Hujan - Cerpen Cinta

HUJAN
Karya Vera Yunita Kurnia Dewi
Dingin,, sangat dingin. Saat air mulai menetesi atap dunia yang maha luas, saya tetap melanjutkan lamunanku di depan jendela bening kamarku. Menatap langit yang warnanya kian sama dengan kabut, mendengar nyanyian butiran air yang memukul-mukul atap rumahku. Aku sangat menikmatinya, sungguh.

Semakin jam berputar didepan mataku, semakin saya terhanyut dalam kenangan ku. Iya, kenangan yang berdasarkan pikiranku amat indah, kenangan yang mungkin tak akan pernah sanggup ku format seumur hidupku. Kenangan ku, wacana dia. Raffa.
Hujan
Dulu, setiap jam di dinding kamarku memperlihatkan pukul 01.00 siang. Aku selalu memutarkan kursi rodaku untuk merangkak di depan jendela. Iya, untuk melihat bawah umur yang pulang sekolah. Karena didepan rumahku bangkit megah Sekolah Menengan Atas Ksatria Bangsa. Sejak kecil, saya ingin sekali bersekolah di sma glamor itu. Namu alasannya keterbatasan kaki ku untuk bergerak, mama dan papa menentukan untuk memperlihatkan ku home schooling. Kedengaran mahal memang, tapi taukah kau betapa kesepiannya seorang siswa home schooling. Tanpa teman, tanpa kursi sekolah dan tentunya tanpa kantin daerah berkumpul semua abang kelas idolamu.

Sangat membosankan. Tapi, saya gotong royong tidak dilahirkan sebagai seorang gadis penyandang cacat. Hanya alasannya kecelakaan kendaraan beroda empat yang saya alami dikala umurku gres 9 tahun, terpaksa saya harus menghabis kan waktu ku diatas alat yang sangat indah ini. Setidaknya itu yang saya katakan untuk menghibur diriku.

Hari itu hari kamis tanggal 16 juni, saya sangat ingat dengan tanggal dan harinya. Hari itu hujan menguyur seluruh bab kota semenjak mulai pagi hari. Jalan-jalan tampak sepi tanpa aktifitas masyarakatnya. Hanya titik-titik air hujan yang berlomba ingin segera mencapai aspal dan menggenanginya. Saat saya tengah asik dengan pandanganku terhadap langit, hingga saya dikejutkan oleh bunyi kursi terasku yang ditabrak orang.
Gubrak!!!
Aku eksklusif mengalihkan penglihatanku ke arah teras.
Oh rupanya ada orang berteduh. Kataku dalam hati dikala saya melihat bab punggung orang tersebut. Tak ada niatku untuk basa-basi mewarkan handuk pengering atau hanya sekedar mempersilahkannya masuk supaya ia menikmati suhu yang lebih hangat.
Gak penting.
Kataku kembali.
Tapi,,
Taukah kau apa lagi keputusanku dikala orang itu menolehkan wajahnya kebagian depan jendela kamarku??
Owh My God..........
Keren bangetttt............
Kerlingan sebelah matanya yang menahan air hujan dan tetesan air dari rambut cepaknya membuatnya terlihat sangat eksotis dan mengagumkan.
“ Inikah pangeran hujan yang telah dikirimkan Tuhan untuk menemani hari-hari ku yang Ngebioringin ini..?” ucapku sambil meletakkan kedua belah tanganku diatas bibir. Tanpa pikir panjang lagi, saya eksklusif meraih handuk yang tertata rapi diatas lemari kayuku, dan dengan sekuat tenaga segera megayuh kursi rodaku kearah pintu depan.
“Maaf,, saya hanya menumpang berteduh sebentar ” katanya sambil menyibakkan lusinan butiran air dari rambutnya.
“Owh, iya. Gak apa-apa kok. Mau pakai handuk??”
“Terima kasih.....” katanya dengan meraih handuk dari genggamanku yang saya sodorkan tadi. Mungkin ia melihatku sebagai sosok aneh yang sangat menggemari kursi roda. Tapi, entahlah. Senyumannya menyerupai tak akan memikirkan hal itu.
“Jangan duduk disitu........! ” kataku dengan nada sedikit berteriak alasannya kaget. “ Kursinya basah, duduk didalam aja.”
“Oh, baiklah. Terima kasih”

Dia berjalan memasuki ruang tamuku dan duduk sempurna di hadapan kursi rodaku. Yah, hanya jarak satu meja saja.
“ Anak Ksatria bangsa ya??”
“ Heem,, kok tau??”
“ Seragam kamu...”
“ Ow iya. Oh saya Raffa”
“ Weni”

Kusebutkan namaku dengan mendapatkan jabatan darinya. Oh tak disangka kami cepat sekali akrab, dengan ribuan bahan perbincangan yang gotong royong juga tak pernah saya pikirkan sebelumnya. Mungkin 2 jam, atau 3 jam hingga hujan benar-benar berhenti menetes kami bicara. Tanpa ingat pula saya untuk membawakannya secangkir teh untuk menghangatkan badan. Raffa, beliau menyerupai keajaiban buatku.
Besoknya, ia berteduh kembali di depan rumahku alasannya memang bulan ini sedang demam isu hujan. Dan bahkan ia juga mampir tanpa hujan yang menghantarkannya kerumahku. Dan mulai dikala itu saya yakin, beliau lah yang nantinya kan menemaniku dikala hujan. Dan dogma itu tetap ku pegang hingga papa dan mama mebawaku operasi kaki di Singapura.
Yah, tadinya bekal terkuatku menjalani operasi kaki ini yaitu senyumannya. Karena saya bukanlah orang yang sanggup menegakkan kepala di hadapan dokter. Namun, saya salah. Ternyata operasi ini tak menolong apa-apa, kecuali membuarku tak sanggup melihat Raffa lagi.
1 bulan saya meninggalkan rumah, mungkin beliau mengunjungiku. Tapi saya tak tau, alasannya dikala saya kembali kerumahku dan bangkit dengan kakiku. Aku tak pernah melihatnya lagi.
Hujan, mungkin itu yang sanggup mengantarkanya kerumahku lagi, tapi saya salah lagi. Dia tak penah kembali. Entah berapa juta kali jam itu berputar menemaniku menunggu kedatangan Raffa, hingga saya sadar telah bertabah 6 digit angka tahun kalenderku semenjak terakhir kali saya melihatnya.
“Raffa, masihkah kau mengenangku??” ucapku hingga saya tersadar bahwa semenjak keluar dari kantor tadi saya masih bangkit diatas trotoar dan sekarang air hujan mulai membasahi rambut panjangku. Aku menutupi kepalaku dengan tangan dan segera berlari kearah halte bis disebrang jalan itu.

Saking dekatnya tanganku menutupi mataku, saya hingga tidak melihat bahwa ada orang yang juga berlari kearah halte dari arah yang berlawanan denganku. Oh, saya hampir menabraknya.
“ Maaf, tadi saya gag liat kamu”
“ Hhmmm, gag apa-apa ”

OMG,, bunyi itu bukan petir yang mengagetkanku kan??.. Lalu apa, ?? tapi saya sangat mengenal bunyi itu. Dan buru-buru saya membuang tanganku dari atas kedua mataku dan menoleh kearah laki-laki disampingku. Ini bukan mimpikan..........
“Raffa.........”
Wajah maskulin yang tetap sama dikala hujan dulu diteras rumahku.
PROFIL PENULIS
Vera Yunita Kurnia Dewi
FB : ve2sweet@gmail.com
 No. Urut : 617
Tanggal Kirim : 20/02/2013 15:12:41

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel