Dongeng: Kisah Si Pitung
Sabtu, 15 November 2014
Si Pitung yakni seorang cowok yang soleh dari Rawa Belong. Ia rajin berguru mengaji pada Haji Naipin. Selesai berguru mengaji ia pun dilatih silat. Setelah bertahun- tahun kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri makin meningkat.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia mempunyai ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung sekarang berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga memakai kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat isu perihal keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat karenanya mereka mendapat isu perihal dimana Si Pitung berada dan belakang layar kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua isu itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, isu perihal belakang layar kekebalan badan Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur basi dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.
Pada waktu itu Belanda sedang menjajah Indonesia. Si Pitung merasa iba menyaksikan penderitaan yang dialami oleh rakyat kecil. Sementara itu, kumpeni (sebutan untuk Belanda), sekelompok Tauke dan para Tuan tanah hidup bergelimang kemewahan. Rumah dan ladang mereka dijaga oleh para centeng yang galak.
Dengan dibantu oleh teman-temannya si Rais dan Jii, Si Pitung mulai merencanakan perampokan terhadap rumah Tauke dan Tuan tanah kaya. Hasil rampokannya dibagi-bagikan pada rakyat miskin. Di depan rumah keluarga yang kelaparan diletakkannya sepikul beras. Keluarga yang dibelit hutang rentenir diberikannya santunan. Dan anak yatim piatu dikiriminya bingkisan baju dan hadiah lainnya.
Kesuksesan si Pitung dan kawan-kawannya dikarenakan dua hal. Pertama, ia mempunyai ilmu silat yang tinggi serta dikhabarkan tubuhnya kebal akan peluru. Kedua, orang-orang tidak mau menceritakan dimana si Pitung sekarang berada. Namun demikian orang kaya korban perampokan Si Pitung bersama kumpeni selalu berusaha membujuk orang-orang untuk membuka mulut.
Kumpeni juga memakai kekerasan untuk memaksa penduduk memberi keterangan. Pada suatu hari, kumpeni dan tuan-tuan tanah kaya berhasil mendapat isu perihal keluarga si Pitung. Maka merekapun menyandera kedua orang tuanya dan si Haji Naipin. Dengan siksaan yang berat karenanya mereka mendapat isu perihal dimana Si Pitung berada dan belakang layar kekebalan tubuhnya.
Berbekal semua isu itu, polisi kumpeni pun menyergap Si Pitung. Tentu saja Si Pitung dan kawan-kawannya melawan. Namun malangnya, isu perihal belakang layar kekebalan badan Si Pitung sudah terbuka. Ia dilempari telur-telur basi dan ditembak. Ia pun tewas seketika.Meskipun demikian untuk Jakarta, Si Pitung tetap dianggap sebagai pembela rakyat kecil.