Sobat Dalam Sunyi - Cerpen Sedih
Rabu, 22 Januari 2014
SAHABAT DALAM SUNYI
Karya Anggun Ratiwi
Sore itu, saya berjalan di pinggiran kota setelah pulang dari kuliah. Gerimis masih membasahi jalan raya Rajawali.Tak begitu banyak kendaraan yang melintas, toko-toko besarpun banyak yang sepi dari pengunjung, rumah pinggiran jalan pada tertutup rapat. Maklum hujan deras mengguyur kota itu seharian. Aku berlari menyebrangi jalan raya, langkah ku terhenti di depan sebuah rumah alasannya sebuah benda empuk mengenai pinggul kiriku. Boneka berwarna merah muda pudar,bentuknya sudah rusak, indera pendengaran kanannya robek. Boneka itu terlempar dari dalam rumah sederhana “seperti nya dibuang !”. Ku ambil dan ku bawa beliau untuk diperbaiki.
“BONEKA” itu membuatku teringat akan suatu hal ketika saya masih tinggal di asrama empat tahun yang lalu.” Melly” nama seorang sobat sekelasku ia tampak berbeda dari yang lain. Sering orang-orang menyebutnya gadis idiot. Seluruh penghuni asrama tak ada yang memperdulikannya, sesekali ibu asrama mencoba mendekati nya ia berlaku tak wajar.
Sahabat Dalam Sunyi |
Hingga pada suatu hari, shella temanku yang cukup mengerikan diasrama menyiramnya dengan setimba air di wajah nya”He bangun…dasar tikus got !”. Melly terbangun seketika alasannya kaget, tubuh nya kedinginan hingga menggigil, wajahnya pucat, bibir nya membiru, kedua tangannya mendekap erat pada sepasang kakinya, ia melengkup di sudut ruangan. “Marry…! Kau tidak apa-apa ? tubuh mu basah” terdengar bunyi melly dari dalam kamar. Aku tak tau persis siapa merry itu, padahal ia tak pernah berbicara sekecap pun pada orang yang berpenghuni di asrama ini. Mengingat akan kata guru pengasuh asrama bahwa melly mengidap kanker otak stadium empat. Mungkin saja beliau mnder pada teman-teman .satu yang ku banggakan darinya semangat tinggi untuk bertahan hidup. Walaupun terkadang orang-orang mengrjainya habis-habisan. Sering ku lihat ia menangis di belakang sekolah, sehingga buatku iba menatapnya, apaadanya teman-teman mencegahku mendekatinya.
Malam itu begitu dingi hingga merasuk dalam tulang-tulang. Tak tau kenapa fikiran ku tiba-tiba ingat dengan melly perempuan yang dianggap idiot itu. Sesekali kuengar di balik tembok kamarnya ia berbicara dan menyebutkan nama merry.
“ merry! Siapa dia?”
“ mungkinkah temannya? “ Tanya ku dalam hati.
“akan tetapi di asrama ini tak ada yang namanya marry. Ahh.. tak peduli ! sekiranya beliau memiliki teman. Aku bias lega” fikirku.
Kulihat ia dari lubang kecil yang ada di sela pintunya, ia tampaknya sedang bermain bahagia. Tetapi hingga sekarang saya tak sanggup melihat merry yang selama ini menjadi sobat gres melly dalam kamar sepi ini.
Stadium empat dimana pada ketika itu para pengidap kanker mengakhiri hidupnya. Bayanganku melihat melly menciptakan bulu kuduku berdiri. Kubalikan tubuh dan melangkah kembali menuju kamarku.
“brakkh” bunyi keras mengagetkanku seketika.
“astagfirullah bunyi apa itu?” ternyata bunyi itu berasal dari dalam kamar melly. Kuberanikan diri untuk memasuki kamar itu. Kudapati melly sekarat menahan rasa sakit dikepalanya, hingga ia mengulet-ngulet dibawah meja. Aku berlari untuk mencari pertolongan, tapi tak seorang pun yang mau. Kuputuskan untuk tiba ke rumah pengasuh asrama tetapi beliau hanya bilang “mungkin beliau lagi kumat menyerupai biasa
!”tak peduli beliau berbicara apa keteganganku menciptakan seluruh fikiran tak karuan.Kupaksakan ia untuk tiba menemui melly akan tetapi waktu begitu singkat, tubuhnya sudah terbujur lemas di lantai. Tuhan telah mengambil nyawanya. Kini melly sudah tiada.
Aku menangis sakit melihat sikap semua penghuni asrama terhadap melly.Mereka benar-benar kejam tak punya peri kemanusiaan .
“sudahlah kenapa kamu menangisinya toh beliau tak menguntungkan lebih baik beliau mati”. Kata si pengasuh.
“cukup!semua orang benar-benar sudah gila,lebih asing dibanding melly yang sudah dianggap gila!”
Setelah selang dua hari meninggalnya melly saya masih tak sanggup memaafkan semua orang bahkan diriku sendiri.
Tiba-tiba saja saya teringat pada nama yang biasanya di sebut-sebut melly semasa hidupnya.”marry” yah nama itu menciptakan rasa penasaranku memuncak. Aku tak tahan ingin tahu siapa marry. Kuberanikan diri untuk memasuki kamar itu kembali. Kamar yang sunyi dan pengap itulah kawasan melly,didalamnya kosong tak seorangpun yang kutemui.kupandangi sejenak,mataku mulai tertuju pada sebuah boneka bear yang sudah kusam tergeletak di bawah kursi. Ada lipatan kertas kecil di selipkan pada pita boneka.kucoba membukanya perlahan ternyata sebuah kata sederhana yang sanggup mengundang air mata ku seketika.
“marry! Terimah kasih kamu sudah menemaniku
Dalam sunyinya hidup ini walaupun kamu hanya
Sekedar boneka” .
“berarti yang selama ini menemani melly adala boneka! Bukan insan yang di fikiranku.
Malam itu begitu dingi hingga merasuk dalam tulang-tulang. Tak tau kenapa fikiran ku tiba-tiba ingat dengan melly perempuan yang dianggap idiot itu. Sesekali kuengar di balik tembok kamarnya ia berbicara dan menyebutkan nama merry.
“ merry! Siapa dia?”
“ mungkinkah temannya? “ Tanya ku dalam hati.
“akan tetapi di asrama ini tak ada yang namanya marry. Ahh.. tak peduli ! sekiranya beliau memiliki teman. Aku bias lega” fikirku.
Kulihat ia dari lubang kecil yang ada di sela pintunya, ia tampaknya sedang bermain bahagia. Tetapi hingga sekarang saya tak sanggup melihat merry yang selama ini menjadi sobat gres melly dalam kamar sepi ini.
Stadium empat dimana pada ketika itu para pengidap kanker mengakhiri hidupnya. Bayanganku melihat melly menciptakan bulu kuduku berdiri. Kubalikan tubuh dan melangkah kembali menuju kamarku.
“brakkh” bunyi keras mengagetkanku seketika.
“astagfirullah bunyi apa itu?” ternyata bunyi itu berasal dari dalam kamar melly. Kuberanikan diri untuk memasuki kamar itu. Kudapati melly sekarat menahan rasa sakit dikepalanya, hingga ia mengulet-ngulet dibawah meja. Aku berlari untuk mencari pertolongan, tapi tak seorang pun yang mau. Kuputuskan untuk tiba ke rumah pengasuh asrama tetapi beliau hanya bilang “mungkin beliau lagi kumat menyerupai biasa
!”tak peduli beliau berbicara apa keteganganku menciptakan seluruh fikiran tak karuan.Kupaksakan ia untuk tiba menemui melly akan tetapi waktu begitu singkat, tubuhnya sudah terbujur lemas di lantai. Tuhan telah mengambil nyawanya. Kini melly sudah tiada.
Aku menangis sakit melihat sikap semua penghuni asrama terhadap melly.Mereka benar-benar kejam tak punya peri kemanusiaan .
“sudahlah kenapa kamu menangisinya toh beliau tak menguntungkan lebih baik beliau mati”. Kata si pengasuh.
“cukup!semua orang benar-benar sudah gila,lebih asing dibanding melly yang sudah dianggap gila!”
Setelah selang dua hari meninggalnya melly saya masih tak sanggup memaafkan semua orang bahkan diriku sendiri.
Tiba-tiba saja saya teringat pada nama yang biasanya di sebut-sebut melly semasa hidupnya.”marry” yah nama itu menciptakan rasa penasaranku memuncak. Aku tak tahan ingin tahu siapa marry. Kuberanikan diri untuk memasuki kamar itu kembali. Kamar yang sunyi dan pengap itulah kawasan melly,didalamnya kosong tak seorangpun yang kutemui.kupandangi sejenak,mataku mulai tertuju pada sebuah boneka bear yang sudah kusam tergeletak di bawah kursi. Ada lipatan kertas kecil di selipkan pada pita boneka.kucoba membukanya perlahan ternyata sebuah kata sederhana yang sanggup mengundang air mata ku seketika.
“marry! Terimah kasih kamu sudah menemaniku
Dalam sunyinya hidup ini walaupun kamu hanya
Sekedar boneka” .
“berarti yang selama ini menemani melly adala boneka! Bukan insan yang di fikiranku.