Cerita Silat: Pantang Berdendam 24 - Seri Tujuh Insan Harimau

 Tapi Harwati tidak menceritakan insiden yang bekerjsama Cerita Silat: Pantang Berdendam 24 - Seri Tujuh Manusia Harimau
Sebelumnya...
Tapi Harwati tidak menceritakan insiden yang sesungguhnya. “Kalau begitu saya perlu menemui beliau”” ujar Gumara. “Maka pagi ini saya ke sini agak kepagian. Sebab selain hari ini hari Minggu, juga ayah sudah meminta saya tadi pagi bahwa ia tidak lagi melayani pengobatan”.
“Wah, kalau begitu kini sajalah kita ke rumahmu”, ujar Gumara.
Tak ada hal yang lebih menyenangkan bagi Harwati kecuali perilaku Gumara Minggu pagi ini! Dia memang tidak ingin terlambat, takut keduluan Pita Loka saja! Ya, siapa tahu Pita Loka mendadak kembali dari perguruan tinggi sihir, kemudian merebut hati Gumara dengan caranya sendiri?
Dan kedua pasangan insan itu melangkah. Jalan sunyi. Kesunyian itu bertambah lagi sunyinya alasannya ialah udara berkabut berhubung tibanya demam isu panas dl daerah Kumayan. Harwati tiba-tiba merasa perasaannya tak enak. Dia berbisik sembari memegangi lengan Gumara “Aku tiba-tiba ngeri”.
Barulah ketika ini Gumara menemukan pertanyaan yang selalu mengganggunya. Sejak tiba di Kumayan yang dia teruji oleh beberapa orang lawan. Tapi semua dapat diatasi. Yang mengherankannya ketika dihajar oleh Hura Gatali tempohari, dalam keadaan ibarat teler dan mabuk, dan masih bereaksi, cuma lamban. Tapi serangan Hura Gatali yang mengenai tubuhnya tidak sakit. Seperti tidak lukanya dia dibacok golok sakti Lading Ganda di Bukit Menyan.
“Kaulah orang yang memberi tanggapan dari pertanyaanku semenjak kanak. Kenapa saya arif mengelak kalau diserang. Yah, mungkin saja ini warisan dari ayahku”.
“Siapa ayahmu?” tanya Harwati.
“Aku cuma kagum dongeng ibuku mengenai ayahku. Tapi tentu dia orang sakti.
Ilmunya Pasti tinggi, sedemikian tingginya dia warisi pada diriku, kemungkinan ketika saya masih dalam kandungan ibuku”, suaranya gembira, dan tanpa mereka sadari telah sampailah mereka ke padepokan Ki Lebai Karat.
Begitu masuk ke rumah memberi salam, Gumara memiliki perasaan bahwa rumah ini ibarat sedang mengalami perubahan. Entah apanya yang berubah. Dan dia terkejut melihat ayah Harwati terbaring. Lalu disapanya ramah orangtua yang badannya mati sebelah itu.
“Jangan kalian berdua kuatir. Aku akan sembuh dan besar lengan berkuasa perkasa lagi ibarat masa mudaku. Apa maksud kedatangan kau ke sini Peto Alam?”
“Pertama saya ingin menjenguk tuan yang sakit”, kata Gunnara.
“Lalu apa lagi, Peto Alam?” tanya ayah Harwati.
“Dia ingin melamar saya pada ayah”, potong Harwati yang tak sabaran. Sang ayah menatap berang pada Harwati “Kau sebaiknya tak mendengar kata-kata lamaran Gumara. Jika kau tak ngeri kesakitan kau tidak akan luntur, ikuti nasehat ayahmu Kau keluar.
Tinggalkan kami berdua. Dan jangan sekali-sekali mengintip atau nguping apa yang kami bicarakan, mengerti?!”
“Mengerti, ayah”, ujar Harwati.
Dia sungguh-sungguh menepati janji. Dia malahan pergi ke sebuah kebun jeruk dan menikmati keharuman limau-limau ranum itu.
“Aku hargai kau, Peto Alam, sebagai laki-laki bujangan, bicara eksklusif melamar puteriku. Tapi saya pun ingin menjawabuya secara jantanAKU MENOLAK LAMARANMU DAN TAK KURIDOI JIKA KALIAN BERDUA KAWIN LARI”
Gumara terperangah. Airmatanya berlinang. Tapi anehnya, jiwanya tenteram dan langkah mereka berdua makin hati-hati. Derak bunyi dahan yang terpijak seakan menjadikan gema. Kadangkala keduanya berhenti alasannya ialah keraguan akan sesat.
Mendadak Gumara merinding. Dan berbisik; “Bau apa yang kau rasakan?”
“Bau bangkai”, ujar Harwati.
“Tentu ada salah seorang renta di sekitar sini”, ujar Gumara.
Harwati mendadak merinding lagi. Dipegang eratnya lengan Gumara, kemudian dia berbisik “Kau rasakan kedaluwarsa menyan?”
“Ya, kedaluwarsa setanggi”, ucap Gumara.
“Kita berhenti dahulu”, ucap Harwati gemetaran.
Dia belum pernah segemetar pagi berkabut begini. Tadi pun sudah ada kabut ketika dia ke rumah Gumara, lewat jalan ini juga. Tapi kini tambah tebal. Dan itu mempertebal kengeriannya kini !
“Ada bayang sosok mendekat”, bisik Harwati.
Gumara berdiam diri. Mendadak badai berhembus ketika bayangan sosok insan mendekat itu semakin dekat. Kabut terusir oleh derasnya angin. Dan makin nyatalah siapa yang mendekat itu.
“O, Kau, Hura Gutali”, ujar Gumara geram.
“Apa yang kau mau lakukan?”
“Aku, bersama seluruh murid yang setia ke Ki Cangan siap menghabisimu. Dan kau harus tahu, bahwa Pita Loka kini sudah sealiran dengan kami. Kau berdua perlu dihabisi”, kata Hura Gutali.
“Ingatlah kau Jagoan muda usia. Bahwa siapa pun manusianya, di Kumayan ini harus mengenal pantangan. Disini pantang berdemdam,” ujar Gumara, yang mendadak dilihat Hura Gutali bermetamorfosis menjadi seekor harimau. Tapi Gumara sendiri tidak menyadari dirinya berubah bentuk. Geraknya bagai siap untuk menerkam. Dan Hura Gutali ingin mengalihkan perhatian Gumara dengan jalan seolah-olah hendak menerkam Harwati. Ketika Hura Gatali siap untuk melakukan, tendangan bunyi mengaum yang mengerikan Gumara sekaligus menerkam Hura Gutali. Hura Gutali berteriak kesakitan terkena cakaran, dan dengan meraung-raung kesakitan di melarikan diri. Sementara itu Harwati hanya berdiam diri bagai patung.
“Heran, ilmu apakah yang kau punyai sehingga dia meraung sehabis kau serang”, kata Harwati.
“Ilmu rasional saja, tanpa mantera. Ada aksi, ada reaksi. Tindakanku tadi diluar dugaanku, diluar kemauanku, tiba saja secara mendadak”, kata Gumara. Cepat Harwati berkata, “kalau begitu ilmumu diwarisi ketika anda lahir. Makara tanpa menuntut-nuntut!”
Lelaki renta itu batuk-batuk sejenak. Lalu, “Mari kulanjutkan alasanku menolak lamaran, Pertama kedatanganmu menemuiku alasannya ialah disuruh ibumu, bila ke Kumayan, kau harus pertama kali menemuiku. Kau tahu, ibumu ialah perempuan yang paling cantik? Dia bukan isteriku. Dia isteri seseorang yang malah tidak saya kenal. Dan ketika namaku termashur hingga jauh ke luar Kumayan, ibumu muncul ingin berobat padaku alasannya ialah katanya dia mandul. Ingat, namaku ketika itu Ki Dukun Gumilang.
Aku pada mulanya bukan berniat cabul pada ibumu. Tapi saya maupun dia, begitu saling pandang pertama kali, sama-sama jatuh cinta. Demikianlah, tiap dia berobat padaku, kami melaksanakan korelasi gelap. Harap kau jangan sedih, itu semua bukan atas kemauanku. Lalu dia hamil. Sejak hamil renta dia tak ke sini lagi hingga hari ini.
Sempat saya pesan padanya, biar kalau dia melahirkan, berilah nama anaknya Peto Alam. Tapi entah bagaimana dia menambah nama itu menjadi Gumara Peto Alam.
Dalam bahasa kami di sini, dalam kamus kuno, Peto artinya Putera . Makara Gumara ialah putera alam. Tapi kenapa kau tidak sedih?”
Gumara berdiam diri. Dia terus berdiam diri. Tapi dalam membisu itu jantungnya bergerak teratur, dan batinnya menyatakan ingin mengobati Ki Lebai Karat dan ingin mengembalikan wibawanya. Lalu dia menoleh pada Ki Lebai Karat. Lelaki renta itu terheran-heran, “Izinkan saya menyebut tuan dengan sebutan Ayah . Aku tak menolak takdir ini. Kuterima takdir ini. Coba bangunlah ayah , semoga ayah telah kusembuhkan”.
Ki Lebai Karat tercengang. Dia eksklusif dapat duduk. Dan tetap tegar berdiri.
“Bagaimana caranya melunakkan hati Harwati? Bukankah dia adikmu, biarpun adik tirilah namanya namun dia sedarah denganmu, sama-sama titisanku!”, ucap Ki Lebai Karat.
“Akan kurubah secara berangsur lewat kekuatan batin yang kini makin yakin aku, bahwa ini kumiliki sebagai rahmat Maha Pencipta Alam, secara gaib. Ayah tak perlu merisaukannya. Aku akan mencoba secara sabar dan berangsur-angsur biar cintanya padaku pupus perlahan.” Gumara semakin tenang. Juga dia hening tanpa haru ketika Ki Lebai Karat, ayah kontannya, memeluknya erat. Dan ketika itulah Harwati masuk lagi dan mendapat Gumara dan ayahnya sedang berpeluk erat. Dia tentu mengira, lamaran Gumara diterima ayahnya. Padahal asumsi itu meleset. Perkawman itu tidak akan terjadi, tidak pernah akan dia alami, selama-lamanya.
Ketika Gumara pamitan, Harwati melepas kepergiannya dengan hati yang sangat- sangat, sangat bahagia. Ki Lebai Karat pun lega ketika itu, dan ia pantas merasa senang yang paling senang da!am hidupnya.
TAMAT
DI LANJUTKAN KE BUKU SERI KE 4 Dari CERITA TUJUH MANUSIA HARIMAU, UNTUK SERI KE 2 (GADIS SAKTI) dan SERI KE 3 ADMIN BELUM NEMU BUKUNYA :-)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel