Demi Aku? Kenapa? - Cerpen Cinta

DEMI AKU? KENAPA?
Karya Nabilla

Sudah satu tahun kami berpacaran, namun entah kenapa ada yang kurang dari kisah cinta ini. Seperti sesuatu yang penting telah tiada di antara kami. Tapi, saya belum mau memikirkan hal yang rumit untuk hari ini, alasannya yaitu kami akan pergi kencan. Ah, sudah tak sabar. Tapi, selama setahun ini, saya hanya sanggup 6 kali berkencan. Apa itu hal yang masuk akal untuk sepasang kekasih? Meski sanggup dibilang relative sedikit, namun saya bahagia. Dia gigih sekali untuk mencari nafkah. Yah, ia salah satu administrator perusahaan terkenal, maka dari itu, meski ia tidak sanggup selalu bersama, namun setidaknya ia berusaha keras, salah satunya demi aku. Namanya Kyousuke, orang blasteran Indo-Jepang.
“Malam, My Sweety.” Sapa Kyousuke tak lupa cipika-cipikinya juga. “Kau terlambat 2 menit, Kyo…” balasku menyun. “Maaf. Tadi jalan macat, jadi, beginilah.” Jawab Kyousuke membuatku tertawa. “Hahaha… bukan macat, Sayang. Tapi, macet,” Kataku sambil memeluk lengan kirinya. “Ya sudah, ayo masuk.” Lanjutku, tanpa mau berbasa-basi lagi alasannya yaitu waktu kami yang terbatas.
“Bagaimana? Tadi filmnya bagus?” Tanya Kyousuke sehabis selesai melihat film di bioskop. “Emm… iya! Film action memang keren!” jawabku dengan semangat. “Ah, maaf, Sayang. Sepertinya sudah waktunya kita berpisah.” Balas Kyousuke ketika melihat jam tangannya. Dengan cepat ia cipika-cipikiku dan memberhentikan salah satu taksi yang sedari tadi berlalu lalang di hadapan kami. Saat-saat yang paling menyebalkan yaitu ketika ini. Saat perpisahan yang tergesa-gesa. Rasanya air mataku akan mengalir. “Haaah…” keluhku.

Demi Aku? Kenapa?
Suatu hari, Kyousuke mengajakku ke restoran favoritnya. Entahlah, kenapa ia memanggilku. Tapi, tidak apa-apa, nikmati saja dahulu yang ada, meski saya sedikit khawatir. “Kau tahu bukan, restoran ini yaitu restoran favoritku?” Tanya Kyousuke. Sepertinya ia tidak bermaksud untuk membicarakan ini, tapi membicarakan hal yang lebih serius. “Aku masih ingat terang kamu menyampaikan itu satu tahun yang lalu.” Jawabku, menawarkan senyum bahagia. “Ah, benar juga.”
“Sebenarnya, Kyo bukan tipe orang yang suka berbasa-basi, bukan?” kataku, menatapnya. “Ah, ketahuan, ya! Saila, saya akan pulang ke Jepang.” Jawab Kyousuke membuatku terkejut. “Eh, kenapa sedih? Bukankah bagus, sanggup pulang ke kampung halamannya lagi?”
“Bukan itu permasalahannya, tetapi, saya bukannya satu-dua hari di sana. Kemungkinan sanggup hingga satu bulan.” Balas Kyousuke membuatku membelalakkan mata tak percaya. “Tidak apa-apa. Aku sanggup kok relasi jarak jauh.” Kataku meyakinkan. “Benarkah? Tapi kemungkinan saya akan lupa menanyakan keadaanmu alasannya yaitu saya akan sangat sibuk.” Aku menunduk sedih, namun sebisa mungkin saya harus tersenyum di hadapannya. “Jangan khawatir. Aku akan berusaha untuk tetap tabah.”

Pada akhirnya, kami pun berpisah di bandara Adi Soecipto. Aku melepasnya dengan senyum, namun ketika pesawat telah lepas landas, air mataku pun ikut lepas landas. Kyousuke, saya akan menunggumu!

Awal dari perpisahan kami, Kyousuke berusaha keras untuk selalu mengirim e-mail padaku, namun akhir-akhir ini ketika mendekati satu bulan, ia jarang mengirim e-mail lagi. Mungkin semakin sibuk, ya.

Namun, semua pemikiranku itu salah. Satu bulan telah berlalu tanpa ada kabar darinya. Padahal, di TV, koran, majalah, dan radio telah mengembangkan bahwa Direktur Kyousuke telah kembali ke Indonesia, tapi kenapa? Kenapa Kyousuke belum mengabariku sama sekali? Kenapa? Air mataku pun tumpah tak terbendung lagi. Untuk beberapa ketika saya menangis. “Aku dihentikan menyerupai ini terus! Aku harus mencari tahu!” seruku ketika berada di depan cermin.

Aku cari di internet jadwal Kyousuke ketika ini. Ah, ketemu! Basok ia akan ke Carrefour? Urusan bisnis, ya? Aku harus sanggup kesempatan untuk bicara pada Kyo-ku.
“Eh!” kataku ketika melihat salah satu artikel wacana Kyousuke. Aku menitikkan air mataku tak percaya. Sakit, membaca ini membuatku sedih. “Aku tak boleh percaya dengan artikel murahan ini. Tidak, itu tidak benar.” Kataku mencoba menyangkal.

Paginya pun saya pribadi beraksi menyelinap berusaha mencari Kyousuke di tengah keramaian orang. Ah, itu dia! “Aku harus sanggup bertemu! Aku harus sanggup bertemu! Kyousuke!” kataku menyemangati diri sendiri.
“Kyousuke! Kyousuke! Kyo!!!” teriakku mengumandangkan namanya. Sepertinya terdengar. Ia berhenti sejenak. Ah, tunggu, jangan pergi! “KYOUSUKE!!!” Teriakku sekeras mungkin. Namun percuma, orang-orang di sini terlalu banyak. Akhirnya, saya akan menunggunya di luar ruangan meeting Kyousuke bersama direktur-direktur perusahaan lain.

3 jam kemudian, satu demi satu, orang-orang populer pun keluar dari ruangan itu. Aku lihat satu demi satu, tapi kenapa tidak ada Kyousuke? Apa masih di dalam? Aku pun tanpa pikir panjang memasuki ruangan itu, akan tetapi dicegah oleh security. Huh, menyebalkan! Kemudian, terlintaslah satu inspirasi cemerlang! Aku memasuki ruangan itu dengan cosplay baju tukang bersih-bersih dipinjami oleh temanku yang bekerja di sini.

Wah, ruangannya cukup besar. Aku tak sanggup harus berkeliling ruangan ini. Pintu keluar hanya ada satukan? Ah, bingung, harus mencari Kyo dimana. Akhirnya kuputuskan untuk mengelilingi ruangan ini, semoga Kyo belum keluar dari ruangan ini.
“Saila?” sapa Kyousuke tak percaya. Aku pun membalikkan wajahku melihat Kyousuke tak percaya. Dengan cepat saya peluk Kyousuke dengan erat. Kyousuke pun juga membalas pelukanku dengan halus. “Bisakah kamu jelaskan sekarang?” tanyaku melepas pelukan. Kyousuke hanya membisu menatapku. “Tentang artikel kamu tak membutuhkan kekasih alasannya yaitu menyusahkan. Tentang kenapa kamu tak mengabariku wacana kepulanganmu. Tentang … pokoknya masih banyak yang harus kamu jelaskan, Kyo…” kataku meneteskan banyak air mata. “Maaf. Maaf untuk segalanya. Maaf…”
“Cukup, saya tidak butuh kata maaf ketika ini! Kau niscaya tahu itu, Kyo.” Kataku memeluk kembali Kyousuke. Tapi, entah kenapa Kyousuke melepaskan pelukannya. “Maaf. Aku harus terus mengatakannya,” Aku pun hanya sanggup menangis. “Kita, akhiri semua ini ya, Saila?” kata-katanya merangsang air mataku untuk keluar. “Ndak… apa kamu punya alasan yang sempurna kenapa kamu memutuskanku?” tanyaku, tak percaya. “Maaf…”
“Sudah kukatakan saya tak butuh kata maaf, Kyousuke! Besok, jam 8, datanglah ke kawasan dimana kamu mengajakku untuk berpacaran. Aku akan menunggumu hingga kamu datang. Apa pun yang terjadi, saya akan menunggumu untuk mendengar penjelasanmu yang niscaya akan berjalan cukup lama.” Kataku dengan cepat pergi sebelum mendengar balasan yang akan dilontarkannya.
Jam setengah delapan, saya akan berkemas-kemas untuk mendengar penjelasannya. Dia niscaya datangkan? Aku harus optimis! “Ya, ayo semangat, Saila!” seruku menyemangati diri sendiri.

Semangatku menjadi luntur sehabis menunggunya selama satu jam. “Apa pun yang terjadi, saya akan menunggunya! Dia mungkin sedang meeting, jadi mungkin akan terlambat, ya.” Kataku menghibur diri sendiri.

Tapi, kenyataannya saya tak sanggup terus menunggunya di sini sehabis jam sepuluh malam lewat, alasannya yaitu restoran ini akan tutup. Bagaimana ini? Kyousuke…

Akhirnya saya menunggunya di luar restoran itu. Aku menunggunya hingga jam dua belas. Aku tak tahan lagi, rasanya menyerupai menunggunya selama setahun! “Kyousuke… kamu jahat. Membiarkanku menunggumu selama ini.” Keluhku menangis di pinggir jalan.
“Hei, Nona, sendirian saja? Main sama-sama, yuk!” kata seorang lelaki bersama teman-temannya yang sedang mabuk. “Maaf, tapi saya sedang menunggu pacar saya.” Jawabku menyeka air mata. “Eh, kamu habis menangis? Apa pacarmu belum datang? Sudahlah? Laki-laki menyerupai itu jangan kamu pedulikan. Ayo, main sama Kakak.” Kata pria itu yang mendekatiku. “Jangan…” kataku, tapi tampaknya diabaikan oleh mereka. “Ah, apa yang kamu lakukan!?” bentakku ketika salah satu dari mereka memegang pundakku.
“Hei, apa yang kalian lakukan?” kata seseorang dari balik punggung orang-orang ini. “U-Ukh ” keluh mereka ketika melihat orang yang akan mereka hadapi. Mereka pun pribadi pergi meninggalkanku.
“Lhoh, kenapa hanya kamu yang ada di sini? Dimana Kyousuke?” tanyaku terkejut melihat supir Kyousuke yang datang. “Maaf Nona, tampaknya Tuan Kyousuke mustahil datang. Dan saya kemari untuk menyerahkan surat ini.” Mendengar itu, saya tertunduk tak percaya. Air mataku sekali lagi mengalir. “Kenapa kamu tiba selarut ini?” tanyaku dengan bunyi serak. “Maaf, tapi Tuan Kyousuke menyuruh saya untuk menyerahkannya ketika Anda akan pulang atau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.” Mendengar balasan itu, air mataku mengalir semakin deras.

Aku pun duduk di pinggir jalan dengan putus asa. “Apa, menurutmu, Kyo sudah tak mencintaiku?” Tanyaku, menatap supir itu. “No, Nona… sebenarnya, Tuan Kyousuke sangat mengasihi Anda, hanya saja, Beliau dipojokkan oleh para tetua.” Jawab supir itu. “Haah… mencintaiku, ya?”
“Kelihatannya Nona tidak mempercayai saya. Tapi, Anda harus tahu kenapa Tuan melaksanakan ini. Tuan diancam bila tidak melaksanakan apa yang dikatakan para tetua, Anda akan dibentuk keluarga Tuan Kyousuke sengsara. Ini semua demi Anda, Nona.”
“Demi aku? Tak sanggup dipercaya… bodoh… payah…” gumamku kesal. Kemudian saya pulang diantar oleh supir pribadi Kyo.
Saat di rumah air mataku mengalir ketika membaca surat yang ia tulis itu.

Maaf, mungkin kini kamu sedang menangis di suatu tempat. Kau kecewa padaku. Padahal sudah repot-repot menungguku. Tapi kali ini saya melaksanakan ini alasannya yaitu saya tidak ingin kita tidak sanggup bertemu untuk selamanya. Kali ini, kita tidak bertemu, tapi lain kali kita niscaya bertemu. Kumohon tunggulah aku. Aku ini memang pria yang tak sanggup kamu andalkan, jadi, jangan maafkan saya meski saya minta berapa banyak kata maaf.
“BODOH! Kenapa kamu melaksanakan segalanya demi aku? Seharusnya kita rundingkan bersama!!? Kau ini mikir apa, sih!? PAYAH!!”
“Kau membuatku kecewa! Aku memang tidak sanggup memaafkanmu! Hiks…”
“Benci! Kau tahu, sudah berapa usang saya menunggumu di restoran itu!? Apa kamu tak memikirkan perasaanku juga!?”
“Apa saya akan senang kamu lakukan ini semua demi aku? Hiks…”

Banyak macam kata jelek yang telah kulontarkan. Meski kamu sibuk, tapi setidak-tidaknya, datanglah. Kau tahu tidak Kyousuke, menunggumu sedetik di sana menyerupai seharian. Coba kamu pikirkan, dari jam setengah delapan, saya menunggumu hingga tengah malam. Sudah berapa lam saya menunggumu? Sudah 16.200 hari saya menunggumu! Jadi, kurang lebih saya telah menunggumu 45 tahun. Kau tahu, itu waktu yang sangat lama, Kyousuke. Berkali-kali saya melihat jam dan memesan minuman untuk membunuh waktu. Tapi tak ada tanda kehadiranmu. Hampa, kesal, dan amarah ada di pikiranku ketika itu.

Tahu kamu tak akan datang, kenapa saya tetap menunggumu hingga larut? Aku berusaha selalu bersikap positif menunggumu, tapi kamu telah merubahku! “KESAL!!!!”

Kau menyebalkan, Kyousuke! Aku kecewa padamu! Jika saya bertemu denganmu, mungkin relasi kita akan lebih jelek dari ini.

PROFIL PENULIS
Aku berharap semoga kalian menikmati kisah pertamaku ini...
Jika kisah ini diterbitkan, saya sangat senang...

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel