Senandung Kerinduan - Cerpen Islam

SENANDUNG KERINDUAN
Karya Silvi Yurisa

Angin berhembus kencang diluar sana, menyelinap masuk ke celah-celah jendela kamarku malam ini. Aku masih memandang jauh keluar jendela, dan sesekali meneguk secangkir teh hangat.
Saat ku hela nafas panjang, seseorang tiba mencium ubun-ubun kepalaku. Aku tersenyum bahagia.
Kini laki-laki itu tepat berada dihadapanku, dia yang selalu mengulas senyum terindahnya walau saya tau lelah dan sakit itu niscaya sangat dia rasakan.

Dia suamiku, Allah menciptakannya untuk melengkapi kekuranganku. Ku balas senyumanya, ku sentuh pipinya untuk menghilangkan letih yang begitu nampak di raut wajahnya yang selalu saja membuatku tak hentinya bersyukur sebab memilikinya. Perlahan dia mengecup keningku, menguatkanku dalam keadaan apapun.
Saat itu saya tak pernah tau kemana jalan hidupku akan berujung, kepada siapa cinta suci itu akan berlabuh. tapi dia yang bisa menjadi embel-embel jiwaku. Selamanya bersama, bersenandung indah mengucap lafadz sang maha cinta.
#

Senandung Kerinduan
Koridor panjang dengan gugusan ruangan dikanan kiri , tampak samar dalam pengelihatanku, membuat kepalaku sedikit pusing. Aku tau ini imbas dari alcohol yang saya minum tadi malam.
Aku coba berdiri dan kembali berjalan memasuki ruang kerjaku. Aku tidak butuh sumbangan siapapun. Aku perempuan yang berpengaruh dan sukses, saya tak perlu kasihani siapapun. Dan saya pantas mendapatkan segala sesuatu yang ku inginkan. saya sudah mempunyai segalanya yang membuatku bahagia.
#

Aku duduk di sebuah sofa berwarna merah yang dibingkai manis dengan flora hias disetiap sisinya. Aku menunggu Lili diruangan ini. Untukku lili bukan sekedar partner kerja, tapi juga seseorang yang selalu ada untukku. Tapi saya tak pernah ingin terlihat lemah dihadapannya. Aku perempuan yang sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan tegar. Aku tak pernah percaya dengan apa yang Lili katakan wacana ketulusan cinta. Untukku tak ada laki-laki yang dengan tulus menyayangi seorang wanita. Lili pernah bertanya mengapa hingga ketika ini saya belum juga menikah, itu sebab tak pernah ada laki-laki yang mencintaiku sebab Allah menyerupai yang Lili katakan.

Memang hanya Lili yang selalu memberi nasehat dengan benar. Dari sekian banyak teman-temanku di luar sana, tak pernah ada yang memberiku nasehat untuk bersahabat dengan sang pencipta kalau hati sedang kalut. Mereka lebih senang mengajakku untuk keluar malam. mereka lebih berpengaruh memperdayaiku.
#

Ku buka jendela kamar, terlihat abah yang tengah membaca Al-Quran di teras belakang rumah. Kemudian ku alihkan pandanganku pada jam besar yang berada di pojok kamarku. Malam sudah larut. Biasanya kalau sangat lelah, sepulang dari kantor tadi saya sudah terlelap hingga fajar yang membangunkanku.

Sesaat kemudian Lili menelfonku dan menyampaikan besok akan ada seseorang yang tiba untuk membantuku diperusahaan. Entahlah, Lili bilang namanya Zafran Bayu, dia di perintahkan pribadi dari salah satu Universitas di Cairo untuk membantu perusahaan.
Ku lihat kembali sosok yang sangat ku sayangi itu masih bersenandung dibawah terangnya bulan malam ini. Sosok yang semakin menua, tapi pembawaannya masih tetap tegas.
#

Aku masuk ke ruang rapat, hanya ada beberapa orang disana. Aku duduk bersebelahan dengan Lili. Abah berdiri dari duduknya dan memulai rapat.
ku lihat laki-laki yang kutebak-tebak bahwa dia yaitu laki-laki yang Lili katakan semalam. Hanya sekilas lalu, biasa saja tanpa kesan apapun.
Waktu seakan bergulir sangat lambat, saya mulai bosan dengan rapat ini. Kulirik Lili yang sangat serius memperhatikan abah, kemudian beberapa orang disebelahnya semua mengeluarkan mulut yang sama menyerupai Lili. Kini pandanganku tepat berada pada Zafran. sesaat laki-laki berkulit sawo matang itu mengulas senyum ke arah abah.
Dalam hitungan detik dia tepat membekukan pandanganku padanya.
Dan hanya beberapa detik pula bunyi tepuk tangan keras dari karyawan rapat membuyarkan lamunanku.
#

Beberapa jam berlalu, tubuhku terasa pegal duduk dengan dihadapkan oleh gugusan kata-kata pada laptop ini. kulihat jam dipergelangan tanganku, ternyata hari semakin sore.
Aku berjalan menuju pantry untuk sekedar membuat minuman. Tepat didepan pintu pantry sayup-sayup terdengar bunyi seseorang dari mushola kecil disamping pantry. Lalu saya masuk kedalam pantry hanya untuk sekedar meneguk segelas air mineral. Sesaat saya teringat kembali akan Zafran, kalau diperhatikan mahasiswa lulusan universitas di Cairo itu terlihat tampan.
Aku termangu sejenak, membayangkannya membuatku tersenyum penuh arti.
Apa saya jatuh cinta padanya?
Aku menggeleng, entahlah rasanya saya sudah mulai berfikir terlalu jauh wacana laki-laki itu.
Sesaat terdengar lagi bunyi seseorang dari mushola, bunyi seseorang yang tengah mengaji, bersenandung membaca lafadz illahi. Entah mengapa membuatku ingin tau melihat sosok didalam sana.
Aku sedikit ragu untuk mengintip siapa yang tengah bersenandung itu. tapi rasa ingin tau itu lebih kuat. Ku perilaku sedikit tirai berwarna hijau itu. Hanya ada dia disana. Aku masih belum bisa mengira wajahnya.
Pria itu mengakhiri senandungnya, saya masih terpaku di balik tirai itu. laki-laki itu memalingkan wajahnya, hatiku ketar-ketir sedikit terkejut. Angin sahara menyerupai mendesau-desau keras. Suasana hati ini perlahan terasa berbeda. Hingga laki-laki itu berlalu pergi.
Zafran…
Kataku lirih, Hatiku gemetar.
#

Pagi ini abah pergi ke luar kota, entahlah dia sama sekali tak menyampaikan alasannya pergi kesana. Mungkin urusan pekerjaan fikirku. Aku mengantar keberangkatan abah hingga bandara.
Abah menghela nafas. Kemudian memegang pundakku.
Abah kembali melontarkan pertanyaan itu untuk kesekian kalinya.
“jadi kapan kau akan menikah? Umurmu sudah sangat matang untuk berkeluarga tanisya.”
Aku diam.
“abah mau kau menikah dengan orang yang abah pilih sepulang abah nanti. Kebahagiaanmu tak akan tepat hanya dengan harta dan tahta. Tapi tanpa cinta yang Allah ridhoi.”
Aku sedikit kaget, rasanya hatiku berontak. Mau di taruh dimana mukaku kalau sahabat dan karyawanku tau saya dijodohkan. Tapi saya tak mau mengecewakan abah, saya sangat menyayanginya.
Abah berlalu tanpa mendengarkan penolakanku.

Beberapa hari berlalu. Kini hati dan fikiranku bergelut tak karuan. Ku pandangi wajahku yang semakin terlihat redup dimakan usia. Abah benar, sudah seharusnya saya mulai memikirkan seorang pendamping. Tapi saya benar-benar tak oke dengan perjodohan itu. sesaat saya teringat perkataan Lili wacana cinta yang tulus, ya saya mau menikah kalau ku rasakan ketulusan cinta yang Allah ridhoi.

Ku rebahkan tubuhku sejenak di kasur. Sesaat saya teringat kajadian di mushola tempo hari. Sosok Zafran begitu mendebarkan jantungku. Sosoknya yang baik dan rendah hati membuatku kagum, dan saat-saat dimana dia mulai mengajariku wacana Islam. Dia bilang seorang perempuan akan terlihat sangat manis kalau dia menutup auratnya. Juga dalam Islam tak mengenal kata pacaran tapi ta’aruf atau perkenalan. Dan saya memintanya mengajariku bersenandung sepertinya, bersenandung indah pada sang Khalik.
Kini hatiku mencicipi cinta yang Allah ridhoi, ya cintaku pada Zafran.
#

Siang ini abah akan memperkenalkanku dengan laki-laki yang akan abah jodohkan denganku.
Aku duduk disamping abah. Aku benar-benar tak ingin mengecewakan abah. Ku coba ikhlas, mendapatkan siapapun jodohku. Meskipun saya tau saya telah membohongi hatiku, kalau saya hanya menyayangi Zafran.
Tapi tak ada sosok lain selain saya dan abah disana. Abah tau keherananku. Dan karenanya dia mulai bicara.
Pria itu tak bisa tiba sebab suatu hal. Dan abah berkali-kali bertanya, apakah saya nrimo dengan perjodohan ini? Aku hanya mengangguk tak berani menyampaikan bahwa saya aib dengan perjodohan ini, tapi saya takut melukai hati abah.

Abah menghela nafasnya kemudian kembali berbicara. Abah menceritakan bagaimana sosok calon suamiku itu, rasanya hatiku sakit tersayat dengan isu yang abah sampaikan. Sehina itukah saya sehingga calon suamiku tak tepat rupa? Air mataku berderai dihadapan abah, tapi abah kembali bertanya, apa saya bisa menerimanya? Hatiku bertanya-tanya mengapa abah menjodohkanku dengan seorang yang cacat? Dan abah bilang dia yaitu anak dari sahabat lamanya, mereka pernah berjanji menjadi satu keluarga dengan menyatukan saya dan anaknya. Hanya itu alasan yang abah katakan.

Malam ini hatiku benar-benar kalut, saya butuh daerah untuk mengadu. Sosok Zafran mengingatkanku pada satu hal, Allah. Ya kepadaNya lah saya mengadu.
Zafran memang guru untukku. Semua yang dia ajarkan padaku wacana Islam membuatku berubah sedikit demi sedikit. Aku masih menyimpan rasa terhadapnya, masih terus berharap doaku sanggup mengubah takdir yang telah digariskan. Masih terus berharap bahwa dialah yang akan menjadi imamku.
Dan sekarang hatiku telah mantap untuk menutup auratku. Bismillah, kukenakan pelindung suci itu semoga dijauhkan dari segala macam keburukan. Terserah apa yang akan teman-temanku katakan nanti melihatku menyerupai ini, saya tak peduli.
#

Sudah beberapa hari ini saya tak bertemu Zafran dikantor, Kucoba Tanya Lili tapi dia bilang Zafran memang tak memberi kabar dari beberapa hari yang lalu, dan tak bisa dihubungi. Ya Allah kemana dia, mungkin dia memang bukan jodohku. Karena itu Allah memisahkan saya dengannya, semoga saya tak semakin menyayanginya lebih dalam lagi. Allah menyayangiku.

Pagi ini kudatangi abah, memberi balasan wacana perjodohan itu. awalnya saya ingin dan menyampaikan pada abah bahwa saya ingin dinikahkan dengan Zafran, tapi apa daya Allah punya rencana lain untukku. Dan saya siap menikah dengan laki-laki pilihan abah. abah bilang lusa saya akan bertemu dengannya.
Aku masih termangu didepan cermin, air mata menetes perlahan membasahi pipi yang merona. Hatiku berdegup kencang menanti calon suamiku. Aku terus berdoa semoga Allah selalu berada bersamaku. Agar saya nrimo mencintainya.

Seseorang datang, menyuruhku menemui abah dan calon suamiku di ruang tamu. Ku langkahkan kakiku mantap, Ku ulas senyum terindah, ku lihat sekilas sosok calon suamiku yang tertunduk.
Lagi-lagi hatiku bergetar tak menentu, air mataku menetes perlahan terasa hangat membasahi pipi. Tak hentinya hatiku bertasbih, memuja keagunganNya. Ku lihat abah yang tersenyum haru, dan juga dia yang tak kurang apapun dari dirinya. Yang tak tak sedikit pun lumpuh pada fisik dan hatinya. Pelengkap jiwaku.
Dia yaitu imamku, ku gelar sajadah bersamanya berdiri dibelakangnya menjadi makmumnya.
Barrakallah…
Aku rindu bersenandung indah pada Illahi bersamamu suamiku, Zafran..

PROFIL PENULIS
Nama : Silvi Yurisa
Ttl : Bogor, 13 September 1993
Alamat : perum Bumi Cibinong Endah blok C 06 No 31 Cibinong-Bogor
Jurusan : Komunikasi Diploma IPB
E-mail : Yurisa.silvi@yahoo.com
Twitter : @yurisasilvi


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel