Dongeng: Kisah Putri Tandampalik
Sabtu, 18 Oktober 2014
Dahulu terdapat sebuah negeri yang berjulukan negeri Luwu, yang terletak di pulau Sulawesi. Negeri Luwu dipimpin oleh seorang raja yang berjulukan La Busatana Datu Maongge, sering dipanggil Raja atau Datu Luwu. Karena sikapnya yang adil, berakal dan bijaksana, maka rakyatnya hidup makmur. Sebagian besar pekerjaan rakyat Luwu ialah petani dan nelayan. Datu Luwu memiliki seorang anak wanita yang sangat cantik, namanya Putri Tandampalik. Kecantikan dan perilakunya telah diketahui orang banyak. Termasuk di antaranya Raja Bone yang tinggalnya sangat jauh dari Luwu.
Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, sebab dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan perjaka dari negeri lain. Tetapi, kalau lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan menciptakan rakyat menderita. Meskipun berat akhir yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk mendapatkan pinangan itu. "Biarlah saya dikutuk asal rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu.
Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, ibarat yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu mendapatkan utusan itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum sanggup memperlihatkan tanggapan mendapatkan atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.
Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau wangi dan sangat menjijikkan. Para tabib istana menyampaikan Putri Tandampalik terjangkit penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka cintai sedang menerima musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular kalau Putri Tandampalik tidak diasingkan ke kawasan lain. Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau murka pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan bahtera bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memperlihatkan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.
Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, alhasil mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao ketika pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak ketika itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, binatang itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka basah di badan Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan higienis ibarat semula. Putri Tandampalik terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak ketika ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, sebab binatang ini telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu pribadi dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang perjaka yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu sanggup berada di tempat ibarat ini?" tanya perjaka itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.
Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak sanggup memejamkan matanya. Suara-suara binatang malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis anggun sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis anggun itu tidak lain ialah Putri Tandampalik.
"Mungkinkah ada bidadari di tempat absurd begini ?" pikir putra Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap," rasanya dialah perjaka yang ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa perjaka yang kini berada di hadapannya ialah seorang perjaka yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik ialah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana menciptakan Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati.
Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya sebab banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah anggun itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua insiden yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone oke dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak pribadi mendapatkan lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memperlihatkan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik menyampaikan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah hingga di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.
Datu Luwu dan permaisuri sangat bangga mendengar isu baik tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota ialah seorang perjaka yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Maka ia pun mendapatkan keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri tiba mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur sebab rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang berakal dan bijaksana.
TAMAT.
Raja Bone ingin menikahkan anaknya dengan Putri Tandampalik. Ia mengutus beberapa utusannya untuk menemui Datu Luwu untuk melamar Putri Tandampalik. Datu Luwu menjadi bimbang, sebab dalam adatnya, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan menikah dengan perjaka dari negeri lain. Tetapi, kalau lamaran tersebut ditolak, ia khawatir akan terjadi perang dan akan menciptakan rakyat menderita. Meskipun berat akhir yang akan diterima, Datu Lawu memutuskan untuk mendapatkan pinangan itu. "Biarlah saya dikutuk asal rakyatku tidak menderita," pikir Datu Luwu.
Beberapa hari kemudian utusan Raja Bone tiba ke negeri Luwu. Mereka sangat sopan dan ramah. Tidak ada iringan pasukan atau armada perang di pelabuhan, ibarat yang diperkirakan oleh Datu Luwu. Datu Luwu mendapatkan utusan itu dengan ramah. Saat mereka mengutarakan maksud kedatangannya, Datu Luwu belum sanggup memperlihatkan tanggapan mendapatkan atau menolak lamaran tersebut. Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu. Mereka pun pulang kembali ke negerinya.
Keesokan harinya, terjadi kegaduhan di negeri Luwu. Putri Tandampalik jatuh sakit. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang berbau wangi dan sangat menjijikkan. Para tabib istana menyampaikan Putri Tandampalik terjangkit penyakit menular yang berbahaya. Berita cepat tersebar. Rakyat negeri Luwu dirundung kesedihan. Datu Luwu yang mereka hormati dan Putri Tandampalik yang mereka cintai sedang menerima musibah. Setelah berpikir dan menimbang-nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan anaknya. Karena banyak rakyat yang akan tertular kalau Putri Tandampalik tidak diasingkan ke kawasan lain. Keputusan itu dipilih Datu Luwu dengan berat hati. Putri Tandampalik tidak berkecil hati atau murka pada ayahandanya. Lalu ia pergi dengan bahtera bersama beberapa pengawal setianya. Sebelum pergi, Datu Luwu memperlihatkan sebuah keris pada Putri Tandampalik, sebagai tanda bahwa ia tidak pernah melupakan apalagi membuang anaknya.
Setelah berbulan-bulan berlayar tanpa tujuan, alhasil mereka menemukan sebuah pulau. Pulau itu berhawa sejuk dengan pepohonan yang tumbuh dengan subur. Seorang pengawal menemukan buah Wajao ketika pertama kali menginjakkan kakinya di tempat itu. "Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo," kata Putri Tandampalik. Sejak ketika itu, Putri Tandampalik dan pengikutnya memulai kehidupan baru. Mereka mulai dengan segala kesederhanaan. Mereka terus bekerja keras, penuh dengan semangat dan gembira.
