Dongeng: Kisah Kerikil Golog
Rabu, 05 November 2014
Pada jaman dahulu di tempat Padamara erat Sungai Sawing hiduplah sebuah keluarga miskin. Sang istri berjulukan Inaq Lembain dan sang suami berjulukan Amaq Lembain. Mata pencaharian mereka ialah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa menunjukkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah watu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, watu tempat mereka duduk makin usang makin menaik. Merasa menyerupai diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: "Ibu watu ini makin tinggi." Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, "Anakku tunggulah sebentar, Ibu gres saja menumbuk."
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin usang makin meninggi sampai melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu lalu berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara belum dewasa itu makin usang makin sayup. Akhirnya bunyi itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin usang makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru dikala itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia lalu berdoa semoga sanggup mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan sanggup memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya watu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang lalu diberi nama Desa Gembong olrh alasannya menimbulkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh alasannya ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan watu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan bunyi gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berkembang menjadi dua ekor burung. Anak sulung berkembang menjadi burung Kekuwo dan adiknya berkembang menjadi burung Kelik. Oleh alasannya keduanya berasal dari insan maka kedua burung itu tidak bisa mengerami telurnya.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah watu ceper didekat tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, watu tempat mereka duduk makin usang makin menaik. Merasa menyerupai diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: "Ibu watu ini makin tinggi." Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, "Anakku tunggulah sebentar, Ibu gres saja menumbuk."
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin usang makin meninggi sampai melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu lalu berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara belum dewasa itu makin usang makin sayup. Akhirnya bunyi itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin usang makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan. Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru dikala itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia lalu berdoa semoga sanggup mengambil anaknya. Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan sanggup memenggal Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya watu itu terpenggal menjadi tiga bagian. Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang lalu diberi nama Desa Gembong olrh alasannya menimbulkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan Batu oleh alasannya ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan watu ini. Dan potongan terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan bunyi gemuruh. Sehingga tempat itu diberi nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berkembang menjadi dua ekor burung. Anak sulung berkembang menjadi burung Kekuwo dan adiknya berkembang menjadi burung Kelik. Oleh alasannya keduanya berasal dari insan maka kedua burung itu tidak bisa mengerami telurnya.