “Angin Pengap” tepi jubahnya sama sekali tidak mempan menerobos gulungan angin sapu lidi lawan!
Pada jurus kedua puluh satu Pendekar Pemetik Bunga memekik tertahan sewaktu ujung sapu menyerempet dadanya dan menciptakan jubah hitamnya robek besar!
Tidak tunggu lebih usang Pendekar Pemetik Bunga segera cabut kembang kertas kuning yang menancap di kepalanya. “Semua tutup jalan nafas atau ke luar dari sini!” teriak Supit Jagat alasannya yakni ia maklum bahwa kembang kertas itu mengandung racun yang sangat dahsyat! Biarawati- biarawati angkatan muda segera tinggalkan ruangan sedang biarawati- biarawati angkatan renta tetap di tempat.
Pertempuran sekarang telah berjalan tiga puluh empat jurus dan yang memengkalkan Pendekar Pemetik Bunga ialah racun kuning yang setiap detik menggebu ke luar dari bunga kertasnya sama sekali tidak sanggup menerobos angin sapu lidi sang ketua Biara malahan kalau ia tidak berhati-hati, racun bunga kertas itu sering kali dihantam membalik ke dirinya sendiri!
Di ketika pertempuran berjalan semakin dahsyat, di ketika tubuh kedua orang itu hanya merupakan bayang-bayang yang dibungkus oleh sinar kuning serta lingkaran-lingkaran angin Sapu Jagat maka tiba-tiba terdengarlah bunyi siulan siulan nyaring yang tak menentu yang kemudian disusul oleh bunyi nyanyian seseorang!
Hanya biarawati-biarawati di tepi kalangan pertempuran yang berani mendongak ke atas, ke arah datangnya bunyi nyanyian itu sedang mereka yang bertempur meskipun hati masing-masing tercekat mendengar nyanyian ini namun tiada berani palingkan muka!
Anak pria hamil dalam perut wanita
Itu namanya anugerah Tuhan
Anak pria lahir dari rahim wanita
Itu namanya kuasa Tuhan
Anak pria dibesarkan wanita
Itu namanya kasih sayang
Laki membunuh wanita
Itu namanya dosa besar
Laki-laki memperkosa wanita
Itu namanya terkutuk
Menuntut ilmu buat kebaikan
Itu namanya bijaksana
Menuntut ilmu buat kejahatan
Itu namanya kesetanan
Dua tahun turun gunung
Malang melintang kelantang keluntung
Di timur membunuh
Di barat memperkosa
Di selatan membunuh dan memperkosa
Di utara memperkosa dan membunuh
Dosa setinggi gunung
Dosa di mana-mana
Kejahatan sedalam lautan
Kejahatan dimana-mana
Guru sendiri turun gunung
Dibunuh dengan kepala hambar
Itu namanya laknat kualat
Pendekar Pemetik Bunga yang merasa bahwa nyanyian itu ditujukan kepadanya mengerling sekilas dan di atas loteng yang bobol dari mana ia menerobos masuk tadi dilihatnya dua orang duduk berjuntai di atas tiang palang. Yang seorang pria berpakaian putih, dialah yang menyanyi tadi.
Yang seorang lagi gadis bagus berpakaian kuning!
Biarawati-biarawati yang ada di tepi ruangan yang juga melihat ke atas loteng segera mengenali cowok yang bernyanyi itu yakni bukan lain daripada Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Karenanya mereka tidak ambil perduli. Sementara itu dari kalangan pertempuran terdengar lagi pekik Pendekar Pemetik Bunga. Ujung Sapu Jagat telah melanda untuk kedua kalinya belahan dada, sehingga jubah yang sudah robek sekarang robek tambah besar. Kulit dada cowok itu sendiri kelihatan tergurat merah, sakitnya bukan main!
Di atas loteng Sekar yanp sudah semenjak tadi tak sanggup menahan melompat turun, tapi lengannya dicekal erat-erat oleh Wiro Sableng.
“Jangan bodoh! Jika kau mengetengahi pertempuran itu salah-salah kau bisa kena gebuk sapu Ketua Biara atau kena tersambar racun jahat bunga kertas Pendekar Pemetik Bunga!”
“Aku tidak takut mati! Biar mati asalkan cowok terkutuk itu mampus ditanganku!”
Sekar hendak melompat lagi tapi lengannya tetap dicekal Pendekar 212 dan Wiro tak perdulikan rutukan yang dikeluarkan gadis itu.
“Lihat saja dulu, Sekar! Sekarang belum saatnya kita turun tangan!”
'Tapi kalau bedebah itu mampus di tangan Ketua Biara. Aku akan menyesal percuma seumur hidup!”
Wiro tertawa.
“Pendekar Terkutuk itu belum keluarkan ilmu simpanannya, jangankan si Ketua, guru Ketua Biara itupun tak bakal sanggup menghadapinya!”
Sekar ingat akan ucapan Empu Tumapel yaitu wacana ilmu “Jari Penghancur Sukma” yang dimiliki Pendekar Pemetik Bunga! Karenanya ia terpaksa ikuti pesan yang tersirat Wiro dan tetap duduk di samping cowok itu di atas loteng.
Pertempuran di bawah sana sudah berkecamuk enam puluh empat jurus!
“Crass!”
Pendekar Pemetik Bunga lompat ke luar dari kalangan pertempuran sewaktu sapu lidi senjata lawan membabat putus tangkai bunga kertas sedang bunganya sendiri robek-robek bertaburan!
“He... he... he... bersiaplah untuk menghadap setan kuburan cowok terkutuk!” kata Ketua Biara Pensuci Jagat pula. Pendekar Pemetik Bunga, yang biasanya menyahuti setiap ajukan lawannya dengan beringas sekarang bungkam seribu bahasa. Bola matanya bersinar tapi kelopak matanya kelihatan menyipit dan mencekung sedang tampangnya buas dan mulut- nya berkemik! Dia bangun di tengah ruangan dengan sepasang kaki merenggang.
Tiba-tiba kelihatanlah ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya memancarkan sinar hitam! Pendekar 212 yang berada di atas loteng tersentak kaget dan berseru keras.
“Ketua Biara Pensuci Jagat! Lekas menghindar! Kau tak bakal sanggup menghadapi ilmu Jari Penghancur Sukma itu!” Tapi Supit Jagat tidak ambil peduli. Malah dengan tubuh laksana gunung karang ia tetap bangun di daerah dan kerahkan seluruh tenaga dalamnya ke sapu lidi di tangan kanan!
Ibu jari dan jari telunjuk Pendekar Pemetik Bunga mulai membentuk lingkaran. Sinar hitam jari-jari itu menggidikkan.
“Ketua Biara, lekas menghindar!” seru Wiro sekali lagi. Namun tetap Supit Jagat tidak bergerak dan hadapi lawannya dengan penuh ketabahan!
“Edan betul!” teriak Wiro Sableng!
Pendekar 212 bersuit nyaring. Tak seorangpun yang melihat kalau tangannya sebelah kanan ketika itu sudah berubah menjadi putih laksana perak menyilaukan!
Di lain kejap Pendekar Pcmetik Bunga jentikkan jari telunjuknya. Dihadapannya Supit Jagat hantamkan pula sapu lidinya dalam satu jurus bacokan yang dahsyat!
Larikan sinar hitam yang dahsyat menggidikkan menggebu ke arah Supit Jagat. Sinar hitam ini dipapasi oleh angin membadai yang berwarna putih agak kelabu dari sapu sang Ketua Biara! Hebatnya, sebelum dua sinar maut itu sama-sama berbenturan, dari atas loteng satu sinar putih yang panas dan sangat menyilaukan memapak di tengah-tengah kedua sinar tadi!
Itulah Pukulan Sinar Matahari yang telah dilancarkan oleh jagoan 212 dari atas loteng!
Tiga dentuman yang berkumandang secara serentak menggetarkan bumi. Dunia laksana mau kiamat! Dinding-dinding ruangan pecah-pecah, banyak yang ambruk! Tiang-tiang gedung biara beberapa diantaranya runtuh bergemuruh! Loteng amblas! Biarawati-biarawati yang ada di dalam gedung segera berlompatan ke luar termasuk Pendekar Pemetik Bunga dan Supit Jagat, Wiro Sableng sendiri sabelumnya telah melesat meninggalkan loteng bersama Sekar. Sewaktu kedua orang ini hingga di halaman muka, keduanya mendapat Ketua Biara dan Pendekar Pemetik Bungs telah berhadap-hadapan kembali!
Diam-diam Pendekar 212 berunding dengan Sekar. Kemudian Wiro berseru, “Ketua Biara, harap kau suka memberi kesempatan padaku untuk turun tangan menjajal cowok yang katanya cerdik setinggi gunung sedalam lautan dan congkak ini!”
Supit Jagat sehabis melihat kehebatan ilmu Jari Penghancur Sukma lawannya menyadari bahwa ia tak akan sanggup menghadapi Pendekar Pemetik Bunga! Seruan Pendekar 212 tadi yakni kesempatan yang paling baik baginya untuk mengundurkan diri tanpa kehilangan muka.
“Pendekar 212, jikalau kau memang punya urusan tertentu dengan insan keparat ini silahkan maju!”
“Licik!” teriak Pendekar Pemetik Bunga. Matanya beringas memandangi Wiro Sableng.
Pendekar 212 sebaliknya tertawa mengejek!
“Dalam kamus kehidupanmu, rupanya kau masih kenal arti kata licik heh? Apakah kau juga tahu apa artinya kebejatan? Apa arti terkutuk dan apa arti kualat serta dosa?!”
Merah padam paras Pendekar Pemetik Bunga!
“Kunyuk bermuka manusia, kau siapa? Apa kepentinganmu mencampuri urusan orang lain?!”
“Apa kepentinganku? Banyak... berbagai sobat! Kau bisa tanya nanti pada iblis-iblis penjaga kubur atau setan-setan di neraka...” Habis berkata begini Wiro Sableng tertawa bekekekan.
“Anjing kurap yang tak tahu diri, makan jariku ini!” Sinar hitam berkiblat melanda Wiro Sableng!
Pendekar 212 yang sudah punya rencana tersendiri tidak memapasi serangan lawan dengan seluruh tenaga dalamnya. Dia tak ingin insan terkutuk itu mati dalam tempo singkat!
Sambil lancarkan pukulan sinar matahari ia melompat setinggi enam tombak. Dari bawah Pendekar Pemetik Bunga kebutkan lengan jubahnya!
Dua lusin bola-bola hitam menderu ke arah Wiro Sableng. Yang diserang menyambut dengan pukulan “Benteng Topan Melanda Samudera.” Dua puluh empat bola-bola hitam itu meledak dan udara tertutup kabut hitam! Pendekar 212 yang tahu maksud licik lawannya, begitu kabut hitam menutupi pemandangan segera jungkir balik dua kali berturut-turut. Bila dalam sekejapan mata kemudian ia sudah ke luar dari kabut hitam itu maka kelihatanlah Pendekar Pemetik Bunga melarikan diri ke arah pintu gerbang biara. Lima orang biarawati yang menjaga pintu itu sekali jentikan jari saja segera dibikin meregang nyawa oleh Pendekar Pemetik Bunga.
Pemuda ini kemudian bergerak cepat menekan tombol diam-diam pembuka pintu. Tapi Pendekar 212 tahu-tahu menghadang dihadapannya!
“Mau lari ke mana sobat?!” hardik Wiro Sableng.
Sebenarnya Pendekar Pemetik Bunga bukanlah seorang pengecut.
Namun melihat ilmu “Jari Penghancur Sukma” yang dilancarkan terhadap Wiro Sableng tiada mempan sama sekali maka lumerlah nyalinya!
Kegusaran menciptakan Pendekar Pemetik Bunga menjadi kalap, apalagi dalam keadaan kepepet begitu rupa. Dia menyerbu membabi buta! Tangan kiri mengebutkan sabuk mutiara sedang tangan kanan kembali lancarkan ilmu “Jari Penghancur Sukma”
Wiro tetap tak mau sambuti serangan dahsyat itu dengan kekerasan.
Dia jatuhkan diri ke tanah, bergulingling cepat mendekati lawan sebelum larikan sinar hitam menyerempet tubuhnya untuk kemudian tahu-tahu ia sudah berada di belakang Pendekar Pemetik Bunga!
Pendekar Pemetik Burga membalikkan tubuh secepat kilat. Tapi begitu tubuhnya berbalik, begitu dua ujung jari melanda urat besar dipangkal lehernya! Tak ampun lagi cowok terkutuk ini menjadi kaku tegang tubuhnya!
“He... he.... Apakah sekarang kau bisa jual tampang pamerkan segala ilmu silat dan kesaktianmu, insan terkutuk?!” ejek Wiro Sableng.
“Bangsat rendah! Kelak kau akan rasakan pembalasanku...!”
Sementara itu Sekar yang melihat musuh besarnya berada dalam keadaan tertotok segera tiba berlari dan keluarkan Rantai Petaka Bumi.
“Manusia bermuka iblis! Hari ini lunaslah hutang jiwa orang renta dan adikku!”
“Wuut!”
Rantai baja dengan bola baja berduri menderu ke arah kepala Pendekar Pemetik Bunga! Pendekar ini membeliak besar kedua matanya, keringat hambar berbutir-butir di keningnya! Dari mulutnya ke luar jerit ketakutan setinggi langit!
Sesaat lagi bola berduri itu akan menghantam hancur remukan kepala Pendekar Pemetik Bunga, satu tangan memukul ke depan dan bola berduri lewat setengah jengkal di bantalan kepala si cowok yang sudah ketakutan setengah mati.
“Wiro! Apa-apan kau?!” sentak Sekar alasannya yakni Wiro-lah yang menciptakan serangan mautnya tak mengenai sasaran!
“Jangan bodoh, Sekar! Mati dalam tempo yang singkat terlalu yummy buat insan macam dia!” Wiro berpaling pada Ketua Biara Pensuci Jagat dan beberapa biarawati yang ada di situ. “Bukankah demikian?” ujarnya.
Supit Jagat tertawa mengekeh.
“Kita jebloskan saja ia ke dalam sumur hewan berbisa!”, mengusulkan Supit Jagat.
Wiro tertawa dan gelengkan kepala.
Dipegangnya dagu Pendekar Pemetik Bunga kemudian tanyanya,
“Sobat, apakah kau pernah memikirkan bagaimana sakitnya sekujur tubuhmu bila jalan darahmu menyungsang terbalik?!”
Pucat pasilah muka Pendekar Pemetik Bunga.
“Demi Tuhan, saya minta semoga dibebaskan! Aku bertobat. Betul- betul tobat...! Aku betul-betul tobat...! Aku mohon keadilan!” kata Pendekar Pemetik Bunga. Kepalanya dipalingkan pada Supit Jagat, mohon belas kasihan. Dan ketika itu ia mulai menangis merengek- rengek macam anak kecil!
“Kau mohon keadilan dan mohon pengampunan?” tanya Supit Jagat dengan tertawa-tawa.
“Ya, dan saya akan bertobat,” sahut Pendekar Pemetik Bunga.
“Baik, kami akan ampuni kau punya jiwa. Tapi ada syaratnya!”
“Apapun syaratnya akan saya terima,” kata Pendekar Pemetik Bunga tanpa ragu-ragu.
Ketua Biara Pensuci Jagat tertawa, “Syaratnya gampang saja.
Cungkil sendiri kau punya jantung dan serahkan padaku!” Pendekar Pemetik Bunga menangis meraung-raung minta diampuni. Matanya menjadi bisul dan merah.
“Pendekar 212, sebaiknya lekas saja dimulai penjatuhan eksekusi atas dirinya!” kata Supit Jagat.
“Betul, makin cepat makin baik!”
Wiro membelai-belai rambut Pendekar Pemetik Bunga dengan senyum-senyum. “Kasihan.., kasihan....” katanya. Kemudian dua jari tangannya bergerak melaksanakan totokan di beberapa belahan tubuh Pendekar Pemetik Bunga.
Semua orang menunggu apa yang bakal terjadi. Pendekar Pemetik Bunga sudah seputih kain kafan tampangnya, keringat mengucur mulai dari kulit kepala hingga ke kaki! Mula-mula ia tak mencicipi apa-apa. Tapi kemudian kepalanya terasa hingga sakit.
Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh! Peredaran darah dalam tubuhnya tidak normal lagi. Berdenyut membalik! Dan lolongan- lolongan yang mengerikan ke luar tiada hentinya dari lisan pria itu. Beberapa ketika kemudian Wiro lepaskan totokan di tubuh cowok terkutuk itu. Kini rasa sakit semakin menjadi-jadi. Dunia ini ibarat menyungsang di mata Pendekar Pemetik Bunga. Dia lari sana lari sini, berteriak tak karuan, mencak-mencak, berguling di tanah! Beberapa menit berlalu darah mulai mengucur dari kedua lobang hidung, mata serta telinganya!
Wiro berpaling pada gadis baju kuning di sebelahnya “Sekar, jikalau kau mau turun tangan inilah saatnya. Tapi jangan bunuh ia sekaligus!”
Rahang-rahang Sekar bergemeletakkan. Dia maju satu langkah.
Rantai Petaka Bumi diputar-putar. Melihat ini Pendekar Pemetik Bunga lari jauhkan diri.
Tapi “wuutt!”
Bola baja berduri menderu.
Pendekar Pemetik Bunga berteriak. Kupingnya yang sebelah kanan putus! Darah mengucur lebih banyak. Sekali lagi bola baja itu berdesing dan kali yang kedua ini sasarannya yakni indera pendengaran sebelah kiri Pendekar Pemetik Bunga! Keganasan dendam Sekar tidak hingga di situ saja, bola bajanya menderu lagi menghantam hidung si cowok hingga hidung itu hancur melesak dan tampang Pendekar Pemetik Bunga sungguh mengerikan untuk dipandang!
“Sudah cukup, Sekar?!” tanya Wiro Sableng.
“Belum!” jawab gadis itu pendek dan beringas. Sementara itu Pendekar Pemetik Bunga sudah terhampar di tanah bersahabat tembok, megap-megap dan masih menjerit-jerit! Di antara jeritan itu terdengar lagi deru bola baja berduri dua kali berturut-turut! Yang pertama menghantam tangan kanan Pendekar Pemetik Bunga, tangan yang telah puluhan kali melaksanakan kejahatan membunuh manusia-manusia tak berdosa! Hantaman yang kedua melanda sempurna pada anggota diam-diam di antara selangkangan Pendekar Pemetik Bunga yang selama dua tahun telah puluhan kali merusak kehormatan wanita terutama gadis-gadis berparas cantik!
Tubuh Pendekar Pemetik Bunga mengegelepar-gelepar. Nyawanya masih belum putus, hampir diambang sekarat!
“Ketua Biara Pensuci Jagat, bagaimana dengan kau?,” tanya Wiro.
Supit Jagat tertawa sedingin salju. Ingat ia pada orang- orangnya yang telah menemui janjkematian di tangan cowok itu. Dia maju selangkah.
“Pendekar terkutuk! Apakah kau masih bias mendengar suaraku?!”
“Uh…uh..”
“Hem bagus… Meski matamu tak sanggup melihat alasannya yakni genangan darah tapi dengarlah saya akan lukis parasmu seindah mungkin dengan sapu lidiku ini!”
Habis berkata demikian, Supit Jagat tusukkan ujung sapu lidinya ke muka Pendekar Pemetik Bunga! Jeritan cowok itu terdengar lagi, tapi tidak sekeras tadi. Suaranya sudah sember dan mukanya mengerikan lebih kini! Tusukan Sapu Jagat menciptakan mukanya itu laksana dipanteki dengan ratusan paku!
Pendekar Pemetik Bunga menggelepar-gelepar. Berguling ke kiri dan ke kanan, bergelimang darah serta debu. Kematiannya sungguh mengerikan. Namun mungkin itu belum seimbang dengan kejahatan- kejahatan yang paling terkutuk yang pernah dilakukannya selama dua tahun.
T A M A T
Ketua Biara Pensuci Jagat terkejut ketika melihat jarum alat diam-diam di dalam kamarnya bergerak-gerak! Segera ditekankannya sebuah tombol di tepi daerah tidur. Dua buah pintu diam-diam terbuka dan delapan orang biarawati muncul. Kedelapannya menjura kemudian berpaling ke arah alat diam-diam yang dituding oleh Ketua mereka.
“Atur pengurungan!” kata Ketua Biara itu pula. “Lima puluh di dalam, lima puluh di luar! Yang tiba ini mungkin orang yang kita tunggu-tunggu!”
Delapan biarawati menjura lagi kemudian meninggalkan kamar Ketua mereka. Supit Jagat, Ketua Biara memandang lagi ke jarum alat rahasia. Jarum itu sekarang kelihatan membisu tak bergerak-gerak, tapi sesaat kemudian kelihatan bergerak lagi.
Kali ini ketua Biara itu segera membentak, “Tamu di atas atap, silahkan turun unjukkan diri!”
Baru saja Supit Jagat berkata begini maka terdengarlah bunyi menggemuruh! Atap dan langit-langit kamar amblas roboh! Diiringi oleh bunyi tertawa bekakakan sesosok tubuh berjubah hitam melompat turun dalam gerakan yang sangat enteng! Yang tiba ternyata betul Pendekar Pemetik Bunga!
“Ha... he... sungguh satu kehormatan sanggup berkunjung ke Biaramu ini, Supit Jagat!” .
Baru saja Pendekar Pemetik Bunga berkata demikian empat dinding kamar amblas ke dalam lantai dan sekarang terbukalah satu ruangan besar.
Disetiap tepi ruangan berbaris dua lapis biarawati-biarawati angkatan renta dan angkatan muda berseling-seling! Kesemuanya dengan pedang di tangan!
“Hem...” Pendekar Pemetik Bunga memandang berkeliling. Tidak ada bayangan rasa terkejut pada parasnya. “Rupanya sudah ada persiapan untuk menyambut kedatanganku!” katanya.
Ketua Biara Pensuci Jagat tertawa mengekeh.
“Nama kotormu sudah usang kami dengar. Noda busuk yang kau tebar di mana-mana sudah semenjak usang hendak kami putus! Nyawa bejatmu sudah semenjak usang ingin kami kirim ke neraka jahanam! Tapi hari ini agaknya kami tak perlu susah-susah turun tangan ke luar Biara! Malaekat maut rupanya telah membawamu ke sin!!”
Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga rangkapkan tangan di muka dada.
“Betapa indahnya susunan kata-katamu. Supit Jagat!” berkata Pendekar Pemetik Bunga. “Tapi ketahuilah, saya tiba ke sini bukan dibawa oleh malaekat maut, sebaliknya justru mengantarkan malaekat maut yang ingin cepat-cepat naerenggut nyawa kalian! Dan....” Pendekar bertampang buas ini batuk-batuk beberapa kali. “Dan menyedihkan sekali, rupanya hanya kroco-kroco renta macammu yang ditakdirkan mampus!
Biarawati-biarawati muda belia musti dihadiahkan untukku!” “Kurasa matamu belum buta Pendekar Terkutuk!” sahut Supit Jagat. “Belum buta untuk melihat orang-orangku yang berdiri, dalam satu barisan maut, belum buta untuk melihat pedang-pedang yang melintang!”
“Aku memang tidak buta!” Pendekar Pemetik Bunga memandang lagi berkeliling. “Tapi sebaiknya biarawati-biarawati muda itu tak usahlah ikut- ikutan bertempur! Mereka akan mati percuma sebelum mencicipi betapa nikmatnya hidup di dunia ini! Betapa nikmatnya berada dalam pelukanku! Betapa nikmatnya tidur bersa....”
Sebilah pedang meluncur sempurna di depan hidung Pendekar Pemetik Bunga, menciptakan cowok ini tersurut satu langkah dan terputus kata- katanya!
“Apakah lidahmu kelu hingga tak bisa teruskan buka mulut?” ejek Supit Jagat.
