Mahabarata Episode 24: Sumpah Setia Krishna
Senin, 27 Oktober 2014
Sebelumnya...
Salwa sangat murka dikala mendengar informasi terbunuh- nya Sisupala oleh Krishna pada waktu upacara besar rajasuya yang diadakan Yudhistira di Indraprastha. Salwa, teman Sisupala, tahu benar bahwa Krishna dan Sisupala memang bermusuhan walaupun mereka saudara sepupu alasannya ialah Basudewa, ayah Krishna, kakak-beradik dengan Srutadewi, ibu Sisupala. Pangkal permusuhan itu ialah Dewi Rukmini, kekasih Sisupala yang dilarikan dan diper-istri oleh Krishna.
Sebagai sobat sejati yang ingin membalas dendam atas simpulan hidup Sisupala, Salwa dan pasukannya menyerang Dwaraka, ibukota kerajaan Krishna. Ketika itu Krishna masih berada di Indraprastha dan semua urusan sehari- hari kerajaan dilaksanakan oleh Ugrasena. Walaupun sudah lanjut usia, dengan sekuat tenaga Ugrasena mem- pertahankan ibukota Dwaraka dari serangan Salwa.
Ibukota Dwaraka dikelilingi benteng yang sangat berpengaruh dan didirikan di sebuah pulau yang dilengkapi persenja- taan luar biasa. Di dalam benteng didirikan kemah-kemah untuk menyimpan persenjataan dan persediaan makanan dalam jumlah sangat besar. Balatentara Dwaraka yang sangat banyak jumlahnya dipimpin oleh perwira-perwira yang cakap. Ugrasena mengumumkan keadaan perang. Pada malam hari rakyat dianjurkan untuk tidak pergi ke tempat-tempat hiburan. Semua jembatan dan pantai dijaga ketat. Kapal-kapal tidak boleh berlabuh. Semua jalan keluar-
masuk ibukota dipasangi rintangan berupa batang-batang pohon berduri. Penjagaan diperketat. Setiap orang yang keluar atau masuk ibukota diperiksa, tanpa kecuali. Sing- katnya, segala sesuatu diterapkan dengan keras dan tegas semoga ibukota bisa dipertahankan. Balatentara Dwaraka diperbanyak dengan memanggil pemuda-pemuda yang sudah teruji kebugaran dan ketangkasannya berolah senjata.
Tetapi... pertahanan sekokoh itu tak bisa menahan serangan balatentara Salwa yang perkasa dan bersenjata lengkap. Serangan mereka begitu mahir sehingga ibukota Dwaraka rusak berat. Ketika kembali, Krishna sangat kaget dan murka melihat ibukota Dwaraka telah dihan- curkan balatentara Salwa. Ia kemudian mengerahkan kekuatan yang ada untuk membalas serangan Salwa.
Setelah bertempur dengan sengit, balatentara Dwaraka berhasil mengalahkan balatentara Salwa. Ketika itulah Krishna mendengar informasi ihwal kekalahan Pandawa dalam permainan dadu di Hastinapura. Segera ia bersiap untuk menemui Pandawa di hutan kawasan pengasingan mereka. Banyak yang ikut bersamanya, antara lain orang- orang terkemuka dari Bhoja, Wrishni dan Kekaya, dan Raja Dristaketu dari Kerajaan Chedi. Dristaketu ialah anak Sisupala, tetapi ia sangat kecewa mendengar ihwal kebu- sukan hati Duryodhana. Ia meramalkan bahwa bumi ini akan menghisap darah manusia-manusia jahat menyerupai putra Dritarastra itu.
Draupadi mendekati Krishna dan menceritakan penghi- naan yang dialaminya dengan bunyi terputus-putus dan air mata berlinang-linang. “Aku diseret ke depan persi- dangan. Anak-anak Dritarastra menghinaku dengan sa- ngat keji. Mereka menelanjangi saya dan mengira saya akan sudi menjadi budak mereka. Mereka perlakukan saya menyerupai perlakuan mereka terhadap dayang-dayang di Hastinapura. Lebih menyakitkan hati ialah perilaku Bhisma dan Dritarastra yang seakan-akan lupa akan asal kela- hiranku dan hubunganku dengan mereka.
“Wahai, Janardana*, suami-suamiku pun tidak melindu- ngi saya dari penghinaan manusia-manusia bejat itu. Keku- atan raga Bhima yang perkasa dan senjata Gandiwa Arjuna yang sakti tak ada artinya. Orang yang paling lemah sekali pun, kalau menerima penghinaan sekeji itu niscaya akan berdiri melawan. Tetapi ... Pandawa yang populer sebagai pahlawan-pahlawan masyhur malah tidak melaksanakan apa- apa. Aku, putri raja dan menantu Raja Pandu, diseret ke depan persidangan dengan rambut dicengkeram. Aku, istri lima satria besar merasa terhina sehina-hinanya. Wa- hai Madhusudana*, engkau pun telah meninggalkan aku.” Sambil berkata-kata demikian, sekujur badan Draupadi bergetar alasannya ialah murka dan sakit hati yang tak tertang- gungkan.
Krishna sangat terharu dan mencoba menghibur Drau- padi yang menangis tersedu-sedu. Katanya, “Mereka yang telah menghinamu kelak akan binasa dalam perang besar yang penuh pertumpahan darah. Hapuslah air matamu! Aku berjanji, segala penghinaan yang menimpamu akan dibalas setimpal. Aku akan menolong Pandawa dalam segala hal. Engkau niscaya akan menjadi permaisuri Raja- diraja Yang Agung. Langit boleh runtuh, Gunung Himalaya boleh terbelah, bumi boleh retak, lautan boleh kering, teta- pi kata-kataku ini akan kupegang teguh! Aku bersumpah di hadapanmu.”
Demikianlah Krishna bersumpah di hadapan Draupadi, menyerupai dinyatakan dalam kitab-kitab suci, “Demi melindu- ngi kebenaran, dimusnahkanlah kejahatan. Demi meme- gang teguh dharma, saya dilahirkan ke dunia dari kurun ke abad.”
Dristadyumna menghibur Draupadi dengan berkata, “Hapuslah air matamu, adikku. Aku akan membunuh Drona, Srikandi akan menewaskan Bhisma, Bhima akan melenyapkan nyawa Duryodhana dan saudara-sauda- ranya, sedangkan Arjuna akan menamatkan Karna, anak
* Krishna juga dipanggil Janardana, artinya ‘kesayangan manusia’ dan Madhusudana, artinya ‘pembunuh raksasa berjulukan Madhu’. sais kereta kuda itu.”
Krishna berkata lagi, “Ketika insiden sedih itu menim- pa dirimu, saya sedang berada di Dwaraka. Andaikata saya ada di Hastinapura, saya niscaya takkan membiarkan kecura- ngan itu terjadi. Walaupun tidak diundang, kalau tahu saya niscaya akan tiba untuk mengingatkan Drona, Kripa, dan para kesatria renta lainnya akan kiprah kewajiban mereka yang suci. Aku niscaya akan mencegah permainan curang itu dengan jalan apa pun. Ketika Sakuni menipumu, saya sedang bertempur melawan Raja Salwa yang menyerang Dwaraka. Aku gres mendengar ihwal ini sesudah menga- lahkannya. Aku sangat sedih mendengarnya, lebih-lebih alasannya ialah saya tak kuasa segera menghapus dukamu. Ibarat membetulkan bendungan rusak, tidak bisa pribadi sele- sai dan untuk sementara air tetap merembes.” Setelah ber- kata demikian, Krishna minta diri untuk kembali ke Dwa- raka bersama Subadra, adiknya yang diperistri Arjuna dan Abimanyu, keponakannya.
Dristadyumna kembali ke Panchala, membawa anak- anak Draupadi dari kelima suaminya, yaitu: Pratiwindhya anak Yudhistira, Srutasoma anak Bhima, Srutakritti anak Arjuna, Satanika anak Nakula, dan Srutakarman anak Sahadewa.
Bersambung...
Salwa sangat murka dikala mendengar informasi terbunuh- nya Sisupala oleh Krishna pada waktu upacara besar rajasuya yang diadakan Yudhistira di Indraprastha. Salwa, teman Sisupala, tahu benar bahwa Krishna dan Sisupala memang bermusuhan walaupun mereka saudara sepupu alasannya ialah Basudewa, ayah Krishna, kakak-beradik dengan Srutadewi, ibu Sisupala. Pangkal permusuhan itu ialah Dewi Rukmini, kekasih Sisupala yang dilarikan dan diper-istri oleh Krishna.
Sebagai sobat sejati yang ingin membalas dendam atas simpulan hidup Sisupala, Salwa dan pasukannya menyerang Dwaraka, ibukota kerajaan Krishna. Ketika itu Krishna masih berada di Indraprastha dan semua urusan sehari- hari kerajaan dilaksanakan oleh Ugrasena. Walaupun sudah lanjut usia, dengan sekuat tenaga Ugrasena mem- pertahankan ibukota Dwaraka dari serangan Salwa.
Ibukota Dwaraka dikelilingi benteng yang sangat berpengaruh dan didirikan di sebuah pulau yang dilengkapi persenja- taan luar biasa. Di dalam benteng didirikan kemah-kemah untuk menyimpan persenjataan dan persediaan makanan dalam jumlah sangat besar. Balatentara Dwaraka yang sangat banyak jumlahnya dipimpin oleh perwira-perwira yang cakap. Ugrasena mengumumkan keadaan perang. Pada malam hari rakyat dianjurkan untuk tidak pergi ke tempat-tempat hiburan. Semua jembatan dan pantai dijaga ketat. Kapal-kapal tidak boleh berlabuh. Semua jalan keluar-
masuk ibukota dipasangi rintangan berupa batang-batang pohon berduri. Penjagaan diperketat. Setiap orang yang keluar atau masuk ibukota diperiksa, tanpa kecuali. Sing- katnya, segala sesuatu diterapkan dengan keras dan tegas semoga ibukota bisa dipertahankan. Balatentara Dwaraka diperbanyak dengan memanggil pemuda-pemuda yang sudah teruji kebugaran dan ketangkasannya berolah senjata.
Tetapi... pertahanan sekokoh itu tak bisa menahan serangan balatentara Salwa yang perkasa dan bersenjata lengkap. Serangan mereka begitu mahir sehingga ibukota Dwaraka rusak berat. Ketika kembali, Krishna sangat kaget dan murka melihat ibukota Dwaraka telah dihan- curkan balatentara Salwa. Ia kemudian mengerahkan kekuatan yang ada untuk membalas serangan Salwa.
Setelah bertempur dengan sengit, balatentara Dwaraka berhasil mengalahkan balatentara Salwa. Ketika itulah Krishna mendengar informasi ihwal kekalahan Pandawa dalam permainan dadu di Hastinapura. Segera ia bersiap untuk menemui Pandawa di hutan kawasan pengasingan mereka. Banyak yang ikut bersamanya, antara lain orang- orang terkemuka dari Bhoja, Wrishni dan Kekaya, dan Raja Dristaketu dari Kerajaan Chedi. Dristaketu ialah anak Sisupala, tetapi ia sangat kecewa mendengar ihwal kebu- sukan hati Duryodhana. Ia meramalkan bahwa bumi ini akan menghisap darah manusia-manusia jahat menyerupai putra Dritarastra itu.
Draupadi mendekati Krishna dan menceritakan penghi- naan yang dialaminya dengan bunyi terputus-putus dan air mata berlinang-linang. “Aku diseret ke depan persi- dangan. Anak-anak Dritarastra menghinaku dengan sa- ngat keji. Mereka menelanjangi saya dan mengira saya akan sudi menjadi budak mereka. Mereka perlakukan saya menyerupai perlakuan mereka terhadap dayang-dayang di Hastinapura. Lebih menyakitkan hati ialah perilaku Bhisma dan Dritarastra yang seakan-akan lupa akan asal kela- hiranku dan hubunganku dengan mereka.
“Wahai, Janardana*, suami-suamiku pun tidak melindu- ngi saya dari penghinaan manusia-manusia bejat itu. Keku- atan raga Bhima yang perkasa dan senjata Gandiwa Arjuna yang sakti tak ada artinya. Orang yang paling lemah sekali pun, kalau menerima penghinaan sekeji itu niscaya akan berdiri melawan. Tetapi ... Pandawa yang populer sebagai pahlawan-pahlawan masyhur malah tidak melaksanakan apa- apa. Aku, putri raja dan menantu Raja Pandu, diseret ke depan persidangan dengan rambut dicengkeram. Aku, istri lima satria besar merasa terhina sehina-hinanya. Wa- hai Madhusudana*, engkau pun telah meninggalkan aku.” Sambil berkata-kata demikian, sekujur badan Draupadi bergetar alasannya ialah murka dan sakit hati yang tak tertang- gungkan.
Krishna sangat terharu dan mencoba menghibur Drau- padi yang menangis tersedu-sedu. Katanya, “Mereka yang telah menghinamu kelak akan binasa dalam perang besar yang penuh pertumpahan darah. Hapuslah air matamu! Aku berjanji, segala penghinaan yang menimpamu akan dibalas setimpal. Aku akan menolong Pandawa dalam segala hal. Engkau niscaya akan menjadi permaisuri Raja- diraja Yang Agung. Langit boleh runtuh, Gunung Himalaya boleh terbelah, bumi boleh retak, lautan boleh kering, teta- pi kata-kataku ini akan kupegang teguh! Aku bersumpah di hadapanmu.”
Demikianlah Krishna bersumpah di hadapan Draupadi, menyerupai dinyatakan dalam kitab-kitab suci, “Demi melindu- ngi kebenaran, dimusnahkanlah kejahatan. Demi meme- gang teguh dharma, saya dilahirkan ke dunia dari kurun ke abad.”
Dristadyumna menghibur Draupadi dengan berkata, “Hapuslah air matamu, adikku. Aku akan membunuh Drona, Srikandi akan menewaskan Bhisma, Bhima akan melenyapkan nyawa Duryodhana dan saudara-sauda- ranya, sedangkan Arjuna akan menamatkan Karna, anak
* Krishna juga dipanggil Janardana, artinya ‘kesayangan manusia’ dan Madhusudana, artinya ‘pembunuh raksasa berjulukan Madhu’. sais kereta kuda itu.”
Krishna berkata lagi, “Ketika insiden sedih itu menim- pa dirimu, saya sedang berada di Dwaraka. Andaikata saya ada di Hastinapura, saya niscaya takkan membiarkan kecura- ngan itu terjadi. Walaupun tidak diundang, kalau tahu saya niscaya akan tiba untuk mengingatkan Drona, Kripa, dan para kesatria renta lainnya akan kiprah kewajiban mereka yang suci. Aku niscaya akan mencegah permainan curang itu dengan jalan apa pun. Ketika Sakuni menipumu, saya sedang bertempur melawan Raja Salwa yang menyerang Dwaraka. Aku gres mendengar ihwal ini sesudah menga- lahkannya. Aku sangat sedih mendengarnya, lebih-lebih alasannya ialah saya tak kuasa segera menghapus dukamu. Ibarat membetulkan bendungan rusak, tidak bisa pribadi sele- sai dan untuk sementara air tetap merembes.” Setelah ber- kata demikian, Krishna minta diri untuk kembali ke Dwa- raka bersama Subadra, adiknya yang diperistri Arjuna dan Abimanyu, keponakannya.
Dristadyumna kembali ke Panchala, membawa anak- anak Draupadi dari kelima suaminya, yaitu: Pratiwindhya anak Yudhistira, Srutasoma anak Bhima, Srutakritti anak Arjuna, Satanika anak Nakula, dan Srutakarman anak Sahadewa.
Bersambung...