Dilema Cinta - Cerpen Cinta

DILEMA CINTA
Karya Anggun

“aku tau kalau semua ini anugrah dari Tuhan tapi kenapa harus engkau?…”
Berkali-kali hanya pertanyaan itu yang selalu menggenang difikiran ku. Berbulan-bulan saya berusaha memendamnya, biar semua orang tak berprasangka negatif pada ku. Tapi teman-teman selalu memaksaku untuk berbicara. Berbicara apa yang sedang saya rasakan hingga bibirku diam hingga dikala ini. Tak terasa air mata mengalir membe’la pipi menetes di atas kulit tangan ku. Nafsu ku hampir hilang sulit mencicipi lapar dan tidur. Aku galau untuk memejamkan mata sehabis terbangun dari tidur lantaran bayangannya selalu hadir menyela dikala ku terjaga. Ku paksakan tetapi masih saja terbayang. 

Aku takut,aku aib lantaran Tuhan niscaya tau. Tanpa fikir panjang saya bangun dari baringku melangkah menuju sumur untuk wudlu kemudian menunaikan sholat malam. Tanpa tersadari air mata ku berlari lebih deras,aku menangis sekuat-kuatnya. Lantunan doa mengalun dari bibir pucatku lantaran dari pagi secuil masakan tak masuk kedalam perutku. Ku mengaduh pada Nya bahwa ku benar-benar tak sanggup menahannya,aku ingin ia hilang secepat nya dari otakku.

Dilema Cinta
Sunyinya malam ini terpecahkan oleh bunyi jangkrik dan isak tangisku. Tiba-tiba penglihatan ku semakin buram.Akhirnya saya tertidur diatas sajadah dalam keadaan menggunakan mukenah.

Adzan subuh berkumandang menggema didaerah sekitar, alunannya menggugah kesunyian malam. Kubuka perlahan mata ini,terasa begitu berat lantaran bisul akibatnya tangisanku tadi malam.
“astaghfirullahaladzim……”
Aku benar-benar tak menyangka akan menyerupai ini Tertidur pulas diatas helai sajadah. Sebuah tisu gulung terdapat sempurna diatas tikar tempat tidurku.
“aku tau kau habis menangis setengah malam, saya takut kau aib kalau saya tau kau menangis sejadi-jadinya, lantaran setahu ku kau orang yang sensitive dengan air mata makanya sehabis kau tidur saya menaruh tisu ini disamping mu’’ kata nur sobat karib ku
Subhanallah … saya sangat aib , bagaimana tidak seorang bagus yang populer tak pernah menangis sanggup menghancurkan hening malam dengan tangis nya.

Mentari mulai menampakkan keindahan sinarnya ,dingin malam begitu menyeru telah habis oleh kehangatan cahayanya pagi ini. Burung-burung terlihat begitu riang nya menari-nari dilangit biru .aku masih terpaku sendiri dibawah megahnya naungan awan ciptaan Tuhan
“Tuhan…… mengapa hingga detik ini pun saya masih terbayang wajah manisnya, inikah takdirMu untuk menguji imanku?... atau hanya sekedar semilir angin malam yang tak henti-hentinya merasuk dalam badan lemah ku dan menciptakan ku tak berdaya?...”
Sesekali kata itu menyelimuti otak kosongku, teringat akan ucapan ustadz farid, ia berkata “jika kalian sedang mencicipi cinta kepada lain jenis maka cobalah untuk tirakat dan puasa biar cinta itu tak menjerumuskan mu dalam jurang kemaksiatan”
Sebuah kata sederhana tapi cukup membuatku tertarik untuk melaksanakan nasehat itu, ku putuskan untuk menjalaninya hingga rasa cinta itu kembali pada sang kholiq sang maha cinta yang menguasai semua hati manusia.
Mulai kujalani dari hari pertama puasa

Dimana pada hari itulah rasa haus dan lapar hilang dengan sendirinya,teman-teman mulai heran mlihat sikapku termasuk nur,ana,dan nay sahabat karibku di asrama.mereka mulai mencoba untuk berbicara wacana apa yang sedang ku alami dikala ini tapi jawab ku hanya diam tanpa seucap kata yang mencair dari bibirku.Rasa kecewanya mulai tampak kepadaku.
“maafkan saya teman,bukan maksudku untuk menyembunyikan suatu hal pada kalian, hanya saja…… saya belum siap mengatakannya, saya mohon fahami aku”

Ku letakkan kepala ku di pangkuan ana, berharap ia mengerti kaedaanku walau sekarang ekspresi tak sanggup untuk berkata.
“tenangkanlah hati mu sejenak teman, saya akan selalu menunggu mu untuk berbicara hingga kapan pun”
Kata itu menciptakan ku hening dan tentram dari sebelum nya.
Pada hari kedua
Semangat ku menurun,daya badan ku pun semakin lemah, bayangan penyakit mulai menghantuiku, saya takut akan terjadi sesuatu pada diriku.tapi saya tak begitu peduli lantaran sakitnya penyakit tak sebanding kalau dia harus tau kalau saya “men…………”nya.
Pada hari ketiga
Aku sempat merasa nyaman lantaran bayangannya mulai menghilang dikit demi sedikit,tapi hal itu hanya ku rasakan sementara alasannya ialah ia muncul dihadapan ku, waktu dan keadaan yang mempertemukan ku dengannya, saya sedikit merasa jengkel lantaran sudah beberapa hari ku jalani puasa ia malah sering Nampak dihadapan ku, ingin rasanya saya mengelak dari wajah nya tapi saya takut teman-teman curiga , mungkin ini sudah menjadi ujian ku kali ini.aku harus bersabar untuk menghadapinya.”Tuhan…jagalah hati ini untuk selalu mengasihi Engkau dan menghindarkan dari yang lain selain Engkau…”.
Pada hari keempat
Cobaan kembali mengusikku lewat bab pusarku yang berasa perih dan otak menyerupai kerikil pecah berkeping-keping. Hanya itu yang dikala ini ku rasakan, bertahan di tengah terjangan ombak pinggir pantai, terpaku lemah oleh keadaan.
Pada hari kelima
Benar-benar tak ku sangka akan terjadi angin ribut bahari sehabis ombak menerjang, Umi begitu murka mendengar bahwa anaknya puasa dilain hari senin dan kamis, “aku bingung”. Mungkin saja ia khawatir dengan kesehatanku. Kemarahan umi hanya berujung sehari dan ia tak mengungkit kembali hal itu. Anehnya lagi saya tak begitu “kapok” dengan kejadian itu,aku masih saja berjalan melewati padang tandus tanpa adanya makan dan minum. Aku tetap puasa demi hilangnya rasa itu.
Pada hari keenam
Dimana hari itu hari kamis kliwon,aku istirahat setengah hari lantaran sakit, ini kesempatan teman-teman untuk membujukku makan tapi mulutku begitu tertutup rapat,aku sudah punya tekad untuk selalu puasa dan tak segampang saya menghentikannya hingga waktu menghapus rasa ini pada nya. “Tuhan…sakit ini tak sebanding dengan sakitnya cinta ini”.

Pada hari ketujuh
Teman-teman heran melihat sikapku,mereka berkali-kali menggelengkan kepalanya dan tak percaya dengan apa yang ku lakukan. “Subhanallah…bener-bener nekadnya diriku”. Aku pun tak percaya dengan diriku sendiri.

Memang benar apa kata orang kalau cinta itu buta dan tak punya mata tapi sanggup menghacurkan segalanya, saya sudah berani menyerupai ini pun karenanya. Karenanya saya rela apapun termasuk tirakat, tak takut mencicipi sakit walau suatu dikala sakit itu membawa beban berat untukku. Tapi semua ini kulakukan demi hilangnya rasa ini pada mu “………………”.
“Aku harap dia HANYA sebagai senandung cinta yang mengalunkan iramanya dengan indah didalam hati dan akan musnah oleh masa”

AMIN …

CINTA…
TERIMA KASIH
KARENA MU
AKU
BELAJAR IKHLAS UNTUK MENERIMA
KARENAMU
AKU
BELAJAR SABAR UNTUK MENAHAN
KARENAMU
AKU
BELAJAR TIRAKAT UNTUK MENGHILANGKANNYA

PROFIL PENULIS
Nama Anggun
Sekolah KMI Al Azhar
Hobi cari banyak teman'
Cita-cita mati khusnul khotimah
Fb Tiwi_Anggun@ymail com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel