Lima Tahun Kemudian - Cerpen Remaja
Kamis, 05 Juni 2014
LIMA TAHUN LALU
Karya Agatha Onnasandevi Ratuwangi
Saat sedang akan mengambil minuman yang tersedia di sini. Prom Night. Ya, prom night ini yaitu program perpisahan sekolah yang benar-benar mengeringakan. Maksudku, mengerikan yaitu sehabis program ini akibat saya harus pergi melanjutkan kehidupanku sekolah menengah atas. Kita semua, gres saja mencicipi manisnya di SMP.
Aku harus meninggalkan dia. Dia yang menciptakan hidupku selalu tersenyum ketika ia ada untukku. Bahkan, ketika ia hanya melihatku sebentar di ujung sekolah. Aku sangat senang karenya. Aku selalu berpikir, dialah milikku.
“Hai?” saya menoleh kearah bunyi yang saya kira ia sedang menyapaku. Oh, saya tersedak oleh meinumanku.
“Oh, Hai. Maaf,” kini didepan mataku sudah ada dia. Dia, adik kelasku, Desandro Williams. Aku benar-benar sakit jikalau melihatnya disaat ibarat ini.
“Sedang apa kau? Jelek?” ia tersenyum manis. Oh, ayolah jangan panggil jelek.
“Aku nggak buruk tahu,” bahwasanya saya semakin canggung untuk melihatnya. Selama dua tahun dekatn dengannya saya tak pernah banyak bicara ibarat kebanyakan oang yang sedang berpacaran. Tapi, kita berdua tahu kita salaing menyukai.
“Em-“ Jangan! Jangan tanya mau sekolah dimana. Jangan!
“Em, saya suka dress-mu malam ini,” oh, untung.
“Oh, bukan apa-apa kok,” saya hanya tersenyum.
“Kesini sama siapa?” tanyanya. Aku mnatap matanya sebentar.
“Aku tiba bersama, semua yang ada dalam diriku,” saya sambil tertawa.
“Berarti, bersamaku dong?” hah?
“Apa? Bercanda terus kau itu,”
“Iya kan? Aku dihatimu kok. Makara ya berarti kau sama saya terus, titik,” apaan sih?
“Apaan deh, Sandro,” tiba-tiba ia membisikan sesuatu ditelingaku.
“Kau harus tetap dihatiku. Apapun yang terjadi.” Deg! Apa maksudnya? Lalu sekolahku bagaimana?
Aku harus meninggalkan dia. Dia yang menciptakan hidupku selalu tersenyum ketika ia ada untukku. Bahkan, ketika ia hanya melihatku sebentar di ujung sekolah. Aku sangat senang karenya. Aku selalu berpikir, dialah milikku.
“Hai?” saya menoleh kearah bunyi yang saya kira ia sedang menyapaku. Oh, saya tersedak oleh meinumanku.
“Oh, Hai. Maaf,” kini didepan mataku sudah ada dia. Dia, adik kelasku, Desandro Williams. Aku benar-benar sakit jikalau melihatnya disaat ibarat ini.
“Sedang apa kau? Jelek?” ia tersenyum manis. Oh, ayolah jangan panggil jelek.
“Aku nggak buruk tahu,” bahwasanya saya semakin canggung untuk melihatnya. Selama dua tahun dekatn dengannya saya tak pernah banyak bicara ibarat kebanyakan oang yang sedang berpacaran. Tapi, kita berdua tahu kita salaing menyukai.
“Em-“ Jangan! Jangan tanya mau sekolah dimana. Jangan!
“Em, saya suka dress-mu malam ini,” oh, untung.
“Oh, bukan apa-apa kok,” saya hanya tersenyum.
“Kesini sama siapa?” tanyanya. Aku mnatap matanya sebentar.
“Aku tiba bersama, semua yang ada dalam diriku,” saya sambil tertawa.
“Berarti, bersamaku dong?” hah?
“Apa? Bercanda terus kau itu,”
“Iya kan? Aku dihatimu kok. Makara ya berarti kau sama saya terus, titik,” apaan sih?
“Apaan deh, Sandro,” tiba-tiba ia membisikan sesuatu ditelingaku.
“Kau harus tetap dihatiku. Apapun yang terjadi.” Deg! Apa maksudnya? Lalu sekolahku bagaimana?
Lima Tahun Lalu |
Tiba-tiba mataku memanas. Aku tak dapat terus ibarat ini. Perasaan ini selalu ingin bersamanay. Melihat senyumnya. Aduh, saya tak tahan. Lalu bagaimana sekolahku? Well, ssekarang mataku sukses menetes didepannya. Aku segera menghapus air mataku. Dia menyingkirkan tanagnku dan menghapus air mataku dengan lembut. Lalu ia membawaku di koridor sekolah di daerah yang sepi.
“Apa yang kau pikirkan? Ak-.akuu tak dapat Sandro!!” saya terus menangis. Memukul-mukul dadanya. Aku benar-benar tak dapat melepasnya.
“Sudahlah, kau ini cengeng sekali. Rikasa Lovata? Kau harus sekolah. Lalu-“ kata-katanya kupotong. Aku tak berpengaruh lagi bila saya mendengarnya.
“Tidak! Kau tahu saya tak dapat hidup tanpamu! Sandroo! Aku tak bisa. Aku tak bi-“ Tiba-tia saya merasa ada sesuatu yang melekat dibibirku. Kubuka mataku cepat dan melihat apa yang terjadi. Oh! My God! Dia menciumku.
“Ap- apa yang su- sudah kau lakuk-“
“Aku tahu ini ciuman pertamamu. Itu artinya, kau sudah menjadi milikku, titik,” ia tersenyum dan menghapus lagi air mataku. Aku hanya termangu dan tak dapat berkata- kata lagi.
***
Aku mengingatnya lagi. Dia, yang mencuri ciuman pertamaku. Sekaang saya ber=kerja di fashion GUCCI yang terkenal. Aku melihat pemandangan pagi di New York. Aku selalu berusaha untuk hidup tanpanya. Tanpa cinta pertamaku, Desandro Williams. Aku menghempaskan nafas panjang dan tersenyum mengingatnya lagi.
Kira-kira, kini bagimana wajahnya ya? Batinku.
Aku sedang libur libur. Jadi, saya akan berjalan-jalan sebentar di New York. Degan jaket panjangku, high heels dan topi merah mudaku. Sekitar setengah jam waktuku berlalu kuhabiskan untuk berjalan-jalan saja. Akhirnya, saya duduk di kafe piinggir jalan. Aku mengeluarkan diary usangku yang punya dari Sandro ketika sehabis pesta prom night lima tahun lalu.
Desandro Williams?
Apa kabar? Aku kini ada di New York menunggumu. Huu.. kau tahu, saya benar-benar merindukanmu. Aku ingin melihat lagi wajah cubby yang kau imut itu. Kau kini ada dimana? Apakah kau punya pacar? Tidak! Kau tak boleh punya pacar sekalipun! Hanya aku! Aku juga, lima tahun penuh ini, saya hanya mengingatmu! Awas saja, kalau saya melihatmu dengan permpuan lain! Akan kubunuh kau Sandro!
Tapi, saya selalu yakin. Kau menepati janjimu sendiri. Oh, Tuhan. Sekarang saya benar-benar membutuhkannya. Aku merindukannya! Aku ingin dulu lagi. Well, saya hanya dapat melihatmu lewat mimpi. Bayang-banyang setiap saya stress kerja.
Oh, iya. Apakah kau tahu? Setip malam kalau ada bintang, saya selalu memohon pada bintang biar memberikan rinduku padamu. Apakah kau menyadarinya? Ya, saya kini tertawa sendiri mengingat kejadian-kejadian itu setiap malam. Dan membuatku bertanya-tanya, apakah segila itu apa padamu?
Aku berharap. Aku akan menemukanmu. Dan kembali ibarat lima tahun yang lalu. Aku selalu mencintaimu
14 Februari 13
Risaka Lovata ^^
Setelah saya menutup diari lama ini. Aku kembali meminum minumanku yang saya pesan sepuluh menit yang lalu. Tiba-tiba ada yang duduk di meja pelanggan. Tepatnya didepanku. Aku membelalakkan mataku dan gelas yang saya pegang masih melekat dibibirku. Aku beranjak akan pergi.
“Bolehkah saya duduk disini? Aku hanya butuh teman,” ia tersenyum padaku. Sepertinya saya tahu siapa gerangan yang tiba disini.
“Oh. Baiklah,”
Kami terjaga dalam waktu.
“Em, Aku-“ kita berdua tak sengaja berbisa secara bersamaan.
“Kau dulu,”
“Tidak. Kau dulu saja,” kataku.
“Tidak, kau saja,” huuhh..
“Baiklah, namaku Risaka Lovata. Kau?”
“Apakah kau tak mengenali wajahku sekalipun?”
“Apa maksudmu?”
“Jelek?” ia tersenyum lagi.
Jelek? Jelek. Jelek. Jelek. Jelek. Aku mencoba mengingat kata-kata itu. Da, YA!
“Kau? Yung- tunggu! Sandro?” saya menyentuh wajahnya.
“Kau Sandro? Ya Tuhan!” saya menutup mulutku dengan kedua tanyanku. Aku benar-benar bisu sekarang. Dia! Sandro. Aku mulai menangis saking bahagia. Aku eksklusif memelukknya.
“Hei? Kau ini tetap saja cengeng ibarat dulu,” katanya yang menghapus air mataku.
“Kenapa kau membisu saja?” katanya lagi. Aku menggelengkan kepalau dan tersenyum.
“Kau tak merindukanku?” saya kembali menggelengkan kepalaku dengan tegas kali ini.
“Sudahlah, kini kita jalan-jalan saja. Bagaimana?” kataku.
“Tapi, saya disini hanya lima jam lagi,” apa!
“Apa maksudmu bodoh!”
“Memang benar kok,”
“Ya sudah! Sana pergi dariku!” saya mulai berjalan menjauh darinya. 1... 2... 3..
“Oh, come on. Aku hanya bercanda,” saya berhenti dan tersenyum kemenangan.
Onnasan-
22.02.2013
“Apa yang kau pikirkan? Ak-.akuu tak dapat Sandro!!” saya terus menangis. Memukul-mukul dadanya. Aku benar-benar tak dapat melepasnya.
“Sudahlah, kau ini cengeng sekali. Rikasa Lovata? Kau harus sekolah. Lalu-“ kata-katanya kupotong. Aku tak berpengaruh lagi bila saya mendengarnya.
“Tidak! Kau tahu saya tak dapat hidup tanpamu! Sandroo! Aku tak bisa. Aku tak bi-“ Tiba-tia saya merasa ada sesuatu yang melekat dibibirku. Kubuka mataku cepat dan melihat apa yang terjadi. Oh! My God! Dia menciumku.
“Ap- apa yang su- sudah kau lakuk-“
“Aku tahu ini ciuman pertamamu. Itu artinya, kau sudah menjadi milikku, titik,” ia tersenyum dan menghapus lagi air mataku. Aku hanya termangu dan tak dapat berkata- kata lagi.
***
Aku mengingatnya lagi. Dia, yang mencuri ciuman pertamaku. Sekaang saya ber=kerja di fashion GUCCI yang terkenal. Aku melihat pemandangan pagi di New York. Aku selalu berusaha untuk hidup tanpanya. Tanpa cinta pertamaku, Desandro Williams. Aku menghempaskan nafas panjang dan tersenyum mengingatnya lagi.
Kira-kira, kini bagimana wajahnya ya? Batinku.
Aku sedang libur libur. Jadi, saya akan berjalan-jalan sebentar di New York. Degan jaket panjangku, high heels dan topi merah mudaku. Sekitar setengah jam waktuku berlalu kuhabiskan untuk berjalan-jalan saja. Akhirnya, saya duduk di kafe piinggir jalan. Aku mengeluarkan diary usangku yang punya dari Sandro ketika sehabis pesta prom night lima tahun lalu.
Desandro Williams?
Apa kabar? Aku kini ada di New York menunggumu. Huu.. kau tahu, saya benar-benar merindukanmu. Aku ingin melihat lagi wajah cubby yang kau imut itu. Kau kini ada dimana? Apakah kau punya pacar? Tidak! Kau tak boleh punya pacar sekalipun! Hanya aku! Aku juga, lima tahun penuh ini, saya hanya mengingatmu! Awas saja, kalau saya melihatmu dengan permpuan lain! Akan kubunuh kau Sandro!
Tapi, saya selalu yakin. Kau menepati janjimu sendiri. Oh, Tuhan. Sekarang saya benar-benar membutuhkannya. Aku merindukannya! Aku ingin dulu lagi. Well, saya hanya dapat melihatmu lewat mimpi. Bayang-banyang setiap saya stress kerja.
Oh, iya. Apakah kau tahu? Setip malam kalau ada bintang, saya selalu memohon pada bintang biar memberikan rinduku padamu. Apakah kau menyadarinya? Ya, saya kini tertawa sendiri mengingat kejadian-kejadian itu setiap malam. Dan membuatku bertanya-tanya, apakah segila itu apa padamu?
Aku berharap. Aku akan menemukanmu. Dan kembali ibarat lima tahun yang lalu. Aku selalu mencintaimu
14 Februari 13
Risaka Lovata ^^
Setelah saya menutup diari lama ini. Aku kembali meminum minumanku yang saya pesan sepuluh menit yang lalu. Tiba-tiba ada yang duduk di meja pelanggan. Tepatnya didepanku. Aku membelalakkan mataku dan gelas yang saya pegang masih melekat dibibirku. Aku beranjak akan pergi.
“Bolehkah saya duduk disini? Aku hanya butuh teman,” ia tersenyum padaku. Sepertinya saya tahu siapa gerangan yang tiba disini.
“Oh. Baiklah,”
Kami terjaga dalam waktu.
“Em, Aku-“ kita berdua tak sengaja berbisa secara bersamaan.
“Kau dulu,”
“Tidak. Kau dulu saja,” kataku.
“Tidak, kau saja,” huuhh..
“Baiklah, namaku Risaka Lovata. Kau?”
“Apakah kau tak mengenali wajahku sekalipun?”
“Apa maksudmu?”
“Jelek?” ia tersenyum lagi.
Jelek? Jelek. Jelek. Jelek. Jelek. Aku mencoba mengingat kata-kata itu. Da, YA!
“Kau? Yung- tunggu! Sandro?” saya menyentuh wajahnya.
“Kau Sandro? Ya Tuhan!” saya menutup mulutku dengan kedua tanyanku. Aku benar-benar bisu sekarang. Dia! Sandro. Aku mulai menangis saking bahagia. Aku eksklusif memelukknya.
“Hei? Kau ini tetap saja cengeng ibarat dulu,” katanya yang menghapus air mataku.
“Kenapa kau membisu saja?” katanya lagi. Aku menggelengkan kepalau dan tersenyum.
“Kau tak merindukanku?” saya kembali menggelengkan kepalaku dengan tegas kali ini.
“Sudahlah, kini kita jalan-jalan saja. Bagaimana?” kataku.
“Tapi, saya disini hanya lima jam lagi,” apa!
“Apa maksudmu bodoh!”
“Memang benar kok,”
“Ya sudah! Sana pergi dariku!” saya mulai berjalan menjauh darinya. 1... 2... 3..
“Oh, come on. Aku hanya bercanda,” saya berhenti dan tersenyum kemenangan.
Onnasan-
22.02.2013
PROFIL PENULIS
Agatha Onnasandevi Ratuwnagi
Sekolah Menengah Pertama Kanisius Kudus
IX
Pround For Your Simply..
kembangsekar@gmail.com
Agatha Onnasandevi Ratuwnagi
Sekolah Menengah Pertama Kanisius Kudus
IX
Pround For Your Simply..
kembangsekar@gmail.com