Tali Sepatu - Cerpen Remaja
Kamis, 19 Juni 2014
TALI SEPATU
Karya Dewi Hartami Putri
Siang ini saya dibentuk kesal lagi oleh sahabat sekelasku, Andre namanya. Dia selalu melaksanakan hal yang sama semenjak kami sama-sama duduk di kursi kelas 8. Mengikat kedua tali sepatuku. Itu selalu dilakukan Andre ketika saya lengah dan ngantuk. Maka dari itu saya harus siap siaga jikalau ada Andre.
Awalnya dia iseng mengikat kedua tali sepatuku jikalau saya ketiduran di kelas ketika jam kosong. Lama kelamaan, mengikat tali sepatuku menjadi rutinitas Andre. Tapi anehnya, saya suka merasa rindu akan hal itu jikalau saja Andre tak melakukannya walau hanya sehari.
“Andreee.. Jangan bikin saya kesel dong”, teriakku pada Andre yang memamerkan wajah kemenangan padaku. Ya, dia berhasil mengikat kedua tali sepatuku dengan meja. Hampir saja saya jatuh dibuatnya.
“Biarin. Masalah buat lo??” balasnya sambil melet. Andre memang menang, tapi entah mengapa saya tidak pernah berniat untuk membalas kejailannya itu. Sampai suatu saat, Nina sahabat dekatku, menanyakan apakah saya suka sama Andre sebab saya tidak pernah membalas perbuatan dia. Tapi pertanyaan Nina saya elak sebisa mungkin, walaupun hatiku mempunyai balasan yang berbeda dengan bibirku.
“Ndre, kapan kau berhenti menggangguku?” tanyaku dengan nada yang jengkel. Aku sedang mencatat bahan yang ditulis oleh Sekretaris kelasku di papan tulis. Sedangkan Andre sibuk mengikat kedua tali sepatuku tanpa memperdulikan saya yang ada diatasnya.
“Ndreee....” ujarku sekali lagi.
Awalnya dia iseng mengikat kedua tali sepatuku jikalau saya ketiduran di kelas ketika jam kosong. Lama kelamaan, mengikat tali sepatuku menjadi rutinitas Andre. Tapi anehnya, saya suka merasa rindu akan hal itu jikalau saja Andre tak melakukannya walau hanya sehari.
“Andreee.. Jangan bikin saya kesel dong”, teriakku pada Andre yang memamerkan wajah kemenangan padaku. Ya, dia berhasil mengikat kedua tali sepatuku dengan meja. Hampir saja saya jatuh dibuatnya.
“Biarin. Masalah buat lo??” balasnya sambil melet. Andre memang menang, tapi entah mengapa saya tidak pernah berniat untuk membalas kejailannya itu. Sampai suatu saat, Nina sahabat dekatku, menanyakan apakah saya suka sama Andre sebab saya tidak pernah membalas perbuatan dia. Tapi pertanyaan Nina saya elak sebisa mungkin, walaupun hatiku mempunyai balasan yang berbeda dengan bibirku.
“Ndre, kapan kau berhenti menggangguku?” tanyaku dengan nada yang jengkel. Aku sedang mencatat bahan yang ditulis oleh Sekretaris kelasku di papan tulis. Sedangkan Andre sibuk mengikat kedua tali sepatuku tanpa memperdulikan saya yang ada diatasnya.
“Ndreee....” ujarku sekali lagi.
Tali Sepatu |
Dia tetap diam. Lalu saya meliriknya. Aku melihat dia jatuh tersungkur di bawah kakiku. Aku panik. Wajahnya pucat. Apa saya menendangnya ? Aihh, saya yakin saya tidak menendangnya. Dan....
Brukkkk...
Aku jatuh dari meja, dan tubuhku hampir menindihi badan Andre yang bisa dibilang kekar. Aku lupa satu hal, tali sepatuku masih terikat ke meja. Segera saya melepas ikatan tali sepatuku di meja dan melihat keadaan Andre. Teman-teman segera mengangkat Andre dan membawanya ke UKS.
“Vi, kau tadi ngapain ? Kok Andre sampe bisa pingsan gitu”, tanya Reza, ketua kelasku.
“Aku gak ngapa-ngapain Za, beneran. Tanya aja sama Nina, saya daritadi cuma nyatet bahan yang ada di papan. Ya kan Nin?” ujarku sambil melirik Nina. Berharap dia akan membelaku, karna memang saya tak bersalah, saya yakin itu.
