Jantungmu Jantungku Juga - Cerpen Cinta
Kamis, 24 April 2014
JANTUNGMU JANTUNGKU JUGA
Karya Sarah Maftu
Terkadang hidup terasa tidak adil. Itu yang dirasakan oleh Sasha ketika ini. Ia sudah beranjak dewasa, tetapi orang tuanya selalu melarang apa saja setiap Sasha ingin melaksanakan sesuatu yang disukainya. Sasha suka sekali menulis, ia menulis apa saja yang ada di dalam pikirannya. Ia bercita-cita ,menjadi penulis yang berbakat, tetapi orang bau tanah Sasha selalu menentang keinginan Sasha untuk menjadi penulis. “Ya ini bakatku, Ma, Pa. Ngertiin saya dikit dong,” ucap Sasha. “Gak boleh, sekali papa bilang enggak ya enggak. Kalo kau masih pengen jadi penulis, kau gak usah tinggal disini lagi,” Papa membentak. Sasha berlari ke kamarnya. Menangis dalam kesedihan. Ia harus menuruti seruan orang tuanya dengan berat hati.
“Sha, kau gak apa-apa?” tanya Dandy, sahabat Sasha dari kecil.
“Gak apa-apa, Dy,”
“Serius? Pasti kau ada masalah. Cerita sama aku, Sha.”
“Emang penulis gak akan sukses apa... penulis itu kan seniman. Gak ada salahnya saya suka menulis dan ingin jadi penulis. Kenapa mereka egois banget gak pengen ngeliat saya bahagia, Dy.” Air mata Sasha mengalir ke pipinya yang tembem.
“Mungkin mereka pengen yang terbaik buat kamu, Sha. Gak ada salahnya kau menuruti seruan mereka. Aku tau itu berat banget buat kamu, tapi kau sanggup kok ngejalaninnya sebagai hobby bukan pekerjaan untuk ketika ini. Tahun depan kita kan udah ujian akhir. Kamu turuti seruan orang bau tanah kamu, tapi kau sanggup melanjutkan hobby menulis kamu. Kamu tunjukkin kau sanggup jadi penulis yang berbakat, Sha.”
“Tapi saya udah nurutin semua seruan mereka, dan rela ngorbanin kesenangan aku. Hanya untuk mereka, Dy. Kenapa orang bau tanah gak pernah mau ngalah... saya capek Dy,”
Jantungmu Jantungku Juga |
Dandy tersenyum sambil mengusap air mata Sasha, “ya itulah yang seharusnya anak lakukan pada orang tua, Sha. Suatu ketika kau bakal ngerasain hasilnya kok. Kamu akan senang nantinya,” Sasha tersenyum, “Makasih banget, Dy. Kamu emang sahabat saya yang paling baaaaiiikkkk,” ucap Sasha. Ia memeluk Dandy dengan erat. ‘Aku kayak gini, sebab saya sayang sama kamu, Sha.’ Ucap Dandy dalam hati. Dandy yang mempunyai postur badan yang bagus, tinggi, kulitnya putih, dan mempunyai wajah yang tampan. Banyak sekali cewek yang tergila-gila dengan Dandy. Tetapi Dandy selalu menolak dan beliau selalu menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan perasaannya pada Sasha.
Sasha mempunyai rambut gelombang panjang, kulitnya putih, dan tingginya sekitar 165 cm selalu dikejar-kejar banyak lelaki. Tetapi ia selalu menolaknya dengan alasan ia lebih suka berteman dengan mereka. Sasha pun mempunyai banyak teman, dikarenakan ia ramah pada semua orang. Terlihat selalu tersenyum. Padahal, ia selalu menangis di rumah dikarenakan orang tuanya. Sasha pun sakit-sakitan. Ia mempunyai penyakit jantung. Yang diharuskan untuk transplantasi jantung, tetapi ia belum menemukan jantung yang tepat untuk tubuhnya.
Hari ini ialah hari yang ditunggu-tunggu. Sasha dan teman-temannya akan mengikuti lomba grup musik antar sekolah. Band mereka berjulukan Nevrace. Sasha sebagai pemain Drum. Melia sebagai vokalis, Prita sebagai pemain bass, Nina sebagai pemain keyboard, Vaza sebagai pemain gitar dan Tika sebagai pemain saxophone. Band mereka bergenre pop-jazz. “Kalian udah siap?” ucap panitianya. “Siap kak,” ucap Melia dengan semangat. Saat mereka tampil, semua penonton bersorak dan ikut bernyanyi. Sasha semakin semangat bermain drum, walaupun itu dihentikan oleh orang tuanya sebab sanggup mengganggu kesehatan jantung Sasha yang lemah. Tetapi Sasha tidak mau bersikap ibarat orang lemah, ia akan terus berusaha dan bersemangat selama ia masih hidup.
“Penampilan kalian elok banget,” ucap Dandy yang daritadi menemani Sasha mengikuti perlombaan. “Thanks Dandy, temenin gue beli minum yuk,” ucap Tika. Tika sudah menyukai Dandy semenjak kelas 1 SMA. Tetapi Dandy tidak pernah merespon Tika. “udah sana temenin Tika hahaha,” ucap Sasha sambil mendorong Dandy pelan memerintah ia untuk mengikuti Tika. Dandy berjalan mengikuti Tika dengan lesu. Sasha dan yang lainnya hanya tertawa-tawa di belakang melihat tingkah mereka berdua.
“Kamu darimana?” tanya Papa ketus. “Lomba,” jawab Sasha singkat. Ia mengambil air minum di meja. “Lomba apa kamu? Kamu itu harus belajar, ngapain ikut perlombaan, gaada manfaatnya. Kamu sanggup apa emang,” Papa berbicara tanpa memikirkan perasaan Sasha. Sasha meletakkan gelas dengan kasar, “Papa aja gak tau kan saya sanggup main alat musik. Papa emang gak pernah ngehargain talenta sama hobby aku. Papa aja gak pernah ngehargain saya walau nilaiku sebagus apapun selalu dibilang jelek. Mau papa itu apa... saya udah nurutin semua seruan Papa termasuk masuk ke jurusan IPA,” lagi-lagi air mata Sasha mengalir. Ia terisak di sofa. “itu kewajiban kau masuk IPA, apa gunanya masuk jurusan bahasa. Hidup kau gak akan terjamin,” Papa tetap tidak mau menyerah dan terus memarahi Sasha. Sasha berlari ke kamarnya, tiba-tiba ia merasa lemas dan terjatuh. Badannya terguling-guling di tangga hingga lantai dasar.
Kepala Sasha ditutupi perban. Tangan dan kakinya pun luka-luka jawaban jatuh dari tangga. Saat ia sadar, ia hanya diam. Tidak mau berbicara dengan siapapun termasuk orang tuanya. Ia tidak mau makan. Lalu Dandy masuk ke dalam ruangan kamarnya di rumah sakit. Orang bau tanah Sasha meninggalkan mereka berdua. “Sha.....,” panggil Dandy. Sasha masih terbaring lemas. Wajahnya pucat dan tangannya dipakaikan jarum infus. Sasha berusaha untuk berdiri dan duduk. Dandy pribadi memeluk Sasha dengan erat. “jangan dilepas, Dy.” Ucap Sasha dengan bunyi serak. “Iya, Sha.” Ucap Dandy. Ia duka melihat keadaan Sasha yang semakin lemah. Apalagi sesudah ia tahu bahwa Sasha menderita penyakit jantung.
Setelah Sasha sudah benar-benar pulih, ia mulai kembali masuk sekolah. “Sha, gue kangen banget sama lo,” sahut Nina dari belakang Vaza. Nina dan Vaza memeluk erat Sasha. “hahaha lebay lo berdua, gue kan gres gak masuk seminggu,” Sasha menyeringai. Lalu mereka bertiga tertawa bersama. “Sha, lo udah sembuh?” tanya Rama, pemuda yang disukai oleh Sasha baru-baru ini. “ha? Hmm i-iya Ram, “ ucap Sasha gagap. “okedeh kalo gitu,” ucap Rama sambil tersenyum. Sasha jadi salah tingkah. Vaza dan Nina menahan tawa ketika melihat tingkah Sasha.
Saat pulang sekolah, Sasha menentukan untuk pulang sendiri. Ia masih tidak mau berbicara dengan orang tuanya. Tetapi ketika ia sedang dalam perjalanan pulang, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Akhirnya, ia berhenti sejenak di sebuah halte bis. “Sha...,” panggil seseorang sambil menepuk pundaknya. “Rama? Lo ngapain disini?” tanya Sasha kaget. “Oh, kendaraan beroda empat gue di servis jadi gue naik angkot, tapi ujan jadi gue neduh dulu, Sha. Lo juga neduh ya?” Rama lagi-lagi menyeringai. “Iya, Ram. Mana deres lagi, gue gak bawa payung,” ucap Sasha sambil menggosok-gosokan tangannya sebab kedinginan. “Lo kedinginan, Sha? Nih pake jaket gue,” ucap Rama sambil memakaikan jaket ke badan Sasha. “mmm.. ma-makasih Ram,” ucap Sasha terbata-bata. Wajah Sasha memerah seketika. “Lo kenapa Sha? Ngomongnya jadi gagap gitu?”tanya Rama memasang wajah heran. “Gak apa-apa Ram hehehe,” Sasha menyeringai. “Eh udah reda nih. Pulang yuk. Gue anterin sampe rumah,” kemudian Rama mengantar Sasha pulang hingga ke depan gerbang rumahnya. “Makasih banyak ya, Ram. See you tomorrow,” ucap Sasha. “Yap, take care, Sha. See you,” ucap Rama sambil melambai-lambaikan tangannya ke Sasha dan kembali pulang ke rumah.
Semakin usang Sasha semakin dekat dengan Rama. Hingga pada jadinya mereka berpacaran. “Sha, nanti saya mau nge-band. Ikut yuk! Udah usang kan kau gak nge-band?” ajak Rama. “Ayok, Ram. Tapi jangan malem-malem ya, nanti Mama murka sama aku,” ucap Sasha. Rama mengangguk. Lalu sesudah pulang sekolah Sasha dan Rama pergi ke studio musik. Rama sebagai pemain gitar di band-nya pun sangat handal bermain gitar. Ia pun dengan nrimo menjaga Sasha. Sampai pada suatu hari, Sasha minta korelasi mereka berakhir.
“Ram, saya mau kita putus,”
“Tapi kenapa, Sha? Kita udah hampir satu tahun jalanin ini semua,”
“Aku ini lemah, Ram. Aku gatau saya akan hidup berapa usang lagi. Aku takut kau jadi khawatir terus sama saya kayak mama papa,”
“Enggak, Sha. Aku sayang banget sama kamu. Aku gak yakin bakal sanggup kalo kau gak ada di sisi aku,”
“Nah itu maksud aku, Ram. Aku gak ingin menciptakan kau sedih, saya juga sayang banget sama kamu. Tapi saya gaada pilihan......,”
“Ssst..., cukup Sha.” Rama memeluk Sasha. Sasha pun menangis. Ia khawatir sebab hingga ketika ini belum ada jantung yang cocok untuk Sasha.
Malam harinya, Sasha duduk di balkon rumahnya. Dandy menghampirinya. Sebenarnya, Dandy sangat duka mendengar kabar Sasha berpacaran dengan Rama. Tetapi ia pun mengalah, dan membiarkan Sasha bahagia. “heey, kabar kau gimana?” ucap Dandy. “Baik kok hahaha,” Sasha tertawa. “kamu bohong, muka kau pucat banget, Sha,” Dandy sangat khawatir dengan keadaan Sasha. “Aku belom nemuin jantung yang cocok buat aku, Dy. Aku pun sebenernya masih murka pada orang tuaku, jadi saya hanya bicara seperlunya,” Sasha termenung. “Sha, saya mau kau kesepakatan sama aku. Kamu akan cari kebahagiaan kamu, tapi kau gak boleh nyakitin hati orang yang sayang sama kau terutama orang bau tanah kamu. Aku yakin mereka niscaya duka melihat kau begini. Aku tau mereka salah, tapi emang insan gak ada yang sempurna. Suatu ketika nanti mereka akan sadar kok,” nasihat Dandy. “Iya, Dy. Aku kesepakatan sama kamu. Tapi kau kesepakatan sama aku, kau akan selalu di sisi saya setiap saat. Kamu sahabat terbaik yang pernah saya punya, saya sayang banget sama kamu, Dy.” Ucap Sasha. Dandy hanya terdiam. “Dy, kok kau diem?” tanya Sasha membuyarkan lamunan Dandy. “udah malem, Sha. Masuk yuk, saya juga sekalian pamit pulang,” Dandy merangkul Sasha dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Sasha terbaring lemah di rumah sakit. Jantungnya semakin melemah. Hari ini, tepat hari ulang tahunnya yang ke 17. Sebelum ujian simpulan tiba, Sasha berjuang melawan penyakitnya. Orang bau tanah dan teman-teman Sasha sangat khawatir pada keadaan Sasha, begitupun Rama. Sebentar lagi, Sasha akan melaksanakan operasi transplantasi jantung, sebab ia sudah menemukan jantung yang tepat. “Selamat ulang tahun, Sha. Aku sayang kau banget,” ucap Rama membisiki indera pendengaran Sasha. Air mata Sasha mengalir dari matanya yang tertutup. “Kami juga sayang banget sama Sasha. Maafin papa dan mama ya sha,” Papa dan Mama Sasha pun menangis sambil menggenggam tangan Sasha. “Kita juga sayang bangeeet sama lo, Sha. Tapi gue gatau keberadaan Dandy sekarang, Sha. Sejak lo koma sebulan yang lalu, Dandy menghilang gak ada kabar begitu aja Sha,” ucap Tika.
Operasi Sasha berjalan lancar. Seminggu sesudah operasi, Sasha sudah tersadar dan ditemani oleh Rama di ruangan kamarnya. “Sha, ini ada surat dari Dandy.” Ucap Rama, wajah Rama terlihat duka sekali.
Sha, kalo kau baca ini berarti kau udah berhasil ngelawan penyakit kamu, Sha. Aku senang banget sanggup dekat dengan kamu, walaupun sebenernya saya punya perasaan yang lebih dari seorang sahabat. Aku sayang sama kamu, Sha. saya minta maaf, saya gak sanggup nemenin kau lagi dan ada di sisi kau lagi, saya minta maaf udah gak kisah sama kau ihwal sebenernya yang terjadi. Aku sudah 1 tahun menderita kanker otak. Dan ketika kita mengobrol di balkon mungkin itu terakhir kalinya kita bertemu. Aku gak mau menciptakan kau khawatir. Aku berjanji sama diri saya sendiri akan mendonorkan jantung ku ke kau sesudah saya gak ada, Sha. kau harus selalu inget kesepakatan kau ya... kau harus bahagia, sebab kau pantas mendapatkannya. Aku senang sanggup mengenalmu dan menyayangimu.
Sahabatmu,
Dandy
“Dandyyyyyy!!!!” Sasha memeluk kertas itu dan menangis tersedu-sedu. Ia sangat terpukul mengenai kepergian Dandy, sahabat yang sangat ia sayangi. Rama memeluk Sasha dengan erat, “Sha, kau harus jaga baik-baik yah jantung itu, saya akan nemenin kau dan berada di sisi kamu, Sha,” Rama meneteskan air mata. “Aku akan jaga jantung ini. Karena saya tahu Dandy selalu disini... menemani aku,” ucap Sasha menunjuk badan cuilan yang mempunyai jantung.
PROFIL PENULIS
Nama : Sarah Maftu Sabila.K
Umur : 16 tahun
Sekolah :SMAN 38 Jakarta
facebook : Sarah Maftu
Umur : 16 tahun
Sekolah :SMAN 38 Jakarta
facebook : Sarah Maftu