Cinta Yang Menuntun Kita - Cerpen Cinta Romantis
Senin, 17 November 2014
CINTA YANG MENUNTUN KITA
Karya Melinda S. Rini
Aku berdiri di depan gerbang sekolah lain. Sekolah yang sebelumnya nggak saya kenal kalau tidak untuk menemui sahabat terbaikku,Mitta. Dia meminta saya menjemputnya hari ini. Sudah 15 menit saya berdiri usang menunggu dia. Aku mondar-mandir di depan gerbang sekolah itu mencari batang hidung Mitta. Seragam sekolahku yang berbeda menciptakan bawah umur sekolah itu melihatku penuh tanya.
Aku tidak menghiraukan mereka,aku putuskan untuk mencari beliau sendiri. Aku masuk lorong sekolah itu. Hingga tampaknya ada orang yang telah berbaik hati menanyakan aku.
"Maaf,aku lihat dari tadi tampaknya kau mencari seseorang ya?" langkahku segera berhenti,selanjutnya saya menoleh ke belakang untuk menjawab pertanyaan orang tersebut,dan seketika...
"Randa??" Nama itu seketika terucap dari bibirku. Nama yang sangat saya kenal,Randa sahabat dekatku sewaktu SMP. Setelah itu beliau tersenyum sangat tulus,sementara saya tersenyum palsu entah Randa tau atau tidak bahwa saya memaksa tersenyum padanya. Ya Tuhan,kenapa secepat ini? Kenapa harus kini saya bertemu dia. Aku belum siap untuk melihat beliau lagi. Bodohnya juga saya nggak menyadari bahwa sekolah ini ialah kawasan beliau menuntut ilmu. Ternyata beliau tau kalau saya tinggal dikota ini.
"Maaf,aku lihat dari tadi tampaknya kau mencari seseorang ya?" langkahku segera berhenti,selanjutnya saya menoleh ke belakang untuk menjawab pertanyaan orang tersebut,dan seketika...
"Randa??" Nama itu seketika terucap dari bibirku. Nama yang sangat saya kenal,Randa sahabat dekatku sewaktu SMP. Setelah itu beliau tersenyum sangat tulus,sementara saya tersenyum palsu entah Randa tau atau tidak bahwa saya memaksa tersenyum padanya. Ya Tuhan,kenapa secepat ini? Kenapa harus kini saya bertemu dia. Aku belum siap untuk melihat beliau lagi. Bodohnya juga saya nggak menyadari bahwa sekolah ini ialah kawasan beliau menuntut ilmu. Ternyata beliau tau kalau saya tinggal dikota ini.
Cinta yang Menuntun Kita |
Banyak yang berubah dari dia. Wajahnya dulu yang imut kini menjadi lebih tampan. Senyumannya kini menjadi lebih manis. Jerawat yang dulu banyak menghiasi wajahnya,sekarang sudah hilang. Tubuhnya kini menjadi lebih tinggi. Sahabatku sewaktu Sekolah Menengah Pertama ini,semakin terlihat remaja dengan mengenakan seragam putih abu-abu.
"Apa kabar,man?" Randa memecahkan lamunanku
"B-ba-baik..." jawabku terbata-bata dan singkat. Aku nggak sanggup menjawab pertanyaannya panjang lebar. Aku masih terlalu sakit hati jikalau mengingat semuanya.
"Kamu cari siapa?" tanya Randa lagi. Ya Tuhan,mendengar suaranya saja ingin rasanya saya memutar kembali waktu itu,waktu yang nggak saya harapkan pernah terjadi. Tapi,sekarang saya nggak sekedar mendengar suaranya saja,tetapi saya juga sedang berdiri sempurna dihadapan seseorang yang pernah menjadi penghuni hatiku dimasa kemudian bahkan hingga kini tampaknya masih menempel dihatiku.
"Aku mencari Mitta,dia minta saya menjemputnya hari ini, beliau anak kelas 2-IPA-1."
"Tunggu sebentar,tadi saya melihatnya sedang mengembalikan buku ke perpus..."
Dia tersenyum sangat manis. Tiba-tiba hatiku bergetar kembali,aku sadar saya masih mencintainya. Aduhh,rasanya saya ingin lari kini juga. Akhirnya,seseorang menolongku, Mitta memanggilku. Segera saya berpamitan dari hadapan Randa. Jujur saya nggak sanggup lama-lama berdiri dihadapanmu,Ran. Terlihat dari wajah Randa yang rasanya ingin menahanku sebentar sekedar melepas rasa kangennya. Tapi saya nggak bisa,aku harus cepat pergi,sebelum saya harus menangis dihadapanmu Ran.