“Ketua Biara Pensuci Jagat! Kau yakni insan yang musti mati pertama kali di dalam gedung ini! Darahmu akan mensucikan lantai biara ini!”
Habis berkata begitu Pendekar Pemetik Bunga buka gulungan sabuk mutiara di pinggangnya sedang tenaga dalam dialirkan tiga perempat bagiannya ke tangan kanan! Dua tangaa itupun kemudian bergerak dengan serentak!
Pukulan”Tapak Jagat” menggebu dahsyat di barengi oleh gelombang angin yang keluar dari sabuk mutiara! Gedung bergoncang, bumi laksana dilanda lindu! Tapi disaat itu Ketua Biara Pensuci Jagat sudah berpindah daerah dan dengan satu lengkingan keras ia memberi arahan semoga lima puluh biarawati yang ada di ruangan itu segera menyerang!
Maka berkecamuklah pertempuran yang bukan olah-olah dahsyatnya! Lima puluh pedang menderu! Satu-satunya lawan yang diserang berkelebat ganas balas menyerang! Dan dalam setiap kelebatan musti ada jatuh korban di pihak biarawati. Yang menemui ajalnya ini justru biarawati-biarawati angkatan renta yang sudah berumur! Rupanya Pendekar Pemetik Bunga benar-benar hanya akan menumpas biarawati- biarawati renta sebaliknya membiarkan hidup biarawati-biarawati muda belia untuk kemudian akan dilalap dirusak kehormatannya!
Ketika hampir separoh dari biarawati angkatan renta menemui ajalnya, ketika lantai diruangan terbuka itu sudah licin dan busuk oleh baunya darah maka Supit Jagat segera membentak. Dia tak mau lebih banyak jatuh korban dipihaknya! “Semuanya mundur!”
Perintah yang laksana geledek ini dipatuhi oleh setiap biarawati. Semuanya mundur ke tepi dan di tengah ruangan besar itu sekarang hanya Ketua Biara serta Pendekar Pemetik Bunga saja yang bangun berhadap- hadapan dalam jarak delapan tombak. Di lantai bertebaran belasan tubuh biarawati-biarawati renta yang telah menemui ajalnya!
“Kebinatanganmu sudah lebih dari binatang! Kebejatanmu sudah melewati batas! Kebiadabanmu seluas luatan! Dosamu setinggi gunung! Segera keluarkan senjatamu, insan terkutuk!”
Pendekar Pemetik Bunga menyeringai.
“Rupanya Ketua Biara sendiri yang hendak turun tangan?! Bagus!” ujar Pendekar Pemetik Bunga. “Tapi kalau tadi saya dikeroyok puluhan bergundal-bergundalmu saya hanya bertangan kosong, masakan menghadapi kau seorang diri musti pakai senjata segala?!”
“Kau akan binasa bersama kecongkakanmu insan dajal!” Marah sekali Ketua Biara Pensuci Jagat itu. Maka pada ketika itu juga dikeluarkannya senjatanya yaitu seikat sapu lidi yang berjulukan Sapu Jagat, warisan dari Ketua Biara yang terdahulu!
Melihat senjata yang dikeluarkan lawannya yakni seikat sapu lidi maka Pendekar pemetik Bunga tertawa memingkal!
“Nenek Ketua, kau mau menyapu atau bertempur? Sapu lidi jelek itukah senjatamu?! Lucu sekali... betul-betul lucu!” Supit Jagat maju tiga langkah.
Tiba-tiba ia sapukan sapu lidinya ke arah lawan! Pendekar Pemetik Bunga berseru kaget. Berubahlah parasnya! Angin yang ke luar dari sapu lidi itu dahsyatnya laksana angin puting-beliung prahara, ibarat menghancur leburkan sekujur tubuhnya! Secepat kitat ia segera melompat ke samping hingga empat tombak! Tapi Ketua Biara tidak kasih kesempatan, segera pula ia memapas dengan senjatanya!
Ketika lima belas jurus ia terkurung rapat oleh sambaran Sapu Jagat yang dahsyat itu, menggeramlah Pendekar Pemetik Bunga. Pukulan- pukulan “Tapak Jagat” dan kebutan “Angin Pengap” tepi jubahnya sama sekali tidak mempan menerobos gulungan angin sapu lidi lawan!
Pada jurus kedua puluh satu Pendekar Pemetik Bunga memekik tertahan sewaktu ujung sapu menyerempet dadanya dan menciptakan jubah hitamnya robek besar!
Tidak tunggu lebih usang Pendekar Pemetik Bunga segera cabut kembang kertas kuning yang menancap di kepalanya. “Semua tutup jalan nafas atau ke luar dari sini!” teriak Supit Jagat alasannya yakni ia maklum bahwa kembang kertas itu mengandung racun yang sangat dahsyat! Biarawati- biarawati angkatan muda segera tinggalkan ruangan sedang biarawati- biarawati angkatan renta tetap di tempat.
Pertempuran sekarang telah berjalan tiga puluh empat jurus dan yang memengkalkan Pendekar Pemetik Bunga ialah racun kuning yang setiap detik menggebu ke luar dari bunga kertasnya sama sekali tidak sanggup menerobos angin sapu lidi sang ketua Biara malahan kalau ia tidak berhati-hati, racun bunga kertas itu sering kali dihantam membalik ke dirinya sendiri!
Di ketika pertempuran berjalan semakin dahsyat, di ketika tubuh kedua orang itu hanya merupakan bayang-bayang yang dibungkus oleh sinar kuning serta lingkaran-lingkaran angin Sapu Jagat maka tiba-tiba terdengarlah bunyi siulan siulan nyaring yang tak menentu yang kemudian disusul oleh bunyi nyanyian seseorang!
Hanya biarawati-biarawati di tepi kalangan pertempuran yang berani mendongak ke atas, ke arah datangnya bunyi nyanyian itu sedang mereka yang bertempur meskipun hati masing-masing tercekat mendengar nyanyian ini namun tiada berani palingkan muka!
Anak pria hamil dalam perut wanita
Itu namanya anugerah Tuhan
Anak pria lahir dari rahim wanita
Itu namanya kuasa Tuhan
Anak pria dibesarkan wanita
Itu namanya kasih sayang
Laki membunuh wanita
Itu namanya dosa besar
Laki-laki memperkosa wanita
Itu namanya terkutuk
Menuntut ilmu buat kebaikan
Itu namanya bijaksana
Menuntut ilmu buat kejahatan
Itu namanya kesetanan
Dua tahun turun gunung
Malang melintang kelantang keluntung
Di timur membunuh
Di barat memperkosa
Di selatan membunuh dan memperkosa
Di utara memperkosa dan membunuh
Dosa setinggi gunung
Dosa di mana-mana
Kejahatan sedalam lautan
Kejahatan dimana-mana
Guru sendiri turun gunung
Dibunuh dengan kepala hambar
Itu namanya laknat kualat
Pendekar Pemetik Bunga yang merasa bahwa nyanyian itu ditujukan kepadanya mengerling sekilas dan di atas loteng yang bobol dari mana ia menerobos masuk tadi dilihatnya dua orang duduk berjuntai di atas tiang palang. Yang seorang pria berpakaian putih, dialah yang menyanyi tadi.
Yang seorang lagi gadis bagus berpakaian kuning!
Biarawati-biarawati yang ada di tepi ruangan yang juga melihat ke atas loteng segera mengenali cowok yang bernyanyi itu yakni bukan lain daripada Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212! Karenanya mereka tidak ambil perduli. Sementara itu dari kalangan pertempuran terdengar lagi pekik Pendekar Pemetik Bunga. Ujung Sapu Jagat telah melanda untuk kedua kalinya belahan dada, sehingga jubah yang sudah robek sekarang robek tambah besar. Kulit dada cowok itu sendiri kelihatan tergurat merah, sakitnya bukan main!
Di atas loteng Sekar yanp sudah semenjak tadi tak sanggup menahan melompat turun, tapi lengannya dicekal erat-erat oleh Wiro Sableng.
“Jangan bodoh! Jika kau mengetengahi pertempuran itu salah-salah kau bisa kena gebuk sapu Ketua Biara atau kena tersambar racun jahat bunga kertas Pendekar Pemetik Bunga!”
“Aku tidak takut mati! Biar mati asalkan cowok terkutuk itu mampus ditanganku!”
Sekar hendak melompat lagi tapi lengannya tetap dicekal Pendekar 212 dan Wiro tak perdulikan rutukan yang dikeluarkan gadis itu.
“Lihat saja dulu, Sekar! Sekarang belum saatnya kita turun tangan!”
'Tapi kalau bedebah itu mampus di tangan Ketua Biara. Aku akan menyesal percuma seumur hidup!”
Wiro tertawa.
“Pendekar Terkutuk itu belum keluarkan ilmu simpanannya, jangankan si Ketua, guru Ketua Biara itupun tak bakal sanggup menghadapinya!”
Sekar ingat akan ucapan Empu Tumapel yaitu wacana ilmu “Jari Penghancur Sukma” yang dimiliki Pendekar Pemetik Bunga! Karenanya ia terpaksa ikuti pesan yang tersirat Wiro dan tetap duduk di samping cowok itu di atas loteng.
Pertempuran di bawah sana sudah berkecamuk enam puluh empat jurus!
“Crass!”
Pendekar Pemetik Bunga lompat ke luar dari kalangan pertempuran sewaktu sapu lidi senjata lawan membabat putus tangkai bunga kertas sedang bunganya sendiri robek-robek bertaburan!
“He... he... he... bersiaplah untuk menghadap setan kuburan cowok terkutuk!” kata Ketua Biara Pensuci Jagat pula. Pendekar Pemetik Bunga, yang biasanya menyahuti setiap ajukan lawannya dengan beringas sekarang bungkam seribu bahasa. Bola matanya bersinar tapi kelopak matanya kelihatan menyipit dan mencekung sedang tampangnya buas dan mulut- nya berkemik! Dia bangun di tengah ruangan dengan sepasang kaki merenggang.
Tiba-tiba kelihatanlah ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya memancarkan sinar hitam! Pendekar 212 yang berada di atas loteng tersentak kaget dan berseru keras.
“Ketua Biara Pensuci Jagat! Lekas menghindar! Kau tak bakal sanggup menghadapi ilmu Jari Penghancur Sukma itu!” Tapi Supit Jagat tidak ambil peduli. Malah dengan tubuh laksana gunung karang ia tetap bangun di daerah dan kerahkan seluruh tenaga dalamnya ke sapu lidi di tangan kanan!
Ibu jari dan jari telunjuk Pendekar Pemetik Bunga mulai membentuk lingkaran. Sinar hitam jari-jari itu menggidikkan.
“Ketua Biara, lekas menghindar!” seru Wiro sekali lagi. Namun tetap Supit Jagat tidak bergerak dan hadapi lawannya dengan penuh ketabahan!
“Edan betul!” teriak Wiro Sableng!
Pendekar 212 bersuit nyaring. Tak seorangpun yang melihat kalau tangannya sebelah kanan ketika itu sudah berubah menjadi putih laksana perak menyilaukan!
Di lain kejap Pendekar Pcmetik Bunga jentikkan jari telunjuknya. Dihadapannya Supit Jagat hantamkan pula sapu lidinya dalam satu jurus bacokan yang dahsyat!
Larikan sinar hitam yang dahsyat menggidikkan menggebu ke arah Supit Jagat. Sinar hitam ini dipapasi oleh angin membadai yang berwarna putih agak kelabu dari sapu sang Ketua Biara! Hebatnya, sebelum dua sinar maut itu sama-sama berbenturan, dari atas loteng satu sinar putih yang panas dan sangat menyilaukan memapak di tengah-tengah kedua sinar tadi!
Itulah Pukulan Sinar Matahari yang telah dilancarkan oleh jagoan 212 dari atas loteng!
Tiga dentuman yang berkumandang secara serentak menggetarkan bumi. Dunia laksana mau kiamat! Dinding-dinding ruangan pecah-pecah, banyak yang ambruk! Tiang-tiang gedung biara beberapa diantaranya runtuh bergemuruh! Loteng amblas! Biarawati-biarawati yang ada di dalam gedung segera berlompatan ke luar termasuk Pendekar Pemetik Bunga dan Supit Jagat, Wiro Sableng sendiri sabelumnya telah melesat meninggalkan loteng bersama Sekar. Sewaktu kedua orang ini hingga di halaman muka, keduanya mendapat Ketua Biara dan Pendekar Pemetik Bungs telah berhadap-hadapan kembali!
Diam-diam Pendekar 212 berunding dengan Sekar. Kemudian Wiro berseru, “Ketua Biara, harap kau suka memberi kesempatan padaku untuk turun tangan menjajal cowok yang katanya cerdik setinggi gunung sedalam lautan dan congkak ini!”
Supit Jagat sehabis melihat kehebatan ilmu Jari Penghancur Sukma lawannya menyadari bahwa ia tak akan sanggup menghadapi Pendekar Pemetik Bunga! Seruan Pendekar 212 tadi yakni kesempatan yang paling baik baginya untuk mengundurkan diri tanpa kehilangan muka.
“Pendekar 212, jikalau kau memang punya urusan tertentu dengan insan keparat ini silahkan maju!”
“Licik!” teriak Pendekar Pemetik Bunga. Matanya beringas memandangi Wiro Sableng.
Pendekar 212 sebaliknya tertawa mengejek!
“Dalam kamus kehidupanmu, rupanya kau masih kenal arti kata licik heh? Apakah kau juga tahu apa artinya kebejatan? Apa arti terkutuk dan apa arti kualat serta dosa?!”
Merah padam paras Pendekar Pemetik Bunga!
“Kunyuk bermuka manusia, kau siapa? Apa kepentinganmu mencampuri urusan orang lain?!”
“Apa kepentinganku? Banyak... berbagai sobat! Kau bisa tanya nanti pada iblis-iblis penjaga kubur atau setan-setan di neraka...” Habis berkata begini Wiro Sableng tertawa bekekekan.
“Anjing kurap yang tak tahu diri, makan jariku ini!” Sinar hitam berkiblat melanda Wiro Sableng!
Pendekar 212 yang sudah punya rencana tersendiri tidak memapasi serangan lawan dengan seluruh tenaga dalamnya. Dia tak ingin insan terkutuk itu mati dalam tempo singkat!
Sambil lancarkan pukulan sinar matahari ia melompat setinggi enam tombak. Dari bawah Pendekar Pemetik Bunga kebutkan lengan jubahnya!
Dua lusin bola-bola hitam menderu ke arah Wiro Sableng. Yang diserang menyambut dengan pukulan “Benteng Topan Melanda Samudera.” Dua puluh empat bola-bola hitam itu meledak dan udara tertutup kabut hitam! Pendekar 212 yang tahu maksud licik lawannya, begitu kabut hitam menutupi pemandangan segera jungkir balik dua kali berturut-turut. Bila dalam sekejapan mata kemudian ia sudah ke luar dari kabut hitam itu maka kelihatanlah Pendekar Pemetik Bunga melarikan diri ke arah pintu gerbang biara. Lima orang biarawati yang menjaga pintu itu sekali jentikan jari saja segera dibikin meregang nyawa oleh Pendekar Pemetik Bunga.
Pemuda ini kemudian bergerak cepat menekan tombol diam-diam pembuka pintu. Tapi Pendekar 212 tahu-tahu menghadang dihadapannya!
“Mau lari ke mana sobat?!” hardik Wiro Sableng.
Sebenarnya Pendekar Pemetik Bunga bukanlah seorang pengecut.
Namun melihat ilmu “Jari Penghancur Sukma” yang dilancarkan terhadap Wiro Sableng tiada mempan sama sekali maka lumerlah nyalinya!
Kegusaran menciptakan Pendekar Pemetik Bunga menjadi kalap, apalagi dalam keadaan kepepet begitu rupa. Dia menyerbu membabi buta! Tangan kiri mengebutkan sabuk mutiara sedang tangan kanan kembali lancarkan ilmu “Jari Penghancur Sukma”
Wiro tetap tak mau sambuti serangan dahsyat itu dengan kekerasan.
Dia jatuhkan diri ke tanah, bergulingling cepat mendekati lawan sebelum larikan sinar hitam menyerempet tubuhnya untuk kemudian tahu-tahu ia sudah berada di belakang Pendekar Pemetik Bunga!
Pendekar Pemetik Burga membalikkan tubuh secepat kilat. Tapi begitu tubuhnya berbalik, begitu dua ujung jari melanda urat besar dipangkal lehernya! Tak ampun lagi cowok terkutuk ini menjadi kaku tegang tubuhnya!
“He... he.... Apakah sekarang kau bisa jual tampang pamerkan segala ilmu silat dan kesaktianmu, insan terkutuk?!” ejek Wiro Sableng.
“Bangsat rendah! Kelak kau akan rasakan pembalasanku...!”
Sementara itu Sekar yang melihat musuh besarnya berada dalam keadaan tertotok segera tiba berlari dan keluarkan Rantai Petaka Bumi.
“Manusia bermuka iblis! Hari ini lunaslah hutang jiwa orang renta dan adikku!”
“Wuut!”
Rantai baja dengan bola baja berduri menderu ke arah kepala Pendekar Pemetik Bunga! Pendekar ini membeliak besar kedua matanya, keringat hambar berbutir-butir di keningnya! Dari mulutnya ke luar jerit ketakutan setinggi langit!
Sesaat lagi bola berduri itu akan menghantam hancur remukan kepala Pendekar Pemetik Bunga, satu tangan memukul ke depan dan bola berduri lewat setengah jengkal di bantalan kepala si cowok yang sudah ketakutan setengah mati.
“Wiro! Apa-apan kau?!” sentak Sekar alasannya yakni Wiro-lah yang menciptakan serangan mautnya tak mengenai sasaran!
“Jangan bodoh, Sekar! Mati dalam tempo yang singkat terlalu yummy buat insan macam dia!” Wiro berpaling pada Ketua Biara Pensuci Jagat dan beberapa biarawati yang ada di situ. “Bukankah demikian?” ujarnya.
Supit Jagat tertawa mengekeh.
“Kita jebloskan saja ia ke dalam sumur hewan berbisa!”, mengusulkan Supit Jagat.
Wiro tertawa dan gelengkan kepala.
Dipegangnya dagu Pendekar Pemetik Bunga kemudian tanyanya,
“Sobat, apakah kau pernah memikirkan bagaimana sakitnya sekujur tubuhmu bila jalan darahmu menyungsang terbalik?!”
Pucat pasilah muka Pendekar Pemetik Bunga.
“Demi Tuhan, saya minta semoga dibebaskan! Aku bertobat. Betul- betul tobat...! Aku betul-betul tobat...! Aku mohon keadilan!” kata Pendekar Pemetik Bunga. Kepalanya dipalingkan pada Supit Jagat, mohon belas kasihan. Dan ketika itu ia mulai menangis merengek- rengek macam anak kecil!
“Kau mohon keadilan dan mohon pengampunan?” tanya Supit Jagat dengan tertawa-tawa.
“Ya, dan saya akan bertobat,” sahut Pendekar Pemetik Bunga.
“Baik, kami akan ampuni kau punya jiwa. Tapi ada syaratnya!”
“Apapun syaratnya akan saya terima,” kata Pendekar Pemetik Bunga tanpa ragu-ragu.
Ketua Biara Pensuci Jagat tertawa, “Syaratnya gampang saja.
Cungkil sendiri kau punya jantung dan serahkan padaku!” Pendekar Pemetik Bunga menangis meraung-raung minta diampuni. Matanya menjadi bisul dan merah.
“Pendekar 212, sebaiknya lekas saja dimulai penjatuhan eksekusi atas dirinya!” kata Supit Jagat.
“Betul, makin cepat makin baik!”
Wiro membelai-belai rambut Pendekar Pemetik Bunga dengan senyum-senyum. “Kasihan.., kasihan....” katanya. Kemudian dua jari tangannya bergerak melaksanakan totokan di beberapa belahan tubuh Pendekar Pemetik Bunga.
Semua orang menunggu apa yang bakal terjadi. Pendekar Pemetik Bunga sudah seputih kain kafan tampangnya, keringat mengucur mulai dari kulit kepala hingga ke kaki! Mula-mula ia tak mencicipi apa-apa. Tapi kemudian kepalanya terasa hingga sakit.
Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuh! Peredaran darah dalam tubuhnya tidak normal lagi. Berdenyut membalik! Dan lolongan- lolongan yang mengerikan ke luar tiada hentinya dari lisan pria itu. Beberapa ketika kemudian Wiro lepaskan totokan di tubuh cowok terkutuk itu. Kini rasa sakit semakin menjadi-jadi. Dunia ini ibarat menyungsang di mata Pendekar Pemetik Bunga. Dia lari sana lari sini, berteriak tak karuan, mencak-mencak, berguling di tanah! Beberapa menit berlalu darah mulai mengucur dari kedua lobang hidung, mata serta telinganya!
Wiro berpaling pada gadis baju kuning di sebelahnya “Sekar, jikalau kau mau turun tangan inilah saatnya. Tapi jangan bunuh ia sekaligus!”
Rahang-rahang Sekar bergemeletakkan. Dia maju satu langkah.
Rantai Petaka Bumi diputar-putar. Melihat ini Pendekar Pemetik Bunga lari jauhkan diri.
Tapi “wuutt!”
Bola baja berduri menderu.
Pendekar Pemetik Bunga berteriak. Kupingnya yang sebelah kanan putus! Darah mengucur lebih banyak. Sekali lagi bola baja itu berdesing dan kali yang kedua ini sasarannya yakni indera pendengaran sebelah kiri Pendekar Pemetik Bunga! Keganasan dendam Sekar tidak hingga di situ saja, bola bajanya menderu lagi menghantam hidung si cowok hingga hidung itu hancur melesak dan tampang Pendekar Pemetik Bunga sungguh mengerikan untuk dipandang!
“Sudah cukup, Sekar?!” tanya Wiro Sableng.
“Belum!” jawab gadis itu pendek dan beringas. Sementara itu Pendekar Pemetik Bunga sudah terhampar di tanah bersahabat tembok, megap-megap dan masih menjerit-jerit! Di antara jeritan itu terdengar lagi deru bola baja berduri dua kali berturut-turut! Yang pertama menghantam tangan kanan Pendekar Pemetik Bunga, tangan yang telah puluhan kali melaksanakan kejahatan membunuh manusia-manusia tak berdosa! Hantaman yang kedua melanda sempurna pada anggota diam-diam di antara selangkangan Pendekar Pemetik Bunga yang selama dua tahun telah puluhan kali merusak kehormatan wanita terutama gadis-gadis berparas cantik!
Tubuh Pendekar Pemetik Bunga mengegelepar-gelepar. Nyawanya masih belum putus, hampir diambang sekarat!
“Ketua Biara Pensuci Jagat, bagaimana dengan kau?,” tanya Wiro.
Supit Jagat tertawa sedingin salju. Ingat ia pada orang- orangnya yang telah menemui janjkematian di tangan cowok itu. Dia maju selangkah.
“Pendekar terkutuk! Apakah kau masih bias mendengar suaraku?!”
“Uh…uh..”
“Hem bagus… Meski matamu tak sanggup melihat alasannya yakni genangan darah tapi dengarlah saya akan lukis parasmu seindah mungkin dengan sapu lidiku ini!”
Habis berkata demikian, Supit Jagat tusukkan ujung sapu lidinya ke muka Pendekar Pemetik Bunga! Jeritan cowok itu terdengar lagi, tapi tidak sekeras tadi. Suaranya sudah sember dan mukanya mengerikan lebih kini! Tusukan Sapu Jagat menciptakan mukanya itu laksana dipanteki dengan ratusan paku!
Pendekar Pemetik Bunga menggelepar-gelepar. Berguling ke kiri dan ke kanan, bergelimang darah serta debu. Kematiannya sungguh mengerikan. Namun mungkin itu belum seimbang dengan kejahatan- kejahatan yang paling terkutuk yang pernah dilakukannya selama dua tahun.
T A M A T