Cerita Silat: Belakang Layar Kitab Tujuh 9 - Seri Tujuh Insan Harimau

 cobaan dan ujian yang harus dialami untuk mendapatkan Kitab Tujuh itu Cerita Silat: Rahasia Kitab Tujuh 9 - Seri Tujuh Manusia Harimau
Sebelumnya...
Lupakah tuan bahwa, tuan tidak sanggup pergi sendiri? saya ini isteri, garwa tuan, dan wajib menemani anda hingga mati? Dan pernahkah tuan mendengar, cobaan dan ujian yang harus dialami untuk mendapatkan Kitab Tujuh itu?”
“Aku kemudian berfikir perihal Ki Harwati”, kata Ki Rotan, “Rupanya dia lebih dahulu melangkah dariku, sebelum saya sendiri melangkah”.
“Jangan kecewa. Siapa yang melangkah duluan, belum tentu dialah yang duluan sampai”, kata Ki Ratu Senik.
“Tapi akulah yang mendapatkan wangsit”, ujar Ki Rotan.
“Wangsit itu hanya petunjuk. Wangsit harus disertai dengan lakon. Tiap lakon mengalami perjuangan. Jika tuan bersikeras pergi sendiri, tuan akan menderitakannya sandiri. Jika saya ikut, keadaan jadi lain. Satu kiprah besar dan berat, lebih ringan dilakukan berdua”.......................
KI ROTAN seutuhnya percaya kepada ucapan Ki Ratu Senik, lantaran isterinya ini bukan perempuan sembarangan.
“Tadi engkau menyebutkan nama Ki Harwati. Dan kau pun kenal siapa dia dengan baik. Kau bilang, dia kesini memaksamu untuk menanyakan Kitab Perjalanan. Untuk mengetahui peta letak Kitab Tujuh itu. Kalau begitu, Bukit Tunggal ini yaitu sentra semua ilmu dan kitab. Jika tidak, kenapa dia berkali-kali harus ke sini”.
“Itu mungkin benar. Tapi seluruh diam-diam itu ada pada Ki Tunggal. Padahal begitu dia mati, terkuburlah seluruh diam-diam itu”.
“Jadi apa artinya perkawinan kau dan saya ini?” tanya Ki Rotan.
“Tentu saja ada. Jika saya hamil, saya akan melahirkan keturunanmu!”
“Bukan itu makna pertanyaanku!”
“Setidaknya, memenuhi kebutuhan kelamin anda dan saya, tuan guru”.
“Ah, yang saya harapkan dan kau bukan sekedar kebutuhan kelamin. Aku juga butuh tuah darimu lantaran kau bekas isteri hero bertuah”, kata Ki Rotan.
Ki Ratu Senik memegang pundak suaminya. Dan dia berkata lirih: “Kalau demikian, ikrar perkawinan kita tak lebih dari perkawinan hewan. Begitukah anggapan tuan?”
“Kau harus memberi sasuatu padaku”, kata Ki Rotan.
“Apa yang harus kuberi?”
“Bermacam-macam rahasia. Setidaknya Tuan Guru Tunggal pernah bercerita padamu perihal diam-diam hidup beberapa hero dan calon pewaris ilmu sakti. Pernahkah dia ketika hidup menceritakan perihal hero perempuan Ki Harwati?” tanya Ki Rotan.
“Pernah ada disebutkan, bahwa dia akan mewarisi Pedang Ratu Turki. Dan kulihat buktinya, hero perempuan ini memilikinya, ditaruh di pinggangnya,, ketika dia datang”.
“Apa lagi?”
“Satu hal terjadi di luar ramalan itu!” kata Ki Senik.
“Adakelainan?”
“Dia tidak menjadi pemilik Kitab Makom Mahmuda. Padahal gandengan Pedang Turki itu haruslah kitab itu, semoga pedang itu tidak salah penggal, kerena pemilik kitab itu tahu susukan dan jalan ke luar yang benar. Karena kedudukan pemilik dua barang sakti itu mencakup cahaya batin. Ini malah sebaliknya. Dia seolah-olah gelap, tak tahu arah, malah ke sini menanyakan padaku Kitab Perjalanan, . . .. bukankah ini bukti dia masih punya kekurangan?”
“Menurutmu . . . apa kekurangan Pendekar Harwati?” tanya Ki Rotan.
“Mungkin kekurangannya yaitu dia berjiwa serakah”, kata Ki Senik.
“Koq anda tahu?”
“Dia memiiliki Mahkota Ular. Di kepalanya ada ular Piransa belang kuning, yang mungkin akan selalu menyesatkan dia. Tidak semua pandekar harus mendapatkan proposal untuk menghiasi dirinya dengan barang - barang sakti. Menurut almarhum suamiku, tiap hero yang baik mempunyai benda sakti kembar. Sebagai contoh: bila memiilki pedang sakti, harus punya satu kitab sakti. Juga langsung hero harus kembar: Jika dia punya tabiat baik, harus disertai tabiat berkorban. Jika dia punya tabiat buruk, dia pun harus punya sifat mau menguasai orang lain. Apa anda masih buta dari ilmu satu ini?”
“Bukan begitu, istriku! Apa kau beropini dia terhalang mendapatkan Kitab Makom Mahmuda itu lantaran dia memelihara ular perhiasan?”, “Kukira betul demikian”, kata Ki Ratu Senik.
“Adasatu pertanyaan pentingku”, kata Ki Rotan.
“Cobalah menanyakan, selagi saya sanggup menjawab”.
“Pertanyaan terpenting buatku, selain Ki Harwati, siapa lagi nama hero terpenting di daerah seratus bukit ini?”tanya Ki Rotan.
“Dia masih turunan Ki Karat. Namanya Ki Gumara. Setelah matinya harimau renta ... almarhum suamiku ... kudengar Ki Gumara mengisi kekosongan itu. Harimau Tujuh akan tetap tujuh selamanya”.
“Namaku tak dia sebut?”
“Ada. Tapi tidak dalam urutan penting, menyerupai halnya nama Ki Ibrahim Arkam”.
“Adapernah juga disebut nama Pendekar Pita Loka?” tanya Ki Rotan. Ki Senik tardiam sesaat. Menurut ingatannya, nama ini dihentikan disebutkan oleh siapapun kendati mengetahui diam-diam kelebihannya. Jika dilanggar sumpah ini, maka Ki Senik akan melahirkan anak cacat. Diamnya Ki Senik, menciptakan Ki Rotan curiga, kemudian menuding: “Kau mau merahasiakan kelebihan Pendekar perempuan yang satu ini?”
“Bukan saya ingin merahasiakan pada anda. Bukankah anda suamiku? Tapi sekiranya saya menceritakan perihal dia ini, saya akan dikutuk oleh sumpah yang sudah saya janjikan pada Guru semua pendekar. Almarhum Ki Tunggal”.
KI ROTAN menjadi merah wajahnya. Dia berusaha menahan amarah. Namun yang akan dilampiaskan kemarahannya yaitu bukan sembarang perempuan. Ketika rasa ngeri itu melintas, wujud pribadinya jadi lemah lembut. Dia bertanya dangan nada merendah: “Bolehkah saya mengetahui, dari tujuh hero harimau itu, detik ini ada berapa hero yang bersibuk diri?”
“Tiap kejadian, selalu tiga hero bersibuk diri”.
“Dari tujuh harimau itu?”
“Belum tujuh harimau itu seluruhnya bersibuk. Pokoknya, satu diantara tujuh harimau itu harus menjalani kesibukan “.
“Setidaknya kau diberitahu ke mana Ki Harwati pergi?”, kata Ki Rotan.
“Jika pun dia berkata, belum tentu langkahnya kesana . Pendeknya dia akan selalu dirundung kegelapan selagi dia campuradukkan Pedang Ratu Turki dengan memeli hara barang sakti selain Kitab Makom Mahmuda. Selagi minyak tidak sanggup disatukan dengan air, begitupun ilmu hitam tidak sanggup dibaurkan dengan ilmu putih”.
“Apakah pernah kau berjumpa dengan hero sinting?” tanya Ki Rotan.
“Oh, lelaki abnormal itu? Maksud tuan Ki Dasa Laksana?”
“Ya!”
“Dia pemilik ilmu Setan”
“Setidaknya salah satu dari ramalannya sanggup terbukti !” ujar Ki Rotan.
“Memang dia meramalkan ketika mampir kesini, bahwa Ki Harwati akan menyerbu Desa Kumayan, membunuh beberapa orang tak berdosa dan memenggal lengan 17 dewasa sebagai tumbal mendapatkan buku Kitab Tujuh”.
“Dia juga manyebut nama tempat tersimpannya KitabTujuh”.
“Dia hanya menduga, Kitab Tujuh itu ada di Bukit Kumayan!”.
“Dia ke Bukit Kumayan?” desak Ki Rotan.
“Entahlah. Tapi jangan dengar ucapan orang gila. Berteman dengan setan, penghulunya yaitu iblis-iblis. Aku ngeri jikalau anda dipengaruhi oleh ucapannya”, kata Ki Senik.
“Kini hampir terperinci bagiku, apa yang kau rahasiakan pada saya perihal Ki Pita Loka.
Dia puteri Ki putih Kelabu. Dia berasal dari Kumayan. Makara anda merahasiakan ini alasannya yaitu kuatir saya akan mengembara ke Kumayan, kemudian meninggalkan anda. Sedangkan perkawinan kita gres satu malam”
Mendengar tantangan itu, Ki Senik bersedih hati. Dia pernah dengar juga perihal ambisi Ki Rotan yang kobarannya bagai api.
Ki Rotan pun tahu kelemahan perempuan muda ini. Kelemahannya yaitu sex..Jadi pada malam harinya, dicumbunya isterinya itu, tetapi setiap isterinya minta disetubuhi, dia selalu menolak. Hanya dibuatnya ketagihan birahi belaka!
“Katakan dulu diam-diam Kitab Tujuh itu, semoga akulah jadi pemiliknya. Tidakkah kau bangga, apabila saya menjadi raja dari semua guru, temasuk raja dari harimau yang tujuh?
“Jangan bujuk saya sehingga melanggar sumpah”, kata Ki Senik.
“Kau takut anakmu akan cacat?”
“Tentu. Karena itulah inti sumpahku!”
“Kau kalau begitu berpihak kepada Ki Pita Loka? Dia toh musuh saya, dan musuh saya berarti musuh kau !”
Bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel