Aku Punya Teman - Cerpen Motivasi

AKU PUNYA TEMAN
Karya Rizka Indah Aggraini

Dia bukanlah pujaan hatiku, tapi beliau hanyalah penggembiraku ketika hujan datang.

Aku melirik arloji di pergelangan tangan kananku, hujan sudah terjadi 2 jam yang lalu, hingga kini belum juga reda. Ku ambil ponsel ku yang tergeletak di atas meja berguru ku. ‘satu pesan masuk’
“Cristy, maaf ya. Hari in abang tidak sanggup menemanimu. Mendadak saya ada kiprah dari kantor. Kakak minta maaf sekali” huft. Ku menghela nafas panjang. Jadi, sepanjang hari ini saya akan sendiri di rumah? Bibi yang biasanya memasak dan membersihkan rumah, hari ini mengambil izin alasannya anaknya sedang sakit. Aku pun tak tahu ada apa di luar sana, alasannya saya terkunci di dalam kamar ini.

Aku bukan orang yang besar lengan berkuasa untuk bertahan hidup hingga ketika ini, saya hanya memaksa Tuhan biar hari ini, besok, dan selanjutnya, saya masih sanggup melihat orang yang biasa saya lihat setiap hari. Kak Kris, dan bibi. Hanya mereka yang saya lihat. Tidak ada orang lain yang saya kenal selain mereka. Tapi sekarang, apa mereka ada di sampingku?

Aku Punya Teman
Ku memandangi fotoku sendiri dengan bergumam, kakakku selalu memujiku bahwa saya memang orang yang cantik. Dengan mata sedikit sipit, hidung mancung, rahang tegas, dan baby face. Tapi saya tidak percaya perkataan itu. Aku tidak lebih dari orang yang berlagak menyerupai patung.
Tok tok tok. Entah siapa yang mengetuk pintu di luar sana, saya harus bagaimana? Saat saya beranjak untuk berdiri dan berjalan, ku rasakan acuan yang begitu berat di kepalaku. Masih terdengar bunyi ketukan pintu yang semakin nyaring. Apa ini hari terakhirku? Kakak, cepatlah pulang. Aku menunggumu.


Semua terlihat gelap, menyerupai ada yang menutupi mataku. Tuhan, bantu saya menggerakkan tangan ini, kenapa terasa begitu berat? Aku ingin mereka tahu, bahwa saya sudah bangun. Tak ku rasakan apa-apa, selain sebuah jarum yang menusuk punggung tanganku, alat bantu nafas, dan aroma yang sangat ku kenal. Rumah sakit. Apa saya berada di sini lagi? Untuk apa?
“Cristy, kau sudah bangun?” kakak? Apa benar itu suaramu? “Cristy, gerakkan sedikit kepalamu” itu? Suara dokter Raihan bukan? Makara benar saya ada di rumah sakit. Ku paksa, kepalaku untuk mengangguk, sedikit. Rasanya, sangat sakit.
“syukurlah, kau sudah bangun. Kris, bawa beliau pulang. Dan buka perban matanya ketika sudah hingga di rumah. Keadaannya sudah membaik, akan lebih baik jikalau kau yang merawatnya di rumah. Jangan hanya mengurus pekerjaan kantormu. Baiklah, saya pergi dulu” kakak, bahwasanya apa yang terjadi? Aku tidak buta kan?


Entah kapan saya sudah berada di kamarku sendiri. Sekarang saya sudah melihat pemandangan yang ada di hadapanku. Kakakku, ada di sampingku yang sedang berbaring. “kau tenanglah, tidak terjadi sesuatu yang jelek padamu” tok tok tok. Suara pintu terdengar lagi. Kakakku akan beranjak untuk membukakan pintu, tapi dengan paksa ku gerakkan tanganku untuk mencegahnya. Kakak, ada yang ingin saya tanyakan. Kakak mengerti padaku, yang mengerjapkan kelopak mata sebanyak 3 kali.
“ini kertas dan pena, tulislah apa yang ingin kau katakan. Aku keluar sebentar” beliau pergi menjauh dariku sesudah membantuku untuk duduk. Ku tatap punggungnya yang telah berlalu dari balik pintu. Tak berapa usang abang tiba lagi dan membawa sebuah kotak, saya rasa itu kiriman untukknya. Tapi,
“untukmu” untukku? Dari? Aku hanya mengernyitkan dahi. “entah, nanti kau buka sendiri ya?” ucapnya dengan meletakkan kotak itu di meja sampingku. “apa yang ingin kau katakan?” tanyanya menciptakan tanganku menyodorkan kertas yang berisi goresan pena tanganku.
Kakak, saya ingin bertanya. Aku ingin bertanya kenapa kau selalu mengurungku di dalam kamar? Tidak boleh bertemu dengan orang lain, selain dirimu dan bibi? Saat di rumah sakit pun, kau menutupi mataku dengan perban. Apa yang membuatmu melakakukan itu?

Ku lihat kakakku yang sedang fokus membaca tulisanku. Aku meraih kotak yang dikirim untukku. Aku lihat beberapa fotoku ada di dalam kotak itu, kulihat satu-persatu hingga ku temukan sebuah surat.
“hai, apa kabar? Aku tak ingin berbasa-basi, saya ingin berkata padamu bahwa saya mengagumimu. Maaf saya harus menyampaikan ini, kau jangan terkejut alasannya kau niscaya sudah tahu keadaan yang sebenarnya. Aku tahu kau lumpuh dan tak sanggup berbicara, juga hanya sanggup menggerakkan tanganmu saja. Aku tahu perasaanmu menjadi menyerupai itu, dan saya tahu kau ingin melihat orang lain selain abang dan bibi yang mengurusmu. Tapi yang membuatku mengangumimu, ialah ketabahan dan kesabaranmu untuk menjalani hidup. Kau begitu tangguh, dan mendapatkan keadaan. Aku akan menunggu hujan, untuk menyanyikan lagu yang kau suka. Aku akan mengakuinya, orang yang bernyanyi di sekitarmu ketika hujan, ialah aku. Aku tahu, saya pengecut, alasannya saya takut. Aku hanya berani menatapmu dan menyanyikan sebuah lagu untukmu, dari balik jendela kamarmu. Sudahlah, hingga jumpa” jadi? Apa maksudnya.
“Cristy, abang akan menjawab pertanyaanmu. Kakak melarangmu untuk mendengarkan lagu, alasannya abang ingin yang kau sebut ialah kata semangat dan namaku. Begitu juga dengan melarangmu untuk menemui orang lain. Karena saya takut kau akan menyukai orang itu. Jika hanya melihat saya dan bibi, kau kan tidak akan menyukai kami. Kakak harap kau mengerti apa yang abang maksud” ucap kakakku dengan menghapus air mataku. Kakak, saya tahu kau sangat menyayangiku, tapi kan tidak harus menyerupai ini.

Perlahan hujan datang, dan saya ingat dengan surat itu. Apa orang itu akan datang? Aku melirik jendela kamarku, tapi tak ada sosok yang memungkinkan beliau ialah orang yang mengirimkan surat untukku. Dan, seseorang yang lain tiba masuk kamarku, dengan membawa gitar.

Kakak, siapa dia? Aku melirik kakakku yang juga terkejut dengan kedatangan orang itu. “dokter Raihan?” kakak, jadi itu dokter Raihan?segera abang mengambarkan maksudnya, “adik, abang tahu akhir-akhir ini kau sering berfikir bahwa kau tidak punya teman...” ucapan abang pribadi terpotong oleh ucapan dokter Raihan.
“tapi, sahabat tak harus selalu ada di depan mata. Kasat matapun sanggup menjadi temanmu yang sejati dalam hati. Kau mau menjadikanku sebagai temanmu?” ucap dokter yang wajahnya blasteran itu. Terimakasih, kau sudah menemaniku selama ini.
Dengan segera dokter dihadapanku langung menyanyikan sebuah lagu yang tak abnormal lagi ditelingaku. Lagu yang menemaniku ketika hujan. Dan dengan itulah, saya memaksa diri biar terus hidup. Karena saya sadar, walau saya sangat jauh dari kata sempurna, tapi saya masih punya teman.
The End


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel