Dongeng: Si Dayang Bandir
Senin, 06 Oktober 2014
Dahulu di propinsi Sumatera Utara terdapat dua kerajaan. Kerajaan itu dikenal dengan nama Kerajaan Timur dan Kerajaan Barat. Pada suatu ketika, raja yang berkuasa di Kerajaan Timur menikah dengan adik wanita dari raja yang berkuasa di Kerajaan Barat. Beberapa tahun kemudian lahir seorang bayi wanita yang diberi nama ‘Si Dayang Bandir’, tujuh tahun kemudian lahir seorang anak pria yang berjulukan Sandean Raja. Ketika masih kecil, ayah Si Dayang Bandir dan Sandean Raja meninggal dunia.
Dengan meninggalnya raja di Kerajaan Timur, maka tahta Kerajaan Timur menjadi kosong. Berhubung Sandean Raja masih kecil dan belum sanggup menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, maka dalam sidang istana kerajaan menunjuk Paman Kareang untuk mengendalikan pemerintahan kerajaan. Si Dayang Bandir memiliki logika untuk menyelamatkan benda-benda pusaka semoga jangan hingga jatuh ke tangan pamannya yang hanya menggantikan pemerintahan sementara. “Hmm.. benda-benda pusaka ini haurs kuselamatkan semoga jangan hingga jatuh di tangan pamanku, kelak adik Sandean Raja lah yang berhak atas benda-benda pusaka ini,” gumam Si Dayang Bandir.
Tidak berapa lama, Paman Kareang mengetahui benda-benda pusaka peninggalan raja telah disimpan Si Dayang Bandir. Ia mendesak Si Dayang Bandir semoga menyerahkan benda-benda itu. “Awas! Kalau benda-benda itu tidak diserahkan padaku, keselamatanmu akan terancam!” Itulah bahaya Paman Kareang kepada Si Dayang Bandir. Namun Si Dayang Bandir tetap tidak mau menyerahkan benda-benda pusaka itu.
Kekesalan Paman Kareang menjadikan Si Dayang Bandir dan Sandean Raja dibuang ke hutan. Sesampainya di hutan, Paman Kareang mengikat Si Dayang Bandir di atas sebatang pohon sehingga tidak sanggup dijangkau adiknya, Sandean Raja. Sandean Raja menangis tak henti-henti hingga kehabisan air mata. Sandean Raja mencoba membebaskan kakaknya. Tapi ia tidak berhasil memanjat pohon tersebut, setiap mencoba ia pun jatuh. Tubuhnya menjadi tergores dan luka-luka. “Biarlah kekejaman paman ini kutanggung sendiri,” kata Si Dayang Bandir lemah. “Bila kamu lapar, makanlah pucuk-pucuk daun yang berada di sekitarmu,” ucap Si Dayang Bandir, kepada adiknya yang kelaparan.
Setelah beberapa hari terikat di batang pohon, alhasil Si Dayang Bandir tampak mulai lemas dan alhasil menghembuskan nafas terakhir. “Begitu kejam pamanku!” umpat Sandean Raja. Ia pun hidup seorang diri di hutan selama beberapa tahun hingga ia menjadi seorang cowok yang gagah perkasa. Selama di hutan, ia selalu ditemani roh Si Dayang Bandir. “Ku harap kamu segera menghadap Raja Sorma,” bisik halus Roh Si Dayang Bandir, kepada Sandean Raja. Raja Sorma ialah adik kandung dari Ibu Sandean Raja. Raja Sorma tidak kejam menyerupai Paman Kareang yang dikala ini sudah menjadi raja di Kerajaan Timur.
Sandean Raja berhasil keluar dari hutan dan segera menuju ke wilayah Kerajaan Barat untuk menghadap Raja Sorma. “Ampun Sri Baginda Raja Sorma. Hamba ialah Sandean Raja. Putra Mahkota Kerajaan Timur,” kata Sandean Raja. Raja Sorma sangat terkejut dengan ucapan Sandean Raja alasannya ia mendengar bahwa Sandean Raja dan Si Dayang Bandir telah meninggal dunia. Untuk menerangkan bahwa Sandean Raja benar-benar keponakannya, Sandean Raja diuji memindahkan sebatang pohon hidup dari hutan ke Istana. Ujian selanjutnya, Sandean Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk membangun istana besar yang disebut “Rumah Bolon” dan ternyata berhasil dan selesai dalam waktu tiga hari.
Raja Sorma belum mau mengakui Sandean Raja sebagai keponakannya sebelum menempuh ujian terakhir. Yaitu, menunjuk seorang puteri raja di antara puluhan gadis di sebuah ruang yang gelap gulita. Sandean Raja merasa khawatir jika ujian yang terakhir ini ia tidak berhasil. “Jangan khawatir, saya akan membantumu,” bisik roh Si Dayang Bandir. Akhirnya Sandean Raja berhasil memegang kepala puteri raja yang sedang bersimpuh. Atas keberhasilannya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja Sorma dan dinikahkan dengan puterinya. Setahun kemudian, Sandean Raja bersama prajurit Kerajaan Barat menyerang Kerajaan Timur yang dikuasai oleh paman Raja Kareang. Dalam waktu yang tidak lama, Kerajaan Timur berhasil ditaklukkan dan Raja Kareang terbunuh oleh Sandean Raja. Kerajaan Timur alhasil di kuasai oleh Sandean Raja. Dan alhasil Sandean Raja dinobatkan menjadi raja Kerajaan Timur dan hidup senang bersama istri dan rakyatnya.