Pada suatu hari Putri Tandampalik duduk di tepi danau. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampirinya. Kerbau bule itu menjilatinya dengan lembut. Semula, Putri Tandampalik hendak mengusirnya. Tapi, binatang itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya ia diamkan saja. Ajaib! Setelah berkali-kali dijilati, luka basah di badan Putri Tandampalik hilang tanpa bekas. Kulitnya kembali halus dan higienis ibarat semula. Putri Tandampalik terharu dan bersyukur pada Tuhan, penyakitnya telah sembuh. "Sejak ketika ini kuminta kalian jangan menyembelih atau memakan kerbau bule, sebab binatang ini telah membuatku sembuh," kata Putri Tandampalik pada para pengawalnya. Permintaan Putri Tandampalik itu pribadi dipenuhi oleh semua orang di Pulau Wajo hingga sekarang. Kerbau bule yang berada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak.
Di suatu malam, Putri Tandampalik bermimpi didatangi oleh seorang perjaka yang tampan. "Siapakah namamu dan mengapa putri secantik dirimu sanggup berada di tempat ibarat ini?" tanya perjaka itu dengan lembut. Lalu Putri Tandampalik menceritakan semuanya. "Wahai pemuda, siapa dirimu dan dari mana asalmu ?" tanya Putri Tandampalik. Pemuda itu tidak menjawab, tapi justru balik bertanya, "Putri Tandampalik maukah engkau menjadi istriku?" Sebelum Putri Tandampalik sempat menjawab, ia terbangun dari tidurnya. Putri Tandampalik merasa mimpinya merupakan tanda baik baginya.
Sementara, nun jauh di Bone, Putra Mahkota Kerajaan Bone sedang asyik berburu. Ia ditemani oleh Anre Pguru Pakanranyeng Panglima Kerajaan Bone dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya berburu, Putra Mahkota tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari rombongan dan tersesat di hutan. Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak sanggup memejamkan matanya. Suara-suara binatang malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di kejauhanm, ia melihat seberkas cahaya. Ia memberanikan diri untuk mencari dari mana asal cahaya itu. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah perkampungan yang letaknya sangat jauh. Sesampainya di sana, Putra Mahkota memasuki sebuah rumah yang nampak kosong. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis anggun sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis anggun itu tidak lain ialah Putri Tandampalik.
"Mungkinkah ada bidadari di tempat absurd begini ?" pikir putra Mahkota. Merasa ada yang mengawasi, Putri Tandampalik menoleh. Sang Putri tergagap," rasanya dialah perjaka yang ada dalam mimpiku," pikirnya. Kemudian mereka berdua berkenalan. Dalam waktu singkat, keduanya sudah akrab. Putri Tandampalik merasa perjaka yang kini berada di hadapannya ialah seorang perjaka yang halus tutur bahasanya. Meski ia seorang calon raja, ia sangat sopan dan rendah hati. Sebaliknya, bagi Putra Mahkota, Putri Tandampalik ialah seorang gadis yang anggun tetapi tidak sombong. Kecantikan dan penampilannya yang sederhana menciptakan Putra Mahkota kagum dan langsing menaruh hati.
Setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut, Putra Mahkota kembali ke negerinya sebab banyak kewajiban yang harus diselesaikan di Istana Bone. Sejak berpisah dengan Putri Tandampalik, ingatan sang Pangeran selalu tertuju pada wajah anggun itu. Ingin rasanya Putra Mahkota tinggal di Pulau Wajo. Anre Guru Pakanyareng, Panglima Perang Kerajaan Bone yang ikut serta menemani Putra Mahkota berburu, mengetahui apa yang dirasakan oleh anak rajanya itu. Anre Guru Pakanyareng sering melihat Putra Mahkota duduk berlama-lama di tepi telaga. Maka Anre Guru Pakanyareng segera menghadap Raja Bone dan menceritakan semua insiden yang mereka alami di pulau Wajo. "Hamba mengusulkan Paduka segera melamar Putri Tandampalik," kata Anre Guru Pakanyareng. Raja Bone oke dan segera mengirim utusan untuk meminang Putri Tandampalik.
Ketika utusan Raja Bone tiba di Pulau Wajo, Putri Tandampalik tidak pribadi mendapatkan lamaran Putra Mahkota. Ia hanya memperlihatkan keris pusaka Kerajaan Luwu yang diberikan ayahandanya ketia ia di asingkan. Putri Tandampalik menyampaikan bila keris itu diterima dengan baik oleh Datu Luwu berarti pinangan diterima. Putra Mahkota segera berangkat ke Kerajaan Luwu sendirian. Perjalanan berhari-hari dijalani oleh Putra Mahkota dengan penuh semangat. Setelah hingga di Kerajaan Luwu, Putra Mahkota menceritakan pertemuannya dengan Putri Tandampalik dan menyerahkan keris pusaka itu pada Datu Luwu.
Datu Luwu dan permaisuri sangat bangga mendengar isu baik tersebut. Datu Luwu merasa Putra Mahkota ialah seorang perjaka yang gigih, bertutur kata lembut, sopan dan penuh semangat. Maka ia pun mendapatkan keris pusaka itu dengan tulus. Tanpa menunggu lama, Datu Luwu dan permaisuri tiba mengunjungi pulau Wajo untuk bertemu dengan anaknya. Pertemuan Datu Luwu dan anak tunggal kesayangannya sangat mengharukan. Datu Luwu merasa bersalah telah mengasingkan anaknya. Tetapi sebaliknya, Putri Tandampalik bersyukur sebab rakyat Luwu terhindar dari penyakit menular yang dideritanya. Akhirnya Putri Tandampalik menikah dengan Putra Mahkota Bone dan dilangsungkan di Pulau Wajo. Beberapa tahun kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Beliau menjadi raja yang berakal dan bijaksana.
TAMAT.