***
Malam hari, saya teringat masa laluku. Aku teringat dimana hari-hariku lewati bersama sahabatku dulu. Masa-masa yang ingin saya lupakan dalam pikiranku. Tapi ternyata sangat sulit bagiku. Hhhhmmm...Randa, nama itu selalu teringat dalam pikiranku. Sebuah nama yang sangat sulit saya hilangkan dari pikiran ataupun hatiku.
"Mandaaa....." teriak Mitta, memecahkan lamunanku wacana Randa.
"Aduh,Mittaku sayang,bisa kan ketok pintu dulu?" keluh Manda
Kebiasaan terburuk Mitta ialah ketika akan masuk kamar Manda, beliau tidak pernah mengetuk pintu kamar Manda.
"Udah berapa kali gue ingetin, kalau masuk itu ketok pintu dulu. Apa susahnya, sih?" omel manda.
Mitta cengengesan,"Hehehe ya maap Mandaku sayang. Biasanya juga saya masuk kamarmu nggak pernah yang namanya ketok pintu dulu. Ya sudah saya nyelonong masuk aja. Ehh, nggak taunya kau malah asyik ngelamun, ngelamunin apa sih? serius banget kayaknya." Tanya sahabatku itu, saya hanya menjawab pertanyaannya dengan senyuman.
"Oh ya man, tadi waktu kau ke sekolahku. Kalau nggak salah kau lagi ngobrol sama Randa kan? kok sanggup sih man? padahal beliau itu orangnya dingin banget loh, beliau Cuma mau ngomong sama orang-orang tertentu aja." tanya Mitta
"Itu yang saya lamunin..."
"Maksud kamu?" tanya Mitta penuh tanya
"Mitt, kau masih ingat kan wacana Randa yang dulu pernah saya ceritain ke kamu. Randa sahabatku dulu sekaligus orang yang pernah saya cinta dan saya benci. Dia tiba lagi dalam kehidupanku....."
"Maksud kau Randa temanku itu ialah Randa sahabatmu?" tanya Mitta penasaran. Aku hanya mengangguk. Ingin rasanya saya menahan air mataku yang membendung di pelupuk mata, tapi air mata itu tetap tumpah membasahi pipi.
***
Pertemuan itu menguak sebuah kenangan yang tertutup rapat di dalam hatiku. Kenangan cinta yang menjadi sebuah misteri saja. Persahabatanku dengan Randa membawa jauh melambungkan impian bagiku. Aku jatuh cinta pada Randa.
Hingga hasilnya kenyataan itu membangunkanku. Saat Randa mengajakku ke toko buku dan beliau memperbolehkan saya membeli buku-buku yang saya mau dan beliau yang membayarnya ternyata ialah ungkapan kegembiraan keberhasilannya mendapatkan Tya, seorang cewek yang amat disuakainya. Tya ialah sahabat terbaikku selama SMP. Mereka saling kenal karna saya yang memperkenalkan mereka, hingga hasilnya mereka saling suka. Aku hanya sanggup tersenyum menahan perih yang menggores sangat dalam dihatiku. Aku benar-benar kecewa.
***
Melihat kemesraan Randa dengan Tya setiap hari, saya mencicipi ada luka yang menggores hatiku semakin dalam. Sangat pedih dan perih. Aku akui, saya sangat cemburu. Aku sadar menginginkan Randa lebih dari sekedar sahabat. Saat itu saya benar-benar hancur. Aku harus tersenyum untuk Randa dan untuk Tya. Bukan kesalahan Randa kalau saya mencintainya, menyayangi seorang sahabat yang telah begitu baik padaku dan bukan kesalahan Randa jikalau beliau menyayangi Tya.
Apakah kau ingin tau,Ran? Kenapa saya tiba-tiba lari dari kehidupanmu? Aku tak sanggup selamanya berpura-pura tak ada sakit yang menderaku. Setiap detik yang kulalui bersama kau dan Tya rasanya menyerupai api membara. Jujur saya nggak pernah ingin melihat kau senang dengan Tya.
Hingga hasilnya hatiku terlalu sakit jikalau harus melewati hari-hari itu. Aku pun tetapkan pergi jauh, jauh dari hadapan mu. Membawa pergi luka hatiku. Itu ialah awal kehidupanku tanpa senyuman mu. Senyum yang selalu menghiasi hari-hari ku. Hati ku ternyata lebih perih ketika kehilangan mu sebagai sahabat. Hidup tanpa senyuman mu ternyata lebih berat dan saya tak sanggup juga melupakan mu hingga sekarang.
***
Aku terpekur dikamarku. Malam ini saya sendiri. Mitta pun belum tiba menghiburku. Aku sendiri, di temani malam tanpa bintang. Angin yang bertiup sangat kencang masuk ke dalam kamar ku. Akhirnya sahabat ku pun datang.
"Ada apa, Man?" tanya Mitta secara lembut. Aku belum menjawab, hati ku ternyata masih terasa sakit walaupun luka itu sudah terasa lama.
"Aku belum sanggup melupakan Randa...." kata ku lirih, sangat lirih hampir tidak terdengar. Mitta tersenyum, kemudian berdiri di samping ku.
"Memang sulit untuk kita jikalau harus melupakan sebuah kenangan yang sangat manis. Kenangan yang harusnya tersimpan menjadi memori indah tapi kenyataannya lain, ternyata kenangan itu menjadi luka yang menggores hati yang semakin dalam..." Mitta berhembus, air mataku juga mulai akan mengalir membasahi pipiku, perkataannya tadi sangat menyentuh hatiku.
"Tetapi kau nggak sanggup menyerupai ini terus menerus. Kamu nggak harus melupakan Randa.."
"Aku harus melupakan dia, Mitt. Aku terlalu sakit hati jikalau harus mengingatnya lagi"
"Baiklah kalau kau ingin melupakan dia, tapi dengan cara kau harus menyampaikan ke Randa bahwa selama ini kau mencintainya, sehabis itu kau niscaya akan sanggup melupakan Randa secara perlahan.."
"Tapi bukan kini waktunyaa.." kataku lirih
"Terserah kamu, kapan mau jujur kepada Randa. Namun semakin cepat kau mengatakannya, semakin cepat juga kau melupakannya.."
***
Hari ahad saya lari pagi bersama Mitta. Hari yang sejuk, udara pagi yang masih terasa fress dinikmati pagi ini. Aku dan Mitta kemudian beristirahat di dingklik yang terdapat dibawah pohon melati yang tumbuh tinggi menambah harumnya taman itu. Mitta kemudian pergi membeli sebotol air minum. Namun saya ingin tetap bersantai di dingklik itu. Menyium wanginya bunga melati. Hingga hasilnya tiba seorang yang sama sekali tidak saya harapkan, sama sekali......
"Hai,man..." Randa datang, saya lebih menentukan untuk pergi secepat mungkin tapi tangannya sudah menahanku untuk tidak pergi.
"Tunggu,Man. Aku ingin bicara..." dengan terpaksa saya pun tetap duduk di sampingnya. Ya Tuhan, mana Mitta? Kenapa beliau belum juga tiba di ketika menyerupai ini?
"Mungkin bagimu masa lalu,Man. Tapi bagiku tidak. Sampai kini saya masih nggak mengerti maksud kau yang dulu tiba-tiba hilang dari hidupku."
Aku masih belum sanggup menjawab,Ran. Aku masih belum sanggup jujur. Ego ku masih belum sanggup mendapatkan sakit hatiku yang dulu saya terima.
"Man, saya mohon jawab pertanyaanku. Kamu nggak tau, waktu kau pergi dari hidupku, saya sangat kehilangan kamu, saya kehilangan seorang sahabat yang selalu mengisi hari-hariku, saya kehilangan semangat hidupku, saya kehilangan seseorang yang ada......" Randa berhenti sejenak. Kehilangan seorang yang ada pada apa Ran? Yang ada di hidupmu? sama,Ran. Aku lebih kehilangan daripada kamu. Aku kehilangan separuh hatiku yang harusnya menjadi bab hidupku.
"Aku kehilangan...separuh hatiku,Man. Aku kehilangan separuh bunga yang harusnya tumbuh mekar di hatiku. Aku jatuh cinta padamu,Man...."
***
Ya Tuhan, apa ini simpulan dari semuanya yang dulu saya alami? Pengakuan Randa tadi pagi sangat menggembirakan bagiku. Pengakuan yang nggak pernah saya bayangkan sebelumnya. Malam ini terasa indah sekali bagiku, bulan dan bintang bersinar cerah. Tapi itu belum berakhir, saya belum menjawab hati Randa.
"Terima aja, ini kan yang kau mau?" kata Mitta. Aku terdiam, masih tidak tau apa yang harus ku jawab.
"Kamu masih bingung?" tanya Mitta kembali
"Aku takut....."
"Man,bunga ialah cinta. Cinta sanggup menembus batas. Cinta itu berasal dari hati, dua sejoli yang memiliki perasaan yang sama..."
"Tapi disisi lain saya ingin melupakan Randa, Mitt..."
"Manda, kita tuh nggak akan mungkin sanggup melupakan seseorang yang pernah akrab dengan hati kita, sekalipun orang itu pernah menciptakan kita menangis. Cuma ada satu jalan yang terbaik yaitu berdamai dengan semuanya, berdamai dengan hati kita. Saat perdamaian dengan sang hati telah tercapai, semua akan tampak terperinci dimata kita, kita akan menjadi lebih tegar, setahap lebih remaja dan kita nggak akan lagi memendam dendam yang hanya akan menciptakan hati kita membusuk menyerupai menyimpan tomat terlalu lama..."
"Tapi saya masih takut mendapatkan semua ini, saya takut seandainya Randa hanya berpura-pura menyampaikan itu semua hanya karna ingin menciptakan saya senang sehabis sekian usang kita nggak pernah bertemu lagi.."
"Manda, nggak usah takut. Selama ini kan kau sudah mencoba untuk melupakan Randa kan? Tapi ternyata Tuhan nggak memperbolehkan kau melupakan Randa dan kenyataannya ketika kau bertemu Randa lagi, beliau menyampaikan ke kau bahwa beliau sangat kehilangan kamu, sama menyerupai kau kehilangan dia, jadi apa yang perlu ditakutkan?"
Iya,mitt. Kamu benar, Randa dan saya sama-sama kehilangan. Bukan kehilangan sahabat tetapi kehilangan separuh hati yang sudah sekian usang ingin disatukan. Dan kini ketika hati itu bertemu, separuh hati yang terpisah itu ingin bersatu kembali. Menjadi 1 hati yang bersemi didalam diri kita masing-masing.
***
Aku berjalan menuju taman itu. Hari ini saya ingin bertemu Randa. Aku ingin menyampaikan suatu hal yang terpenting. Aku ingin menyampaikan bahwa selama ini saya juga mencintainya, sama apa yang beliau rasakan terhadapku. Akhirnya saya hingga ditempat yang saya tuju, saya melihat Randa. Kami duduk dibawah dingklik panjang,
"Kamu ingin tau kenapa saya dulu tiba-tiba pergi jauh dari hidupmu? Karena saya sangat sakit,Ran. Aku sangat kehilangan kau sebagai seorang sahabat yang selalu ada disampingku, saya duka kehilangan kamu, saya merasa menyerupai kehilangan semua perhatian dan kasih sayang dulu kau berikan ke saya tiba-tiba beralih ke Tya. Jujur saya nggak sanggup melihat kau senang dengan Tya. Harus ku akui saya sangat cemburu waktu itu, karna saya dulu cinta sama kamu,Ran.."
Terlihat dari mata Randa beliau sangat terkejut mendengar pengakuanku. Seandainya dari dulu saya sanggup menyampaikan ini kepada kamu, niscaya saya nggak akan terpuruk dalam kesedihan menyerupai ini.
"Kemudian saya lebih menentukan pergi dari hidupmu. Aku ingin membuang sakit hatiku, membuang semua rasa cemburuku dan rasa cintaku terhadapmu. Tapi kenyataannya lain, Ran. Sampai kini pun saya nggak sanggup melupakanmu sedikit pun. Aku masih sayang sama kamu..."
Akhirnya saya menyampaikan semua itu. Hatiku menjadi sangat dan tidak ada lagi beban dalam diriku. Randa terlihat sangat bahagia, sama menyerupai aku. Benar kata Mitta, kini saya lebih lega sehabis mengungkapkan ini semua. Setelah itu saya dan Randa sangat bahagia, senang menjalin sebuah cinta yang sudah usang terpisah. Terima kasih Mitta, semua ini nggak akan terjadi kalau tidak dengan bantuanmu. Kalau saja seandainya dulu kau tidak memaksaku untuk tiba ke sekolahmu niscaya saya nggak akan bertemu Randa kembali.
***
Dua ahad sehabis itu, disaat saya sedang bersantai tiba-tiba saya mendapatkan telpon dari Mitta. Dengan sambil tersedu, Mitta memintaku tiba ke rumah sakit. Setelah menawarkan alamat rumah sakit. Aku menuju rumah sakit dengan segala pertanyaan. Siapa yang dirawat di rumah sakit?
Sampai di rumah sakit kulihat Ayah dan Ibu Randa duduk di ruang tunggu dengan wajah tertunduk lesu dengan air mata yang meleleh. Disampingnya, berdiri Mitta dengan wajah yang pucat. Dimana Randa? Kenapa disaat menyerupai ini beliau tidak ada disini? Atau jangan-jangan......
Mitta memelukku sambil tersedu. Air mataku tiba-tiba ikut bercucuran. Kami menangis seperti ditinggal pergi oleh orang yang kami cintai. Dan kenyataan itu benar. Randa mengidap penyakit leukimia selama 2 tahun terakhir ini. Penyakit yang saya kira hanya ada di sinetron-sinetron tapi kini terbukti di kehidupan nyata.
“Dokter menyampaikan bahwa hidup Randa tak usang lagi,Man.” Kata Mitta
“Dokter bukan Tuhan, Mitt.” Jawab Manda tanpa melepaskan pandangan dari badan Randa. Manda dan Mitta berdiri di luar jendela ruang isolasi rumah sakit.
“Maafkan kami alasannya ialah tidak memberitau wacana penyakit Randa. Dia sendiri yang memintanya untuk menyembunyikan penyakitnya ini. Dia tidak mau dikasihani. Dia tidak ingin, ketika beliau meninggalkan kita, ada air mata kesedihan. Dia ingin kita merelakan kepergiannya dengan lapang dada. Jadi, ketika kita masuk kedalam kau jangan menangis ya.” Kata Ibu Randa pasrah
“Baik saya tidak akan menangis.” Kata Manda sambil menghapus air matanya
Kami memasuki ruang isolasi dengan pakaian sangat steril, memakai masker dan topi plastik. Ketika kami masuk, Randa membuka matanya, kami berdiri disekeliling Randa.
“Apa yang kau lakukan disini? Ayo bangkit dan kita pulang!” kataku sambil memegang jemarinya
“Aku lelah sekali. Aku ingin beristirahat” katanya,
“Kalau begitu beristirahatlah,Nak. Tidurlah dengan nyenyak.” Kata ayah Randa
Randa menatapku. Terlihat dari matanya rasa bersalah.
“Ya,tidurlah. Aku akan tetap disini menunggumu hingga kau tertidur,” kataku sambil berusaha membendung air mata yang ingin membuncah keluar. Yang terakhir kulihat ialah wajahnya yang tirus dan senyuman yang dulu selalu diberikannya kepadaku.
***
"Apa kabar,man?" Randa memecahkan lamunanku
"B-ba-baik..." jawabku terbata-bata dan singkat. Aku nggak sanggup menjawab pertanyaannya panjang lebar. Aku masih terlalu sakit hati jikalau mengingat semuanya.
"Kamu cari siapa?" tanya Randa lagi. Ya Tuhan,mendengar suaranya saja ingin rasanya saya memutar kembali waktu itu,waktu yang nggak saya harapkan pernah terjadi. Tapi,sekarang saya nggak sekedar mendengar suaranya saja,tetapi saya juga sedang berdiri sempurna dihadapan seseorang yang pernah menjadi penghuni hatiku dimasa kemudian bahkan hingga kini tampaknya masih menempel dihatiku.
"Aku mencari Mitta,dia minta saya menjemputnya hari ini, beliau anak kelas 2-IPA-1."
"Tunggu sebentar,tadi saya melihatnya sedang mengembalikan buku ke perpus..."
Dia tersenyum sangat manis. Tiba-tiba hatiku bergetar kembali,aku sadar saya masih mencintainya. Aduhh,rasanya saya ingin lari kini juga. Akhirnya,seseorang menolongku, Mitta memanggilku. Segera saya berpamitan dari hadapan Randa. Jujur saya nggak sanggup lama-lama berdiri dihadapanmu,Ran. Terlihat dari wajah Randa yang rasanya ingin menahanku sebentar sekedar melepas rasa kangennya. Tapi saya nggak bisa,aku harus cepat pergi,sebelum saya harus menangis dihadapanmu Ran.
***
Malam hari, saya teringat masa laluku. Aku teringat dimana hari-hariku lewati bersama sahabatku dulu. Masa-masa yang ingin saya lupakan dalam pikiranku. Tapi ternyata sangat sulit bagiku. Hhhhmmm...Randa, nama itu selalu teringat dalam pikiranku. Sebuah nama yang sangat sulit saya hilangkan dari pikiran ataupun hatiku.
"Mandaaa....." teriak Mitta, memecahkan lamunanku wacana Randa.
"Aduh,Mittaku sayang,bisa kan ketok pintu dulu?" keluh Manda
Kebiasaan terburuk Mitta ialah ketika akan masuk kamar Manda, beliau tidak pernah mengetuk pintu kamar Manda.
"Udah berapa kali gue ingetin, kalau masuk itu ketok pintu dulu. Apa susahnya, sih?" omel manda.
Mitta cengengesan,"Hehehe ya maap Mandaku sayang. Biasanya juga saya masuk kamarmu nggak pernah yang namanya ketok pintu dulu. Ya sudah saya nyelonong masuk aja. Ehh, nggak taunya kau malah asyik ngelamun, ngelamunin apa sih? serius banget kayaknya." Tanya sahabatku itu, saya hanya menjawab pertanyaannya dengan senyuman.
"Oh ya man, tadi waktu kau ke sekolahku. Kalau nggak salah kau lagi ngobrol sama Randa kan? kok sanggup sih man? padahal beliau itu orangnya dingin banget loh, beliau Cuma mau ngomong sama orang-orang tertentu aja." tanya Mitta
"Itu yang saya lamunin..."
"Maksud kamu?" tanya Mitta penuh tanya
"Mitt, kau masih ingat kan wacana Randa yang dulu pernah saya ceritain ke kamu. Randa sahabatku dulu sekaligus orang yang pernah saya cinta dan saya benci. Dia tiba lagi dalam kehidupanku....."
"Maksud kau Randa temanku itu ialah Randa sahabatmu?" tanya Mitta penasaran. Aku hanya mengangguk. Ingin rasanya saya menahan air mataku yang membendung di pelupuk mata, tapi air mata itu tetap tumpah membasahi pipi.
***
Pertemuan itu menguak sebuah kenangan yang tertutup rapat di dalam hatiku. Kenangan cinta yang menjadi sebuah misteri saja. Persahabatanku dengan Randa membawa jauh melambungkan impian bagiku. Aku jatuh cinta pada Randa.
Hingga hasilnya kenyataan itu membangunkanku. Saat Randa mengajakku ke toko buku dan beliau memperbolehkan saya membeli buku-buku yang saya mau dan beliau yang membayarnya ternyata ialah ungkapan kegembiraan keberhasilannya mendapatkan Tya, seorang cewek yang amat disuakainya. Tya ialah sahabat terbaikku selama SMP. Mereka saling kenal karna saya yang memperkenalkan mereka, hingga hasilnya mereka saling suka. Aku hanya sanggup tersenyum menahan perih yang menggores sangat dalam dihatiku. Aku benar-benar kecewa.
***
Melihat kemesraan Randa dengan Tya setiap hari, saya mencicipi ada luka yang menggores hatiku semakin dalam. Sangat pedih dan perih. Aku akui, saya sangat cemburu. Aku sadar menginginkan Randa lebih dari sekedar sahabat. Saat itu saya benar-benar hancur. Aku harus tersenyum untuk Randa dan untuk Tya. Bukan kesalahan Randa kalau saya mencintainya, menyayangi seorang sahabat yang telah begitu baik padaku dan bukan kesalahan Randa jikalau beliau menyayangi Tya.
Apakah kau ingin tau,Ran? Kenapa saya tiba-tiba lari dari kehidupanmu? Aku tak sanggup selamanya berpura-pura tak ada sakit yang menderaku. Setiap detik yang kulalui bersama kau dan Tya rasanya menyerupai api membara. Jujur saya nggak pernah ingin melihat kau senang dengan Tya.
Hingga hasilnya hatiku terlalu sakit jikalau harus melewati hari-hari itu. Aku pun tetapkan pergi jauh, jauh dari hadapan mu. Membawa pergi luka hatiku. Itu ialah awal kehidupanku tanpa senyuman mu. Senyum yang selalu menghiasi hari-hari ku. Hati ku ternyata lebih perih ketika kehilangan mu sebagai sahabat. Hidup tanpa senyuman mu ternyata lebih berat dan saya tak sanggup juga melupakan mu hingga sekarang.
***
Aku terpekur dikamarku. Malam ini saya sendiri. Mitta pun belum tiba menghiburku. Aku sendiri, di temani malam tanpa bintang. Angin yang bertiup sangat kencang masuk ke dalam kamar ku. Akhirnya sahabat ku pun datang.
"Ada apa, Man?" tanya Mitta secara lembut. Aku belum menjawab, hati ku ternyata masih terasa sakit walaupun luka itu sudah terasa lama.
"Aku belum sanggup melupakan Randa...." kata ku lirih, sangat lirih hampir tidak terdengar. Mitta tersenyum, kemudian berdiri di samping ku.
"Memang sulit untuk kita jikalau harus melupakan sebuah kenangan yang sangat manis. Kenangan yang harusnya tersimpan menjadi memori indah tapi kenyataannya lain, ternyata kenangan itu menjadi luka yang menggores hati yang semakin dalam..." Mitta berhembus, air mataku juga mulai akan mengalir membasahi pipiku, perkataannya tadi sangat menyentuh hatiku.
"Tetapi kau nggak sanggup menyerupai ini terus menerus. Kamu nggak harus melupakan Randa.."
"Aku harus melupakan dia, Mitt. Aku terlalu sakit hati jikalau harus mengingatnya lagi"
"Baiklah kalau kau ingin melupakan dia, tapi dengan cara kau harus menyampaikan ke Randa bahwa selama ini kau mencintainya, sehabis itu kau niscaya akan sanggup melupakan Randa secara perlahan.."
"Tapi bukan kini waktunyaa.." kataku lirih
"Terserah kamu, kapan mau jujur kepada Randa. Namun semakin cepat kau mengatakannya, semakin cepat juga kau melupakannya.."
***
Hari ahad saya lari pagi bersama Mitta. Hari yang sejuk, udara pagi yang masih terasa fress dinikmati pagi ini. Aku dan Mitta kemudian beristirahat di dingklik yang terdapat dibawah pohon melati yang tumbuh tinggi menambah harumnya taman itu. Mitta kemudian pergi membeli sebotol air minum. Namun saya ingin tetap bersantai di dingklik itu. Menyium wanginya bunga melati. Hingga hasilnya tiba seorang yang sama sekali tidak saya harapkan, sama sekali......
"Hai,man..." Randa datang, saya lebih menentukan untuk pergi secepat mungkin tapi tangannya sudah menahanku untuk tidak pergi.
"Tunggu,Man. Aku ingin bicara..." dengan terpaksa saya pun tetap duduk di sampingnya. Ya Tuhan, mana Mitta? Kenapa beliau belum juga tiba di ketika menyerupai ini?
"Mungkin bagimu masa lalu,Man. Tapi bagiku tidak. Sampai kini saya masih nggak mengerti maksud kau yang dulu tiba-tiba hilang dari hidupku."
Aku masih belum sanggup menjawab,Ran. Aku masih belum sanggup jujur. Ego ku masih belum sanggup mendapatkan sakit hatiku yang dulu saya terima.
"Man, saya mohon jawab pertanyaanku. Kamu nggak tau, waktu kau pergi dari hidupku, saya sangat kehilangan kamu, saya kehilangan seorang sahabat yang selalu mengisi hari-hariku, saya kehilangan semangat hidupku, saya kehilangan seseorang yang ada......" Randa berhenti sejenak. Kehilangan seorang yang ada pada apa Ran? Yang ada di hidupmu? sama,Ran. Aku lebih kehilangan daripada kamu. Aku kehilangan separuh hatiku yang harusnya menjadi bab hidupku.
"Aku kehilangan...separuh hatiku,Man. Aku kehilangan separuh bunga yang harusnya tumbuh mekar di hatiku. Aku jatuh cinta padamu,Man...."
***
Ya Tuhan, apa ini simpulan dari semuanya yang dulu saya alami? Pengakuan Randa tadi pagi sangat menggembirakan bagiku. Pengakuan yang nggak pernah saya bayangkan sebelumnya. Malam ini terasa indah sekali bagiku, bulan dan bintang bersinar cerah. Tapi itu belum berakhir, saya belum menjawab hati Randa.
"Terima aja, ini kan yang kau mau?" kata Mitta. Aku terdiam, masih tidak tau apa yang harus ku jawab.
"Kamu masih bingung?" tanya Mitta kembali
"Aku takut....."
"Man,bunga ialah cinta. Cinta sanggup menembus batas. Cinta itu berasal dari hati, dua sejoli yang memiliki perasaan yang sama..."
"Tapi disisi lain saya ingin melupakan Randa, Mitt..."
"Manda, kita tuh nggak akan mungkin sanggup melupakan seseorang yang pernah akrab dengan hati kita, sekalipun orang itu pernah menciptakan kita menangis. Cuma ada satu jalan yang terbaik yaitu berdamai dengan semuanya, berdamai dengan hati kita. Saat perdamaian dengan sang hati telah tercapai, semua akan tampak terperinci dimata kita, kita akan menjadi lebih tegar, setahap lebih remaja dan kita nggak akan lagi memendam dendam yang hanya akan menciptakan hati kita membusuk menyerupai menyimpan tomat terlalu lama..."
"Tapi saya masih takut mendapatkan semua ini, saya takut seandainya Randa hanya berpura-pura menyampaikan itu semua hanya karna ingin menciptakan saya senang sehabis sekian usang kita nggak pernah bertemu lagi.."
"Manda, nggak usah takut. Selama ini kan kau sudah mencoba untuk melupakan Randa kan? Tapi ternyata Tuhan nggak memperbolehkan kau melupakan Randa dan kenyataannya ketika kau bertemu Randa lagi, beliau menyampaikan ke kau bahwa beliau sangat kehilangan kamu, sama menyerupai kau kehilangan dia, jadi apa yang perlu ditakutkan?"
Iya,mitt. Kamu benar, Randa dan saya sama-sama kehilangan. Bukan kehilangan sahabat tetapi kehilangan separuh hati yang sudah sekian usang ingin disatukan. Dan kini ketika hati itu bertemu, separuh hati yang terpisah itu ingin bersatu kembali. Menjadi 1 hati yang bersemi didalam diri kita masing-masing.
***
Aku berjalan menuju taman itu. Hari ini saya ingin bertemu Randa. Aku ingin menyampaikan suatu hal yang terpenting. Aku ingin menyampaikan bahwa selama ini saya juga mencintainya, sama apa yang beliau rasakan terhadapku. Akhirnya saya hingga ditempat yang saya tuju, saya melihat Randa. Kami duduk dibawah dingklik panjang,
"Kamu ingin tau kenapa saya dulu tiba-tiba pergi jauh dari hidupmu? Karena saya sangat sakit,Ran. Aku sangat kehilangan kau sebagai seorang sahabat yang selalu ada disampingku, saya duka kehilangan kamu, saya merasa menyerupai kehilangan semua perhatian dan kasih sayang dulu kau berikan ke saya tiba-tiba beralih ke Tya. Jujur saya nggak sanggup melihat kau senang dengan Tya. Harus ku akui saya sangat cemburu waktu itu, karna saya dulu cinta sama kamu,Ran.."
Terlihat dari mata Randa beliau sangat terkejut mendengar pengakuanku. Seandainya dari dulu saya sanggup menyampaikan ini kepada kamu, niscaya saya nggak akan terpuruk dalam kesedihan menyerupai ini.
"Kemudian saya lebih menentukan pergi dari hidupmu. Aku ingin membuang sakit hatiku, membuang semua rasa cemburuku dan rasa cintaku terhadapmu. Tapi kenyataannya lain, Ran. Sampai kini pun saya nggak sanggup melupakanmu sedikit pun. Aku masih sayang sama kamu..."
Akhirnya saya menyampaikan semua itu. Hatiku menjadi sangat dan tidak ada lagi beban dalam diriku. Randa terlihat sangat bahagia, sama menyerupai aku. Benar kata Mitta, kini saya lebih lega sehabis mengungkapkan ini semua. Setelah itu saya dan Randa sangat bahagia, senang menjalin sebuah cinta yang sudah usang terpisah. Terima kasih Mitta, semua ini nggak akan terjadi kalau tidak dengan bantuanmu. Kalau saja seandainya dulu kau tidak memaksaku untuk tiba ke sekolahmu niscaya saya nggak akan bertemu Randa kembali.
***
Dua ahad sehabis itu, disaat saya sedang bersantai tiba-tiba saya mendapatkan telpon dari Mitta. Dengan sambil tersedu, Mitta memintaku tiba ke rumah sakit. Setelah menawarkan alamat rumah sakit. Aku menuju rumah sakit dengan segala pertanyaan. Siapa yang dirawat di rumah sakit?
Sampai di rumah sakit kulihat Ayah dan Ibu Randa duduk di ruang tunggu dengan wajah tertunduk lesu dengan air mata yang meleleh. Disampingnya, berdiri Mitta dengan wajah yang pucat. Dimana Randa? Kenapa disaat menyerupai ini beliau tidak ada disini? Atau jangan-jangan......
Mitta memelukku sambil tersedu. Air mataku tiba-tiba ikut bercucuran. Kami menangis seperti ditinggal pergi oleh orang yang kami cintai. Dan kenyataan itu benar. Randa mengidap penyakit leukimia selama 2 tahun terakhir ini. Penyakit yang saya kira hanya ada di sinetron-sinetron tapi kini terbukti di kehidupan nyata.
“Dokter menyampaikan bahwa hidup Randa tak usang lagi,Man.” Kata Mitta
“Dokter bukan Tuhan, Mitt.” Jawab Manda tanpa melepaskan pandangan dari badan Randa. Manda dan Mitta berdiri di luar jendela ruang isolasi rumah sakit.
“Maafkan kami alasannya ialah tidak memberitau wacana penyakit Randa. Dia sendiri yang memintanya untuk menyembunyikan penyakitnya ini. Dia tidak mau dikasihani. Dia tidak ingin, ketika beliau meninggalkan kita, ada air mata kesedihan. Dia ingin kita merelakan kepergiannya dengan lapang dada. Jadi, ketika kita masuk kedalam kau jangan menangis ya.” Kata Ibu Randa pasrah
“Baik saya tidak akan menangis.” Kata Manda sambil menghapus air matanya
Kami memasuki ruang isolasi dengan pakaian sangat steril, memakai masker dan topi plastik. Ketika kami masuk, Randa membuka matanya, kami berdiri disekeliling Randa.
“Apa yang kau lakukan disini? Ayo bangkit dan kita pulang!” kataku sambil memegang jemarinya
“Aku lelah sekali. Aku ingin beristirahat” katanya,
“Kalau begitu beristirahatlah,Nak. Tidurlah dengan nyenyak.” Kata ayah Randa
Randa menatapku. Terlihat dari matanya rasa bersalah.
“Ya,tidurlah. Aku akan tetap disini menunggumu hingga kau tertidur,” kataku sambil berusaha membendung air mata yang ingin membuncah keluar. Yang terakhir kulihat ialah wajahnya yang tirus dan senyuman yang dulu selalu diberikannya kepadaku.
***
PROFIL PENULIS
Bernama lengkap Melinda Sulistya Rini. Biasa dipanggil Melinda. Sedang menempuh sekolah di Sekolah Menengah kejuruan Farmasi Samarinda.
Twitter: @MelindaSRN
Fb: Melinda S Rini
Twitter: @MelindaSRN
Fb: Melinda S Rini