“Iya Za, tadi Vivi cuma nyatet materi”, terang Nina membelaku.
Kemudian Reza berlalu dari ruang UKS. Di ruang ini hanya ada aku, Nina, dan Bu Titi. Bu Titi terus menerus membangunkan Andre dengan cara mengolesi pelipisnya dengan minyak kayu putih. Aku terus menatap Andre yang kelihatan pucat. Ini anak, kalo lagi usil ngeselin, tapi kalo sakit kasian juga, ujarku dalam hati.
Bel pulang sekolah berbunyi...
Aku bingung, menentukan untuk tetap menunggu Andre bangun, dan itu artinya saya harus telat hingga di rumah, atau saya meninggalkannya. Ahh, dasar Andre, bisanya nyusahin orang doang, umpatku dalam hati.
“Kamu gak mau pulang Vi ?” tanya Nina.
Aku menggeleng. Bu Titi juga sudah mengemasi barangnya dan bersiap untuk pulang. Ahh, saya harus benar-benar menentukan dan saya harus tetap menunggu Andre hingga bangun. Bagaimanapun, saya harus bertanggungjawab karna Andre pingsan sehabis mengikat tali sepatuku.
“Bu Titi, saya mau nungguin Andre saja Bu. Kalau Ibu mau pulang silahkan, saya minta kunci ruang UKS saja supaya nanti saya yang mengunci Bu”, ujarku pada Bu Titi.
“Kamu nggak papa kalau Ibu tinggal pulang?” tanya Bu Titi padaku.
“Nggak papa kok Bu”, balasku sambil tersenyum meyakinkan Bu Titi.
“Iya udah, ini kuncinya. Kamu hati-hati ya Vi”, ujar Bu Titi sambil menyerahkan kunci kemudian berlalu.
30 menit berlalu. Andre tak kunjung bangun dari pingsannya. Aku semakin panik. Tinggal saya dan Andre di sekolah ini. Tiba-tiba terasa ada getaran dari kasur yang kududuki. Aku lihat Andre mulai terbangun dari tidur lelapnya.
“Vi.. Ngapain disini? Ini jam berapa?” tanyanya sambil berdiri dari kasur. Wajahnya terlihat sedikit pucat, tapi tak separah tadi.
“Ngapain disini? Menurut kamu?” saya balas tanya. Dengan nada yang agak jutek dan kesal pastinya.
“Lah, ya mana saya tau. Aku kenapa di UKS? Aku pingsan?” tanya Andre polos. Dasar Andre, kau nyusahin saya tau, umpatku.
“Kamu tadi pingsan. Ya udah ayo pulang, udah hampir jam setengah tiga”, ajakku. Lalu saya mengemasi barang-barangku dan bersiap pulang. Aku ingat, saya tadi gak bawa sepeda. Dan saya yakin Andre bawa motor, nebeng ahh, pikirku seketika.
“Ndre, nebeng ya? Aku tadi gak bawa sepeda. Kan tadi saya dianter Ayah”, ucapku sambil nyengar-nyengir. Perlu sedikit rayuan untuk menciptakan Andre menggangguk.
“Iya”, jawabnya singkat.
Sepanjang perjalanan saya ngobrol banyak sama Andre. Mulai dari alasan kenapa dia bisa pingsan. Ternyata dia punya penyakit anemia. Pantesan Andre keliatan lemes banget. Topik pembicaraan kita tidak berhenti. Aku menanyakan kenapa Andre bawa motor kalau sekolah, padahal jelas-jelas, sekolah melarang siswanya untuk membawa motor ke sekolah.
Gak terasa 15 menit ngobrol sama Andre di perjalanan. Ternyata dia asyik juga kalau diajak ngobrol. Rasa ketertarikanku sama Andre makin dalam. Tapi hebatnya, gak ada yang tau kalau saya suka sama Andre.
“Aku pulang dulu ya Ndre. Makasih”, ujarku padanya sambil tersenyum. Andre hanya membalas dengan anggukan kepalanya. Dia pun berlalu.
***
Esok harinya di sekolah...
“Vi, kau ikut lomba ya mewakili sekolah kita?” ujar Pak Nanang padaku.
“Hah?? Lomba apa Pak?” tanyaku tak mengerti.
“Lomba SIC. Seperti tahun lalu. Kamu ikut mapel Bahasa Inggris ya?” tutur Pak Nanang lagi.
“Ohh, baik Pak”, balasku dengan riang. Aku sudah berpengalaman ikut lomba ini, jadi saya yaaaa...lebih santai lah. Pak Nanang hanya manggut-manggut.
“Partner saya siapa Pak?” tanyaku lagi.
“Andre”, jawab Pak Nanang singkat. Mataku sempat terbelalak. Andre musuhku itu kah yang dia maksud?? Ahh, kuharap jangan.
“Andre siapa Pak?” tanyaku lagi. Kali ini saya benar-benar merasa ibarat orang yang kehilangan arah.
“Andre sahabat sekelas kamu”, tegas Pak Nanang.
Apa?? Andre. Ya Tuhan, umpatku dalam hati.
“Kenapa sama Andre sih Pak ? Sama Putri aja ya Pak”, mohon ku pada Pak Nanang.
“Saya sudah terlanjur daftarin nama kau sama Andre, Vi”, terang Pak Nanang.
Jleebb, mampus, gerutuku dalam hati. Aku menghela nafas panjang, Pak Nanang pun berlalu tanpa berkata apapun.
***
Esoknya.....
“Ndre, sorry saya telat”, ujarku pada Andre ketika saya melihat dia menungguku di depan gerbang. Lomba akan dimulai 10 menit lagi.
“Iya gapapa. Ya udah ayo kita cari ruangannya. Temen-temen yang lain udah pada masuk ruangan”, ajak Andre kemudian menggandeng tanganku.
Aku sempat tercengang. Ini mimpi atau apa banget?? Ujarku dalam hati saking gak percayanya. Aku sama Andre udah setahun musuhan dan iniiiiiiii...apa iniii?? Oke saya tau ini lebay, dan ini gila. Yeah, ini GILA. Ah Vivi, lebay banget jadi orang. Dia cuma ngajak kau nyari ruangan, udah itu aja. Aku mulai tersadar dari bayangan gilaku.
Got it!! Ruangnya ketemu. Aku pribadi mencari kawasan dudukku dan Andre. Bel masuk berbunyi. Aku dan Andre mulai mengerjakan soal yang yaaa tidak mengecewakan susah.
2 jam berlalu.....
Aku, Andre, Nita, dan teman-teman yang lain berkumpul di aula untuk menunggu hasil pengumuman lomba. Sementara menunggu, SMAN 1 Sooko mengadakan games kecil-kecilan. Ada hiburan juga.
“Siapa yang mau nyumbang nyanyi?” tanya salah satu panitia lomba.
Tiba-tiba Andre menarik tanganku dan mengajakku maju ke depan. Dia mulai mengambil gitar yang disediakan panitia, sementara microphone diberikan kepadaku. Andre memperlihatkan arahan ‘Westlife’ padaku. Ohh, More Than Words, ujarku dalam hati. Lalu saya mengangguk.
Saying ‘I Love You’ is not the words
I want to hear from you
It’s not that I want you
Not to say but if you only knew
How easy it would be
To show me how you feel
More than words
.........
1 lagu pun berhasil saya dan Andre bawakan dengan baik. Seluruh penonton pun bertepuk tangan. Lalu saya dan Andre segera kembali ke kursi penonton.
Saat saya duduk di erat Andre, tiba-tiba Andre berbisik ke telingaku. Dia menyampaikan sesuatu yang sama sekali tidak pernah terlintas di otakku. ‘aku sayang kamu’, itulah yang diucapkan Andre padaku. Mataku sempat termangu beberapa waktu, tak percaya hal itu terjadi.
Tiba-tiba HP ku bergetar. 1 pesan masuk........
From : Andre
Would you be my girlfriend ??
Aku benar-benar tak menyangka hal ini terjadi. Dia duduk di sebelahku, tapi dia mengirim SMS untuk menyatakan perasaannya. Malu kali ya, haha. Aku pun tersenyum padanya, kemudian saya mengangguk tanda saya meng’iya’kan pertanyaannya.
Brukkkk...
Aku jatuh dari meja, dan tubuhku hampir menindihi badan Andre yang bisa dibilang kekar. Aku lupa satu hal, tali sepatuku masih terikat ke meja. Segera saya melepas ikatan tali sepatuku di meja dan melihat keadaan Andre. Teman-teman segera mengangkat Andre dan membawanya ke UKS.
“Vi, kau tadi ngapain ? Kok Andre sampe bisa pingsan gitu”, tanya Reza, ketua kelasku.
“Aku gak ngapa-ngapain Za, beneran. Tanya aja sama Nina, saya daritadi cuma nyatet bahan yang ada di papan. Ya kan Nin?” ujarku sambil melirik Nina. Berharap dia akan membelaku, karna memang saya tak bersalah, saya yakin itu.
“Iya Za, tadi Vivi cuma nyatet materi”, terang Nina membelaku.
Kemudian Reza berlalu dari ruang UKS. Di ruang ini hanya ada aku, Nina, dan Bu Titi. Bu Titi terus menerus membangunkan Andre dengan cara mengolesi pelipisnya dengan minyak kayu putih. Aku terus menatap Andre yang kelihatan pucat. Ini anak, kalo lagi usil ngeselin, tapi kalo sakit kasian juga, ujarku dalam hati.
Bel pulang sekolah berbunyi...
Aku bingung, menentukan untuk tetap menunggu Andre bangun, dan itu artinya saya harus telat hingga di rumah, atau saya meninggalkannya. Ahh, dasar Andre, bisanya nyusahin orang doang, umpatku dalam hati.
“Kamu gak mau pulang Vi ?” tanya Nina.
Aku menggeleng. Bu Titi juga sudah mengemasi barangnya dan bersiap untuk pulang. Ahh, saya harus benar-benar menentukan dan saya harus tetap menunggu Andre hingga bangun. Bagaimanapun, saya harus bertanggungjawab karna Andre pingsan sehabis mengikat tali sepatuku.
“Bu Titi, saya mau nungguin Andre saja Bu. Kalau Ibu mau pulang silahkan, saya minta kunci ruang UKS saja supaya nanti saya yang mengunci Bu”, ujarku pada Bu Titi.
“Kamu nggak papa kalau Ibu tinggal pulang?” tanya Bu Titi padaku.
“Nggak papa kok Bu”, balasku sambil tersenyum meyakinkan Bu Titi.
“Iya udah, ini kuncinya. Kamu hati-hati ya Vi”, ujar Bu Titi sambil menyerahkan kunci kemudian berlalu.
30 menit berlalu. Andre tak kunjung bangun dari pingsannya. Aku semakin panik. Tinggal saya dan Andre di sekolah ini. Tiba-tiba terasa ada getaran dari kasur yang kududuki. Aku lihat Andre mulai terbangun dari tidur lelapnya.
“Vi.. Ngapain disini? Ini jam berapa?” tanyanya sambil berdiri dari kasur. Wajahnya terlihat sedikit pucat, tapi tak separah tadi.
“Ngapain disini? Menurut kamu?” saya balas tanya. Dengan nada yang agak jutek dan kesal pastinya.
“Lah, ya mana saya tau. Aku kenapa di UKS? Aku pingsan?” tanya Andre polos. Dasar Andre, kau nyusahin saya tau, umpatku.
“Kamu tadi pingsan. Ya udah ayo pulang, udah hampir jam setengah tiga”, ajakku. Lalu saya mengemasi barang-barangku dan bersiap pulang. Aku ingat, saya tadi gak bawa sepeda. Dan saya yakin Andre bawa motor, nebeng ahh, pikirku seketika.
“Ndre, nebeng ya? Aku tadi gak bawa sepeda. Kan tadi saya dianter Ayah”, ucapku sambil nyengar-nyengir. Perlu sedikit rayuan untuk menciptakan Andre menggangguk.
“Iya”, jawabnya singkat.
Sepanjang perjalanan saya ngobrol banyak sama Andre. Mulai dari alasan kenapa dia bisa pingsan. Ternyata dia punya penyakit anemia. Pantesan Andre keliatan lemes banget. Topik pembicaraan kita tidak berhenti. Aku menanyakan kenapa Andre bawa motor kalau sekolah, padahal jelas-jelas, sekolah melarang siswanya untuk membawa motor ke sekolah.
Gak terasa 15 menit ngobrol sama Andre di perjalanan. Ternyata dia asyik juga kalau diajak ngobrol. Rasa ketertarikanku sama Andre makin dalam. Tapi hebatnya, gak ada yang tau kalau saya suka sama Andre.
“Aku pulang dulu ya Ndre. Makasih”, ujarku padanya sambil tersenyum. Andre hanya membalas dengan anggukan kepalanya. Dia pun berlalu.
***
Esok harinya di sekolah...
“Vi, kau ikut lomba ya mewakili sekolah kita?” ujar Pak Nanang padaku.
“Hah?? Lomba apa Pak?” tanyaku tak mengerti.
“Lomba SIC. Seperti tahun lalu. Kamu ikut mapel Bahasa Inggris ya?” tutur Pak Nanang lagi.
“Ohh, baik Pak”, balasku dengan riang. Aku sudah berpengalaman ikut lomba ini, jadi saya yaaaa...lebih santai lah. Pak Nanang hanya manggut-manggut.
“Partner saya siapa Pak?” tanyaku lagi.
“Andre”, jawab Pak Nanang singkat. Mataku sempat terbelalak. Andre musuhku itu kah yang dia maksud?? Ahh, kuharap jangan.
“Andre siapa Pak?” tanyaku lagi. Kali ini saya benar-benar merasa ibarat orang yang kehilangan arah.
“Andre sahabat sekelas kamu”, tegas Pak Nanang.
Apa?? Andre. Ya Tuhan, umpatku dalam hati.
“Kenapa sama Andre sih Pak ? Sama Putri aja ya Pak”, mohon ku pada Pak Nanang.
“Saya sudah terlanjur daftarin nama kau sama Andre, Vi”, terang Pak Nanang.
Jleebb, mampus, gerutuku dalam hati. Aku menghela nafas panjang, Pak Nanang pun berlalu tanpa berkata apapun.
***
Esoknya.....
“Ndre, sorry saya telat”, ujarku pada Andre ketika saya melihat dia menungguku di depan gerbang. Lomba akan dimulai 10 menit lagi.
“Iya gapapa. Ya udah ayo kita cari ruangannya. Temen-temen yang lain udah pada masuk ruangan”, ajak Andre kemudian menggandeng tanganku.
Aku sempat tercengang. Ini mimpi atau apa banget?? Ujarku dalam hati saking gak percayanya. Aku sama Andre udah setahun musuhan dan iniiiiiiii...apa iniii?? Oke saya tau ini lebay, dan ini gila. Yeah, ini GILA. Ah Vivi, lebay banget jadi orang. Dia cuma ngajak kau nyari ruangan, udah itu aja. Aku mulai tersadar dari bayangan gilaku.
Got it!! Ruangnya ketemu. Aku pribadi mencari kawasan dudukku dan Andre. Bel masuk berbunyi. Aku dan Andre mulai mengerjakan soal yang yaaa tidak mengecewakan susah.
2 jam berlalu.....
Aku, Andre, Nita, dan teman-teman yang lain berkumpul di aula untuk menunggu hasil pengumuman lomba. Sementara menunggu, SMAN 1 Sooko mengadakan games kecil-kecilan. Ada hiburan juga.
“Siapa yang mau nyumbang nyanyi?” tanya salah satu panitia lomba.
Tiba-tiba Andre menarik tanganku dan mengajakku maju ke depan. Dia mulai mengambil gitar yang disediakan panitia, sementara microphone diberikan kepadaku. Andre memperlihatkan arahan ‘Westlife’ padaku. Ohh, More Than Words, ujarku dalam hati. Lalu saya mengangguk.
Saying ‘I Love You’ is not the words
I want to hear from you
It’s not that I want you
Not to say but if you only knew
How easy it would be
To show me how you feel
More than words
.........
1 lagu pun berhasil saya dan Andre bawakan dengan baik. Seluruh penonton pun bertepuk tangan. Lalu saya dan Andre segera kembali ke kursi penonton.
Saat saya duduk di erat Andre, tiba-tiba Andre berbisik ke telingaku. Dia menyampaikan sesuatu yang sama sekali tidak pernah terlintas di otakku. ‘aku sayang kamu’, itulah yang diucapkan Andre padaku. Mataku sempat termangu beberapa waktu, tak percaya hal itu terjadi.
Tiba-tiba HP ku bergetar. 1 pesan masuk........
From : Andre
Would you be my girlfriend ??
Aku benar-benar tak menyangka hal ini terjadi. Dia duduk di sebelahku, tapi dia mengirim SMS untuk menyatakan perasaannya. Malu kali ya, haha. Aku pun tersenyum padanya, kemudian saya mengangguk tanda saya meng’iya’kan pertanyaannya.
PROFIL PENULIS
Cerpen keduaku di LokerSeni :)
Hope you enjoy it :)
Add Dewi Hartami Putri, follow @dewi_hape97
Thanks:)
Hope you enjoy it :)
Add Dewi Hartami Putri, follow @dewi_hape97
Thanks:)