Moral : Untuk menerangkan kebenaran diharapkan ujian yang keras. Hanya orang-orang yang bersemangat, sabar dan besar hatilah yang sanggup melewati ujian seberat apapun.
Dengan meninggalnya raja di Kerajaan Timur, maka tahta Kerajaan Timur menjadi kosong. Berhubung Sandean Raja masih kecil dan belum sanggup menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja, maka dalam sidang istana kerajaan menunjuk Paman Kareang untuk mengendalikan pemerintahan kerajaan. Si Dayang Bandir memiliki logika untuk menyelamatkan benda-benda pusaka semoga jangan hingga jatuh ke tangan pamannya yang hanya menggantikan pemerintahan sementara. “Hmm.. benda-benda pusaka ini haurs kuselamatkan semoga jangan hingga jatuh di tangan pamanku, kelak adik Sandean Raja lah yang berhak atas benda-benda pusaka ini,” gumam Si Dayang Bandir.
Tidak berapa lama, Paman Kareang mengetahui benda-benda pusaka peninggalan raja telah disimpan Si Dayang Bandir. Ia mendesak Si Dayang Bandir semoga menyerahkan benda-benda itu. “Awas! Kalau benda-benda itu tidak diserahkan padaku, keselamatanmu akan terancam!” Itulah bahaya Paman Kareang kepada Si Dayang Bandir. Namun Si Dayang Bandir tetap tidak mau menyerahkan benda-benda pusaka itu.
Kekesalan Paman Kareang menjadikan Si Dayang Bandir dan Sandean Raja dibuang ke hutan. Sesampainya di hutan, Paman Kareang mengikat Si Dayang Bandir di atas sebatang pohon sehingga tidak sanggup dijangkau adiknya, Sandean Raja. Sandean Raja menangis tak henti-henti hingga kehabisan air mata. Sandean Raja mencoba membebaskan kakaknya. Tapi ia tidak berhasil memanjat pohon tersebut, setiap mencoba ia pun jatuh. Tubuhnya menjadi tergores dan luka-luka. “Biarlah kekejaman paman ini kutanggung sendiri,” kata Si Dayang Bandir lemah. “Bila kamu lapar, makanlah pucuk-pucuk daun yang berada di sekitarmu,” ucap Si Dayang Bandir, kepada adiknya yang kelaparan.
Setelah beberapa hari terikat di batang pohon, alhasil Si Dayang Bandir tampak mulai lemas dan alhasil menghembuskan nafas terakhir. “Begitu kejam pamanku!” umpat Sandean Raja. Ia pun hidup seorang diri di hutan selama beberapa tahun hingga ia menjadi seorang cowok yang gagah perkasa. Selama di hutan, ia selalu ditemani roh Si Dayang Bandir. “Ku harap kamu segera menghadap Raja Sorma,” bisik halus Roh Si Dayang Bandir, kepada Sandean Raja. Raja Sorma ialah adik kandung dari Ibu Sandean Raja. Raja Sorma tidak kejam menyerupai Paman Kareang yang dikala ini sudah menjadi raja di Kerajaan Timur.
Sandean Raja berhasil keluar dari hutan dan segera menuju ke wilayah Kerajaan Barat untuk menghadap Raja Sorma. “Ampun Sri Baginda Raja Sorma. Hamba ialah Sandean Raja. Putra Mahkota Kerajaan Timur,” kata Sandean Raja. Raja Sorma sangat terkejut dengan ucapan Sandean Raja alasannya ia mendengar bahwa Sandean Raja dan Si Dayang Bandir telah meninggal dunia. Untuk menerangkan bahwa Sandean Raja benar-benar keponakannya, Sandean Raja diuji memindahkan sebatang pohon hidup dari hutan ke Istana. Ujian selanjutnya, Sandean Raja diharuskan menebas sebidang hutan untuk dijadikan perladangan. Pekerjaan itu diselesaikan Sandean Raja dengan baik. Selanjutnya, Sandean Raja diperintahkan untuk membangun istana besar yang disebut “Rumah Bolon” dan ternyata berhasil dan selesai dalam waktu tiga hari.
Raja Sorma belum mau mengakui Sandean Raja sebagai keponakannya sebelum menempuh ujian terakhir. Yaitu, menunjuk seorang puteri raja di antara puluhan gadis di sebuah ruang yang gelap gulita. Sandean Raja merasa khawatir jika ujian yang terakhir ini ia tidak berhasil. “Jangan khawatir, saya akan membantumu,” bisik roh Si Dayang Bandir. Akhirnya Sandean Raja berhasil memegang kepala puteri raja yang sedang bersimpuh. Atas keberhasilannya, Sandean Raja diakui sebagai keponakan Raja Sorma dan dinikahkan dengan puterinya. Setahun kemudian, Sandean Raja bersama prajurit Kerajaan Barat menyerang Kerajaan Timur yang dikuasai oleh paman Raja Kareang. Dalam waktu yang tidak lama, Kerajaan Timur berhasil ditaklukkan dan Raja Kareang terbunuh oleh Sandean Raja. Kerajaan Timur alhasil di kuasai oleh Sandean Raja. Dan alhasil Sandean Raja dinobatkan menjadi raja Kerajaan Timur dan hidup senang bersama istri dan rakyatnya.
Moral : Untuk menerangkan kebenaran diharapkan ujian yang keras. Hanya orang-orang yang bersemangat, sabar dan besar hatilah yang sanggup melewati ujian seberat apapun.