Cerita Silat: Belakang Layar Kitab Tujuh 16 - Seri Tujuh Insan Harimau

 tentu ayah sedang mambuktikan dirinya sebagai lawan Cerita Silat: Rahasia Kitab Tujuh 16 - Seri Tujuh Manusia Harimau
Sebelumnya...
Makin lama, yang ia kira lawannya, semakin terang kehijauan, dan, dan, dan itu tak lain ialah ayahnya. Makin usang wajah ayahnya semakin nyata. Jika benar ini ayah, tentu ayah sedang mambuktikan dirinya sebagai lawan, bukan sebagai guru.
Kekuatan yang dikirimkan ayah lewat gelombang sinar radiasi ini pun tampaknya tak tanggung-tanggung.
Kekuatan begini, jikalau tak teliti, sanggup membunuh. Gumara ingin memperingatkan ayahnya yang sudah mati itu, tapi ia sudah yakin. Ilham seakan tiba arwah ayahnya sedang murka, khusus tiba dalam alam maut barzah ke bumi aktual ini, untuk suatu peringatan. Tapi aneh, usang kelamaan lawannya ini melemah dan melemah.
DI TEPI tebing dibalik lembah Air terjun Mayang, di malam gulita itu Harwati membanting tubuhnya ke permukaan makam. Makam itu mengepulkan asap.
Ki Harwati putus asa. Matanya terbeliak nanar, menatap Ki Rotan yang kelihatan tegang.
Ki Rotan bertanya : “Gagalkah roh Ki Karat membantumu?”
“Asap itu sebagai bukti”, ujar Ki Harwati.
“Aku memang menerka begitu. Betapapun hebatnya ilmu Ki Karat, mungkin masih lebih tinggi ilmu Ki Gumara. Selain itu, roh guru yang sudah mati tentu lebih rendah dari roh guru yang masih hidup”.
Ki Harwati merangkul lagi makam ayahnya. Dan asap itu makin usang semakin menghilang. Yang tinggal hanyalah anyir menyan. Tiba-tiba saja, dalam frustasi itu, Ki Harwati melihat ada benda kecil bergerak. Ternyata seekor kalajengking sedang merayap dari arah kerikil nisan pekuburan Ki Karat.
Ki Rotan setengah berseru:”Itu ia derma gres ayahmu!”
Kalajengking itu merayap perlahan, kemudian menyusul satu kalajengking lagi dan satu kalajengking lagi, kemudian puluhan dan ratusan kalajengking sudah mengerubungi permukaan kuburan Guru yang sudah mati itu.
Ki Harwati mencoba menahan ketegangan dan kegembiraan.
Ketika Ki Rotan mau berkata, ia memberi larangan: “Jangan ganggu aku, Ki Rotan”.
Kalajengking itu sudah merayap dengan ramah melalui paha Harwati, terus berlomba menaiki dada dan punggungnya, lehernya, kemudian memenuhi rambut dan mukanya.
Ki Rotan tambah tegang alasannya ialah tidak memahami apa yang akan terjadi selanjutnya.
Seluruh wajah Harwati sudah tertutup oleh Kalajengking. Dia kelihatan begitu mengerikan.
Dia seakan menanti instruksi roh ayahnya, apa maksud dari “Kiriman kalajengking” ini.
Lalu muncullah instruksi itu!
Harwati seperti diharuskan berdiri, tampaknya harus bangun dari perasaan kalah dan putus asa. Dia kemudian melangkah lebih tegap tanpa menghiraukan pertanyaan-pertanyaan Ki Rotan yang kebingungan. Dan dengan digayuti ribuan kalajengking itu, Ki Harwati agaknya dituntun ke arah Barat, ia menuju ke penderasan Sunbulat yang dianggap tabu mendatanginya kecuali atas izin.
Ketika Ki Rotan ingin memanfaatkan kesempatan ini dengan membuntuti Ki Harwati dari belakang, ia agak kaget. Sebab Ki Harwati berhenti mendadak, dan membalik ke arahnya.
Lalu beberapa ekor kalajengking yang bergayutan turun dari badan Ki Harwati.
Binatang-binatang mengerikan ini menjalar seakan mau menyerbu Ki Rotan. Ki Rotan mundur dengan panik, tapi ia tidak melihat pada jurang belakangnya. Yang kedengaran kemudian ialah teriakan Ki Rotan yang melolong memecah malam gulita.
Dia terjatuh ke jurang di bawah itu.
Dan Ki Harwati malanjutkan melangkah ke tujuannya sehabis bebarapa ekor kalajengking itu kembali bergayutan ke tubuhnya.
Ki Harwati tiba di penderasan Sunbulat menjelang terbitnya matahari.
Di sini rupanya ia harus mandi mensucikan diri bersama ribuan kalajengking itu.
Tubuh Ki Harwati menggigil.
Dan ia mencicipi sesuatu kekuatan yang maha mahir dikala tubuhnya itu, tanpa terasa, telah menyelusup secara abnormal sekali ribuan kalajengking itu .... seluruhnya menyerupai merayap ke dalam darahnya, dan ia mencicipi ada kekuatan dahsyat yang sedang memasuki tubuhnya.
Tapi, beginilah rupanya seorang pahlawan yang sedang kehilangan guru. Dia tidak tahu apa yang mesti diperbuatnya dikala tiba-tiba muncul satu tenaga yang membuat ia jumpalitan diantara batu-batuan itu, kemudian ....... meloncat keatas dan hinggap di tepi tebing. Lalu seluruh geraknya bagai spiral angin puyuh.
Beberapa pohonan terpaksa mengalah roboh apabila terkena tubuhnya yang melesat hebat.
Tidak satu mahkluk pun sanggup mengetahui kemana tujuannya.
Hanya matahari cerah yang memberitahukan dimana kemudian Harwati berada. Dia sendiri tidak mengetahui dimana ia berada, apabila ia tidak bertemu secara mengejutkan dengan seorang pahlawan muda.
Pendekar muda itu bertangan buntung. Dia terkejut mendapat seorang perempuan beringas yang menyerupai menancap mendadak berdiri dihadapannya.
“Siapa kau!” hardik Ki Harwati pada cowok buntung itu.
“Aku Talago biru”, ujar cowok buntung itu.
“Ikut aku!” perintah Ki Harwati.
“Tidak, tidak, ..... saya tidak akan mengikuti anda. Anda bukan guru saya!”
Ki Harwati ingin tau dan menghampiri cowok buntung itu dengan perilaku mengancam:
“Kalau begitu sebutkan guru kau.Dan hadapkan padaku!”
TALAGO BIRU dengan damai menatap pada Ki Harwati. Dia tidak tahu persis siapa bekerjsama pahlawan yang beringas ini. Pengalamannya selama belajar kepada Ki Pita Loka tidak pernah mendapat pelajaran untuk menggertak. Tapi kini? ia Temukan pahlawan beringas yang masuk dengan gertakan, “Katakan siapa Gurumu, Buntung!” hardik Ki Harwati.
“Itu bukan cara yang terhormat. Anda tidak usah berharap menemui ia sebelum anda melewati mayit saya”, ujar Talago biru.
Ki Harwati bertambah beringas, dan serta mena dihantamnya muka Talago biru. Anak muda itu terbengong sejenak.
Tinju yang mendarat dimukanya menyerupai sengatan hewan berbisa. Seketika wajahnya memar, membengkak dan tiba-tiba saja ia merasa amat haus. Talago biru dalam sekejap menyerupai edan, alasannya ialah ia haus dan panas. Dia butuh air. Tetapdia selalu ingat, pantangan-pantangan yang pernah diajarkan Ki Pita Loka. Jika ia haus dan panas oleh sengatan hewan berbisa, ia bukan mencari air. Tetapi ia harus membuat api dan memperabukan diri ke dalam api.
Dalam kaadaan jumpalitan menyerupai edan itu, Harwati mentertawakannya. Tapi kerikil yang ia pukul berkali-kali itu ialah usahanya membuat api. Benar. Pukulan terkeras pada kerikil itu membuat nyala api, yang segera menyambar ilalang.
Batang kering itu terbakar. Dan dikala itulah Talago biru menghamburkan tubuhnya ke dalam ilalang yang terbakar itu!
“Pedekar gila kau!” teriak Harwati melihat cowok buntung itu terkurung dalam ilalang yang menyala. Tapi,seteleh api itu padam, Harwati melihat keajaiban. Diantara hitamnya asap bekas api yang hampir padam itu, ia melihat sosok cowok buntung tadi, keras dan angker melangkah tegap kearahnya, kemudian meludah dangan semburan.
Semburan ludah itu mengenai wajah Ki Harwati. Mulanya ia akan ngamuk, tetapi kemudian ia merasa ada beberapa benda yang menyangkut di wajahnya, gotong royong dengan ludah itu.
Bersambung...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel