Tuhan Sudah Merencanakan Segalanya Untuk Kita - Cerpen Persahabatan Remaja
Rabu, 23 April 2014
TUHAN SUDAH MERENCANAKAN SEGALANYA UNTUK KITA
Karya Kazenithavi
“Ngapain lo kesini?” tanya Winda dengan ketus. Membuat Bila makin menciut di tempatnya. “Gue tanya ke elo! Ngapain lagi lo kesini?” ulang Winda sebal, alasannya pertanyaannya itu tidak segera dijawab. “Lo masih kurang puas nyakitin gue sesudah lo ngekhianatin gue? Masih kurang puas lo!?” nada bunyi Winda mulai naik satu oktaf. Menahan segala rasa sakit di hatinya.
“Gu.. Gue.. cuman mau minta maaf ke elo..” jawab Bila takut-takut. Bila tahu bahwa ia memang salah, benar-benar salah. Bila mengkhianati persahabatan mereka, hanya alasannya satu orang, Tian. Ia tahu betul bahwa sesungguhnya Winda sangat menyukai Tian. Walaupun Winda tidak pernah membicarakan soal ini kepada orang lain selain Bila, terutama Tian. Bila yang telah dipercaya oleh Winda untuk menjaga rahasia ini --- entah setan apa yang telah merasuki dirinya --- ia malah ikut menyukai Tian. Sisi egoisnya memenangkan rasa ingin mempunyai Tian. Dan sekarang, Bila dan Tian ialah sepasang kekasih. Ini ialah kesalahan besar. Kini, persahabatan mereka hancur.
“Gu.. Gue.. cuman mau minta maaf ke elo..” jawab Bila takut-takut. Bila tahu bahwa ia memang salah, benar-benar salah. Bila mengkhianati persahabatan mereka, hanya alasannya satu orang, Tian. Ia tahu betul bahwa sesungguhnya Winda sangat menyukai Tian. Walaupun Winda tidak pernah membicarakan soal ini kepada orang lain selain Bila, terutama Tian. Bila yang telah dipercaya oleh Winda untuk menjaga rahasia ini --- entah setan apa yang telah merasuki dirinya --- ia malah ikut menyukai Tian. Sisi egoisnya memenangkan rasa ingin mempunyai Tian. Dan sekarang, Bila dan Tian ialah sepasang kekasih. Ini ialah kesalahan besar. Kini, persahabatan mereka hancur.
Tuhan Sudah Merencanakan Segalanya Untuk Kita |
Winda sangat membenci mantan sahabatnya itu. Sahabat yang selama ini ia percaya, yang selalu menemaninya setiap hari, ternyata mengkhianatinya. Sikap angkuhnya ketika ini semata-mata untuk menutupi rasa sedihnya. Winda sangat ingin menangis ketika melihat wajah mantan sahabatnya itu. Hatinya terlalu sakit untuk terobati.
“Winda, please.. maafin gue..” Bila memohon dengan tulus, suaranya bergetar, ia menitikkan air mata dari matanya yang sayu indah itu. Bagaimana pun pikirannya menolak, hatinya tak sanggup berbohong untuk menyampaikan bahwa sesungguhnya Winda sangat merindukan Bila. Walaupun hatinya masih merasa sakit yang teramat sangat. “Kejadian itu kan udah tiga bulan lalu, Winda.. please, maafin gue..” air mata Bila tidak berhenti menetes.
“Heh! Lo kira kalo bencana itu udah lama, gue bakalan lupain bencana itu begitu aja!?” sentak Winda. Suaranya ikut bergetar, menahan tangis sekuat tenaga.
“Please, maafin gue..”
…
Winda tidak tahu, bahwa sesungguhnya ada seseorang yang rahasia mengamatinya dari jauh. Hanya sanggup mengamati dan menjaga Winda dari jauh, tanpa sanggup menampakkan identitasnya. “Orang itu” hanya berpura-pura tidak peduli. Tetapi sebenarnya, “Orang itu” begitu peduli pada Winda. Hatinya sakit melihat Winda yang berkembang menjadi murung semenjak tiga bulan yang lalu. Separuh hatinya, seakan sanggup mencicipi apa yang Winda rasakan.
…
“Hei.. kau kenapa kok murung gitu?” Tian bertanya pada Bila yang sedari tadi menyerupai menerawang. “Kamu kenapa sih?” tanyanya lagi pada Bila yang masih saja membisu menerawang.
“Tian, kita.. putus..” kata Bila lirih, tidak mengindahkan pertanyaan Tian. Air mata Bila jatuh, ia harus memilih. Persahabatan atau cinta. Dan sekarang, ia menentukan persahabatan.
…
“Wind, ada yang cari kau tuh..” kata Novi, salah satu sobat sekelas Winda.
“Siapa, Nov?” tanyanya kembali. Siapa yang mencarinya dari kelas lain?
“Nggak tahu, tuh..” jawab Novi sambil mengutak-atik hapenya di dingklik kebesaran milik-nya.
Dengan malas, Winda keluar dari kelas. Tetapi, ia tidak menemukan seorangpun di sana, aneh. Tiba-tiba ekor matanya menangkap sesuatu berbentuk kotak hadiah di bersahabat kakinya. Winda mengambilnya hati-hati, siapa tahu isinya ialah bom. Di epilog kotaknya, terdapat post-it yang tertempel dengan tulisan..
Tiga bulan terakhir, gue lihat lo kok sedih aja sih? Murung terus!
Jelek, tahu! Nggak yummy lihatnya. Kata orang kan, kalo cewek badmood dikasih cokelat jadi nggak badmood lagi..
Nah, ini gue kasih cokelat. Jangan ditekuk mulu mukanya, neng..
Winda mengernyit, tak mengerti apa maksud dari si pengirim ini. Siapa yang mengirimnya. Dasar pengecut gumam Winda dalam hati. Benar saja Winda bilang bahwa sang pengirim ialah orang yang pengecut, alasannya memang orang itu tidak berani menampakkan dirinya. Winda masuk ke kelas dengan membawa kotak yang berisi lima batang cokelat dengan dahi yang masih mengernyit.
…
“Orang itu” tersenyum simpul di balik pohon. Sedari tadi ia mengamati Winda yang sedang heran menemukan kotak itu, hingga ia kembali ke kelasnya, kelas 3 IPA-2.
…
“Uhuk, ada yang gres dapet hadiah nih.. eciyee..” kata Rega, pemuda kece yang lagi duduk di dingklik paling belakang bersama murid pemuda yang lainnya. Itu daerah favorit mereka sih.
“Apaan sih lo? Ikut campur aja..” jawab Winda sebal, merasa urusannya dicampuri orang lain. Ia sendiri saja masih resah siapa pengirimnya.
“Udahlah, bro.. cewek hambar gitu mah mana yummy dikerjain. Enak juga ngerjain cewek yang endelnya nggak ketulungan..” Lando menimpali. Cowok ini memang kece, hampir semua murid cewek di kelas kagum sama dia. Kurang apa lagi? Kece? Cerdas? Semua ada di diri Lando.
Winda hanya mendengus mendengar Lando menyerupai membelanya. Mau sok jadi satria kesiangan? tanya Winda dalam hati. Lando memang sering melaksanakan hal itu ketika Winda akan jadi target empuk untuk dikerjain. Rega hanya mengangguk-angguk setuju, kemudian mulai menarik hati mangsanya yang endelnya nggak ketulungan. Winda hanya menahan tawanya yang hampir saja menyembur alasannya reaksi cewek itu.
Tiba-tiba tangan seseorang hinggap di bahunya yang mendadak terasa mungil alasannya ukuran tangan itu. Refleks, Winda mengehempaskan tangan itu ke samping secara kasar. Benar-benar bergairah hingga pemilik tangan, beraduh-aduh ria.
“Adududuhh.. aduuh.. ni cewek tenaganya berpengaruh banget sih??” kata pemuda itu. Ups, yang memegang pundak Winda itu pemuda lhoo. Pantesan tangannya gede banget.
“Eh, sorry.. lagian elo juga sih.. emang lo ngapain sih, pake pegang-pegang pundak gue?” Winda balas bertanya dengan nada sedikit sebal. Ih! Apaan pegang-pegang.
“Ya maaf, deh. Akhir-akhir ini lo murung sih.. kenapa sih?” tanya Lando ingin tahu. “Oh iya, tenaga lo berpengaruh juga, ya.. tangan gue sampe sakit begini..” tambah Lando.
“Mau tahu urusan orang aja sih? Eh, itu sih salah lo sendiri ya, tangan lo sampe gitu ya bukan salah gue. Gue kan cuma refleks aja.” jawab Winda, orisinil hambar bebek. Winda tidak tahu bahwa sesungguhnya ada maksud lain di balik kata-kata Lando. Ya, Lando memang perhatian terhadap Winda. Ia sudah tertarik pada Winda semenjak ia pertama kali mengenalnya di kelas sepuluh. Tapi jelas, Winda tidak tahu itu.
“Ada apaan sih?” tanya Winda. Lando tersenyum penuh arti, kemudian berkata, “Jalan ke mall, yuk. Ntar kita nonton bareng. Gimana? Atau ke Dufan aja? Gue yang traktir deh..”
Winda tampak menimbang-nimbang seruan Lando.
“Jadi gimana? Mau nggak?” tanya Lando sekali lagi. Baiklah, Winda akan coba untuk membuka hatinya sekali lagi. Berharap ia akan kembali ceria menyerupai yang dulu. Dengan penuh keyakinan, akibatnya Winda mengangguk.
“Oke, gue mau. Tapi kita pergi ke Dufan aja ya? Beneran elo yang traktir, kan?” kata Winda pada Lando.
Lando mengangguk, “Oke, kalo gitu hari Sabtu sepulang sekolah kita berangkat. Lo jangan lupa bawa baju ganti. Oke?”
“Oke.” kata Winda senang.
...
Sudah jam 12 malam dan Winda tidak sanggup tidur alasannya hatinya terus berdebar membayangkan hari esok. Jujur, Winda sangat tidak nyaman dengan perasaan ini. Semalam ia juga menerima kiriman dari seseorang yang misterius lagi. Ia menerima sebuah kotak yang berisi sepasang sneakers nike bernuansa perempuan.
Di kotak itu juga tertempel post-it bertuliskan,
Ini buat kamu, dipake ya..
...
Alhasil, keesokan harinya ia menggunakan sneakers anggun itu. Ia juga membawa baju ganti untuk pergi ke Dufan dengan Lando. Saat istirahat pertama, Lando menghampirinya. “Lo nggak lupa bawa baju ganti, kan?” tanya Lando memastikan. Winda yang sedang menulis rangkuman hasil pembelajaran Biologi barusan menoleh, “Nggak lupa, kok.”
“Lo niscaya nggak bawa helm, kan? Tenang aja, gue udah bawa kok. Kemarin gue beli buat lo.” kata Lando. “Lo nggak ke kantin? Rajin banget sih jadi anak? Ke kantin, yuk..” ajak Lando. Winda tidak menolak seruan Lando, ia mengikuti Lando pergi ke kantin.
Winda melihat Bila dan Tian yang biasanya duduk bersama di kantin, kini berpisah. Winda segera tahu apa yang terjadi. Ia jadi merasa sedikit bersalah.
...
Lando dan Winda sudah hingga di Dufan ketika pukul satu siang. Winda mengenakan baju kesayangannya juga sneakers keren itu. Sedangkan Lando mengenakan kemeja berwarna biru yang dilipat tiga per empat pada lengan dengan celana berwarna senada.
Mereka menikmati waktu kebersamaan. Saat menaiki Bianglala, tiba-tiba Winda meneteskan air mata, menciptakan Lando panik. Winda teringat kembali pada sosok yang sangat ia rindukan, Bila. “Lo kenapa nangis?” tanya Lando dengan lembut ketika mereka masih ada di dalam Bianglala.
Tanpa sadar, Winda telah menceritakan masalahnya dengan Bila pada Lando. Sesuatu dari Lando menciptakan Winda percaya padanya. Ia mendengarkan dengan seksama, kemudian sesekali memberi saran untuk Winda.
“Menurut gue sih, ikhlasin aja. Cowok nggak cuma satu. Jangan sedih terus. Buka lagi hati lo buat orang lain. Buat orang yang ada di depan lo ini..” kata Lando dengan lembut. Ia memang sengaja naik Bianglala waktu matahari terbenam dan berencana menembak Winda.
Winda kaget mendengar perkataan Lando, kemudian lebih terkejut lagi ketika tahu Lando sudah berlutut di hadapannya. “Winda, jujur gue suka sama lo. Selama ini gue yang ngirimin sesuatu ke elo. Maaf kalo gue udah bikin lo penasaran. Gue pengen lo jadi pacar gue. Mau nggak, lo jadi pacar gue?” tembak Lando sempurna sasaran.
Winda bahagia akan ungkapan cinta Lando itu. Ia terharu hingga tangisnya makin menjadi. Ia mengangguk, mendapatkan Lando sebagai pacarnya. Ya, ia akan kembali menjadi Winda yang dulu. Ia akan memaafkan Bila. Ia jadi makin merasa bersalah pada Bila.
Lando merasa senang, ia puas dengan hasil kencan hari ini. Ia memeluk Winda yang menjadi sangat kecil dalam pelukannya. “Makasih buat hari ini, Lan. Gue juga suka sama elo..” kata Winda dalam pelukan Lando.
“Sama-sama, sayang..” jawab Lando. Tepat di ketika itu, ponsel Winda berbunyi. “Siapa sih yang telepon? Ganggu aja deh..” kata Lando kesal.
“Bentar ya,” kata Winda kemudian mengangkat telepon itu. “Ya?” kata Winda.
“Gue udah putus sama Tian. Lo mau maafin gue, kan?” tanya seseorang di seberang sana dengan isakan. “Lo nggak perlu putus sama Tian. Gue udah maafin elo. Gue udah punya cowok, Bila..” kata Winda menitikkan air mata.
“Beneran, Winda? Makasih ya, elo emang teman terbaik gue. Makasih. Gue kesepakatan nggak akan mengkhianati lo lagi.” kata Bila di seberang sana. Bila menangis alasannya senang. Dan, telepon pun diakhiri.
“Siapa?” tanya Lando.
“Bila. Aku udah maafin dia. Aku ikhlasin semuanya, alasannya Tuhan udah menawarkan saya yang lebih baik dari dia, kamu.” kata Winda.
“Ya, Tuhan memang sudah merencanakan segalanya, untuk kita..” kata Lando sambil tersenyum kemudian merangkul pundak Winda dan mengajaknya pulang.
“Winda, please.. maafin gue..” Bila memohon dengan tulus, suaranya bergetar, ia menitikkan air mata dari matanya yang sayu indah itu. Bagaimana pun pikirannya menolak, hatinya tak sanggup berbohong untuk menyampaikan bahwa sesungguhnya Winda sangat merindukan Bila. Walaupun hatinya masih merasa sakit yang teramat sangat. “Kejadian itu kan udah tiga bulan lalu, Winda.. please, maafin gue..” air mata Bila tidak berhenti menetes.
“Heh! Lo kira kalo bencana itu udah lama, gue bakalan lupain bencana itu begitu aja!?” sentak Winda. Suaranya ikut bergetar, menahan tangis sekuat tenaga.
“Please, maafin gue..”
…
Winda tidak tahu, bahwa sesungguhnya ada seseorang yang rahasia mengamatinya dari jauh. Hanya sanggup mengamati dan menjaga Winda dari jauh, tanpa sanggup menampakkan identitasnya. “Orang itu” hanya berpura-pura tidak peduli. Tetapi sebenarnya, “Orang itu” begitu peduli pada Winda. Hatinya sakit melihat Winda yang berkembang menjadi murung semenjak tiga bulan yang lalu. Separuh hatinya, seakan sanggup mencicipi apa yang Winda rasakan.
…
“Hei.. kau kenapa kok murung gitu?” Tian bertanya pada Bila yang sedari tadi menyerupai menerawang. “Kamu kenapa sih?” tanyanya lagi pada Bila yang masih saja membisu menerawang.
“Tian, kita.. putus..” kata Bila lirih, tidak mengindahkan pertanyaan Tian. Air mata Bila jatuh, ia harus memilih. Persahabatan atau cinta. Dan sekarang, ia menentukan persahabatan.
…
“Wind, ada yang cari kau tuh..” kata Novi, salah satu sobat sekelas Winda.
“Siapa, Nov?” tanyanya kembali. Siapa yang mencarinya dari kelas lain?
“Nggak tahu, tuh..” jawab Novi sambil mengutak-atik hapenya di dingklik kebesaran milik-nya.
Dengan malas, Winda keluar dari kelas. Tetapi, ia tidak menemukan seorangpun di sana, aneh. Tiba-tiba ekor matanya menangkap sesuatu berbentuk kotak hadiah di bersahabat kakinya. Winda mengambilnya hati-hati, siapa tahu isinya ialah bom. Di epilog kotaknya, terdapat post-it yang tertempel dengan tulisan..
Tiga bulan terakhir, gue lihat lo kok sedih aja sih? Murung terus!
Jelek, tahu! Nggak yummy lihatnya. Kata orang kan, kalo cewek badmood dikasih cokelat jadi nggak badmood lagi..
Nah, ini gue kasih cokelat. Jangan ditekuk mulu mukanya, neng..
Winda mengernyit, tak mengerti apa maksud dari si pengirim ini. Siapa yang mengirimnya. Dasar pengecut gumam Winda dalam hati. Benar saja Winda bilang bahwa sang pengirim ialah orang yang pengecut, alasannya memang orang itu tidak berani menampakkan dirinya. Winda masuk ke kelas dengan membawa kotak yang berisi lima batang cokelat dengan dahi yang masih mengernyit.
…
“Orang itu” tersenyum simpul di balik pohon. Sedari tadi ia mengamati Winda yang sedang heran menemukan kotak itu, hingga ia kembali ke kelasnya, kelas 3 IPA-2.
…
“Uhuk, ada yang gres dapet hadiah nih.. eciyee..” kata Rega, pemuda kece yang lagi duduk di dingklik paling belakang bersama murid pemuda yang lainnya. Itu daerah favorit mereka sih.
“Apaan sih lo? Ikut campur aja..” jawab Winda sebal, merasa urusannya dicampuri orang lain. Ia sendiri saja masih resah siapa pengirimnya.
“Udahlah, bro.. cewek hambar gitu mah mana yummy dikerjain. Enak juga ngerjain cewek yang endelnya nggak ketulungan..” Lando menimpali. Cowok ini memang kece, hampir semua murid cewek di kelas kagum sama dia. Kurang apa lagi? Kece? Cerdas? Semua ada di diri Lando.
Winda hanya mendengus mendengar Lando menyerupai membelanya. Mau sok jadi satria kesiangan? tanya Winda dalam hati. Lando memang sering melaksanakan hal itu ketika Winda akan jadi target empuk untuk dikerjain. Rega hanya mengangguk-angguk setuju, kemudian mulai menarik hati mangsanya yang endelnya nggak ketulungan. Winda hanya menahan tawanya yang hampir saja menyembur alasannya reaksi cewek itu.
Tiba-tiba tangan seseorang hinggap di bahunya yang mendadak terasa mungil alasannya ukuran tangan itu. Refleks, Winda mengehempaskan tangan itu ke samping secara kasar. Benar-benar bergairah hingga pemilik tangan, beraduh-aduh ria.
“Adududuhh.. aduuh.. ni cewek tenaganya berpengaruh banget sih??” kata pemuda itu. Ups, yang memegang pundak Winda itu pemuda lhoo. Pantesan tangannya gede banget.
“Eh, sorry.. lagian elo juga sih.. emang lo ngapain sih, pake pegang-pegang pundak gue?” Winda balas bertanya dengan nada sedikit sebal. Ih! Apaan pegang-pegang.
“Ya maaf, deh. Akhir-akhir ini lo murung sih.. kenapa sih?” tanya Lando ingin tahu. “Oh iya, tenaga lo berpengaruh juga, ya.. tangan gue sampe sakit begini..” tambah Lando.
“Mau tahu urusan orang aja sih? Eh, itu sih salah lo sendiri ya, tangan lo sampe gitu ya bukan salah gue. Gue kan cuma refleks aja.” jawab Winda, orisinil hambar bebek. Winda tidak tahu bahwa sesungguhnya ada maksud lain di balik kata-kata Lando. Ya, Lando memang perhatian terhadap Winda. Ia sudah tertarik pada Winda semenjak ia pertama kali mengenalnya di kelas sepuluh. Tapi jelas, Winda tidak tahu itu.
“Ada apaan sih?” tanya Winda. Lando tersenyum penuh arti, kemudian berkata, “Jalan ke mall, yuk. Ntar kita nonton bareng. Gimana? Atau ke Dufan aja? Gue yang traktir deh..”
Winda tampak menimbang-nimbang seruan Lando.
“Jadi gimana? Mau nggak?” tanya Lando sekali lagi. Baiklah, Winda akan coba untuk membuka hatinya sekali lagi. Berharap ia akan kembali ceria menyerupai yang dulu. Dengan penuh keyakinan, akibatnya Winda mengangguk.
“Oke, gue mau. Tapi kita pergi ke Dufan aja ya? Beneran elo yang traktir, kan?” kata Winda pada Lando.
Lando mengangguk, “Oke, kalo gitu hari Sabtu sepulang sekolah kita berangkat. Lo jangan lupa bawa baju ganti. Oke?”
“Oke.” kata Winda senang.
...
Sudah jam 12 malam dan Winda tidak sanggup tidur alasannya hatinya terus berdebar membayangkan hari esok. Jujur, Winda sangat tidak nyaman dengan perasaan ini. Semalam ia juga menerima kiriman dari seseorang yang misterius lagi. Ia menerima sebuah kotak yang berisi sepasang sneakers nike bernuansa perempuan.
Di kotak itu juga tertempel post-it bertuliskan,
Ini buat kamu, dipake ya..
...
Alhasil, keesokan harinya ia menggunakan sneakers anggun itu. Ia juga membawa baju ganti untuk pergi ke Dufan dengan Lando. Saat istirahat pertama, Lando menghampirinya. “Lo nggak lupa bawa baju ganti, kan?” tanya Lando memastikan. Winda yang sedang menulis rangkuman hasil pembelajaran Biologi barusan menoleh, “Nggak lupa, kok.”
“Lo niscaya nggak bawa helm, kan? Tenang aja, gue udah bawa kok. Kemarin gue beli buat lo.” kata Lando. “Lo nggak ke kantin? Rajin banget sih jadi anak? Ke kantin, yuk..” ajak Lando. Winda tidak menolak seruan Lando, ia mengikuti Lando pergi ke kantin.
Winda melihat Bila dan Tian yang biasanya duduk bersama di kantin, kini berpisah. Winda segera tahu apa yang terjadi. Ia jadi merasa sedikit bersalah.
...
Lando dan Winda sudah hingga di Dufan ketika pukul satu siang. Winda mengenakan baju kesayangannya juga sneakers keren itu. Sedangkan Lando mengenakan kemeja berwarna biru yang dilipat tiga per empat pada lengan dengan celana berwarna senada.
Mereka menikmati waktu kebersamaan. Saat menaiki Bianglala, tiba-tiba Winda meneteskan air mata, menciptakan Lando panik. Winda teringat kembali pada sosok yang sangat ia rindukan, Bila. “Lo kenapa nangis?” tanya Lando dengan lembut ketika mereka masih ada di dalam Bianglala.
Tanpa sadar, Winda telah menceritakan masalahnya dengan Bila pada Lando. Sesuatu dari Lando menciptakan Winda percaya padanya. Ia mendengarkan dengan seksama, kemudian sesekali memberi saran untuk Winda.
“Menurut gue sih, ikhlasin aja. Cowok nggak cuma satu. Jangan sedih terus. Buka lagi hati lo buat orang lain. Buat orang yang ada di depan lo ini..” kata Lando dengan lembut. Ia memang sengaja naik Bianglala waktu matahari terbenam dan berencana menembak Winda.
Winda kaget mendengar perkataan Lando, kemudian lebih terkejut lagi ketika tahu Lando sudah berlutut di hadapannya. “Winda, jujur gue suka sama lo. Selama ini gue yang ngirimin sesuatu ke elo. Maaf kalo gue udah bikin lo penasaran. Gue pengen lo jadi pacar gue. Mau nggak, lo jadi pacar gue?” tembak Lando sempurna sasaran.
Winda bahagia akan ungkapan cinta Lando itu. Ia terharu hingga tangisnya makin menjadi. Ia mengangguk, mendapatkan Lando sebagai pacarnya. Ya, ia akan kembali menjadi Winda yang dulu. Ia akan memaafkan Bila. Ia jadi makin merasa bersalah pada Bila.
Lando merasa senang, ia puas dengan hasil kencan hari ini. Ia memeluk Winda yang menjadi sangat kecil dalam pelukannya. “Makasih buat hari ini, Lan. Gue juga suka sama elo..” kata Winda dalam pelukan Lando.
“Sama-sama, sayang..” jawab Lando. Tepat di ketika itu, ponsel Winda berbunyi. “Siapa sih yang telepon? Ganggu aja deh..” kata Lando kesal.
“Bentar ya,” kata Winda kemudian mengangkat telepon itu. “Ya?” kata Winda.
“Gue udah putus sama Tian. Lo mau maafin gue, kan?” tanya seseorang di seberang sana dengan isakan. “Lo nggak perlu putus sama Tian. Gue udah maafin elo. Gue udah punya cowok, Bila..” kata Winda menitikkan air mata.
“Beneran, Winda? Makasih ya, elo emang teman terbaik gue. Makasih. Gue kesepakatan nggak akan mengkhianati lo lagi.” kata Bila di seberang sana. Bila menangis alasannya senang. Dan, telepon pun diakhiri.
“Siapa?” tanya Lando.
“Bila. Aku udah maafin dia. Aku ikhlasin semuanya, alasannya Tuhan udah menawarkan saya yang lebih baik dari dia, kamu.” kata Winda.
“Ya, Tuhan memang sudah merencanakan segalanya, untuk kita..” kata Lando sambil tersenyum kemudian merangkul pundak Winda dan mengajaknya pulang.
PROFIL PENULIS
Nama Pena : Kazenithavi
Twitter : @kazenithavi
Email : kzenithav@gmail.com
Facebook : https://www.facebook.com/zenitha.vyamili
Twitter : @kazenithavi
Email : kzenithav@gmail.com
Facebook : https://www.facebook.com/zenitha.vyamili