Catatan Dari Langit - Cerpen Cinta

CATATAN DARI LANGIT
Karya Gusman Santika
Langit Terlihat begitu biru sampai-sampai saya terkagum memandanginya. Belaian angin yang lembut menmbelai wajahku. Suara rumput yang bergoyang-goyang ditambah bunyi burung yang berkicau terdengar begitu merdu dan syahdu untuk saya dengar. Tiba-tiba Aku teringat kepada bunyi yang lembut yang dulu pernah mengisi hidupku walaupun sebentar.

Saat itu ia menghampiri dan menyapaku, “Hey…” katanya. Ku tengok ke belakang, ternyata ia sahabat sekolah ku. Namanya Ami, lebih tepatnya Okumura Ami. Dia yaitu seorang gadis bagus keturunan jepang, gadis yang sangat populer di jagad sekolah ku, gadis yang sangat di kagumi oleh kaum laki-laki di sekolah. Ku akui ia memang cantik, tak munafik bekerjsama akupun menyukainya. Namun, apa daya? Aku hanyalah laki-laki lemah yang menurutku, saya tak pantas untuk mendapatkannya.
Catatan Dari Langit
“Hey, Sendirian aja. Jangan ngelamun dong!” Katanya. Suara yang selalu ingin saya dengar setiap hari, Suara yang selalu saya tunggu setiap waktu. “Ne..?? Kok Bengong?” katanya lagi. Bola mata yang sungguh indah membuatku gugup jikalau berbicara dengannya. “Aa…a.. Nggak kenapa-kenapa kok. Aku emang seneng sendirian di kawasan menyerupai ini. Suasana nya cocok untuk rileksasi. Kamu kok tiba-tiba kesini, ada apa?” jawabku. “Oh, begitu ya! Aku ngeganggu gak? Nggak kenapa-kenapa. Cuman bosen aja di kelas, gak ada guru soalnya.” Katanya. Jujur saja, saya kurang suka dengan suasana menyerupai ini. Aku merasa canggung jikalau berduaan dengan seorang gadis, apalagi gadis yang saya sukai semenjak lama. Akupun mulai berfikir, bagaimana caranya menetralisir situasi menyerupai ini. Beberapa ketika kemudian saya mendapatkan SMS dari guru ku semoga segera menemuinya. Syukurlah, saya bisa keluar dari situasi itu. walaupun saya selalu sedih ketika saya harus meninggalkannya. “Ami, saya disuruh pak guru untuk menemuinya. Kamu gak apa-apa kan kalo saya tinggal?” tanyaku. “ah, gak apa-apa! Aku tak akan mengapa” jawabnya.

Akhirnya Waktu yang ditunggu-tunggu setiap siswa Sekolah Menengan Atas pun tiba. Jam pulang! Seperti biasa, saya pulang dengan berjalan kaki bersama teman-temanku. Setiap langkah kami isi perjalanan dengan bercanda ria, tertawa bersama sepanjang perjalanan sungguh membuatku senang, apalagi sehabis seharian belajar. Tiba-tiba mataku terkaget saaat melihat Ami didepanku. Aku berusaha untuk menghindar, namun tak mungkin bagiku untuk kabur atau lari alasannya yaitu itu hanya akan menciptakan teman-temanku merasa heran. Akupun menghela nafas sejenak dan menyiapkan mental untuk menyapa Ami. “Hey Bro, kenapa? Kok kaya yang gugup gitu? Sakit lo?” Tanya salah satu temanku. “Nggak, pegel doing gue” jawabku. Kembali ku perhatikan Ami, nampaknya ia menyerupai sedang menunggu seseorang. Benar saja, beberapa ketika kemudian, seorang laki-laki yang menyerupai 5 tahun diatasku membawa Ami pergi . saya tak mau berburuk sangka perihal hal ini, saya tak mau memperburuk keadaan hati yang kian hari menyerupai ingin meledak.

Tiba di rumah, ku hempaskan badan lemah ini ke sebuah kasur. Sungguh nyaman kurasakan. Namun, ketika sedang menikmati kenyamanan itu handphone ku berdering, ternyata Ami menelfonku. Sontak jantungku berdegup kencang, terheran ada apa ia menelfonku. Dengan berani saya angkat telfon darinya, “Hallo Arus” sapanya. “Hallo Ami, ada apa ya?” tanyaku. “nggak, saya cuman pengen bilang…” jawabnya kemudian melamun sejenak. Hal ini membuatku sangat penasaran, dan berharap ia berkata I LOVE YOU. Namun, mana mungkin?, “Ami, kau mau bilang apa?” tanyaku terheran. “Selamat Ulang Tahun Arus!” Jawabnya. “Iya, terimakasih ya! Ami.” Kataku, “Arus.. atashi wa Arus ga suki desu, totemo suki desu!” ungkapnya, kemudian ia tetapkan telfonnya. Aku resah akan kata-kata terakhirnya, saya berfikir itu mungkin bahasa jepang namun saya tak paham perihal bahasa jepang. Lagipula di sekolahku tidak ada pelajaran bahasa jepang. Akupun segera memejamkan mata daripada saya terus berlarut-larut memikirkan hal itu.

Keesokan harinya menyerupai biasa saya membisu sendiri di bawah pohon yang rindang kala itu saya melihat Ami yang sedang berjalan dengan teman-temannya. Kupandangi wajahnya, dan beberapa ketika kemudian ia menyadari bahwa saya memperhatikannya dari tadi. Kemudian dengan wajah memerah ia pribadi buru-buru mengajak temannya pergi dari kawasan itu dan merekapun meninggalkan kawasan itu. saya menyimpan tanda Tanya dalam hatiku, kenapa ia jadi menyerupai itu?

Di sore hari yang indah, akupun berjalan pulang dan kebetulan di perjalanan saya bertemu dengan Ami yang sedang sendirian. Aku mendekatinya, dan menyapanya.”Hai” sapaku, diapun membalas menyapaku sambil tersenyum. “Ami, untuk yang kemarin terimakasih ya! Tapi, saya ingin tau kata-kata terakhir mu itu artinya apa? saya tak ngerti.” Tanyaku, kemudian Ami terlihat menyerupai sangat merasa kebingunan diapun alhasil berbicara walaupun sedikit-sedikit “ee…Anu…Ee.. iya Ssama-sama! Kalo eee.. kata-kata terakhir itu.. ee… anu.. eee.. artinya… “ gres berbicara sedikit tiba-tiba laki-laki yang kemarin menjemput Ami sudah memanggil Ami, “Eee… Arus, Maaf ya! Nanti saja bicaranya.. saya sudah dijemput!” katanya. “Oniichan tunggu..” teriaknya sambil berlari. Dengan rasa masih ingin tau akupun bingung, ditambah lagi Ami memanggil Laki-laki itu dengan sebutan “Oniichan” apakah itu panggilan kesayangan Ami pada laki-laki itu? mungkinkah laki-laki itu pacar Ami? Hatiku semakin kacau saja ketika itu. tak tau harus bagaimana. Lalu saya berfikir untuk menjauhi Ami selamanya saja, alasannya yaitu saya takut saya akan semakin sakit dengan keadaan ini.

Tiba di suatu saat, alhasil masa-masa mengenyam pendidikan di sekolah ini harus berakhir. Ami pun dikabarkan akan pergi ke jepang bersama keluarganya, akupun menyerupai merasa lega namun itu munafik. Aku merasa sangat tertekan dengan hal itu, saya merasa sangat kehilangan dia, orang yang saya suka semenjak pertama kali saya menginjakkan kaki di sekolah ini. “Arus..!!” Panggil Ami, saya piker ini mungkin percakapan terakhir ku dengannya untuk selamanya, maka saya harus memberikan semua yang saya ingin sampaikan sekarang. “Ya, Ami? Katanya kau akan pergi ke jepang ahad depan?” tanyaku. Ami pun menatapku dengan wajah tertekan dan mengangguk. “Iya, Arus… “ ia menyerupai ingin mengatakaan sesuatu padaku, namun saya ingin duluan memberikan kata hatiku kepadanya “Ami… Maaf saya menyampaikan ini, bukan apa-apa, saya tak mau memendam perasaan yang ada dalam hatiku untuk selama ini, saya pikir mungkin ini yaitu percakapan terakhir kita. Aku tampaknya akan pergi dari hidupmu selamanya, lenyap bersama hembusan angin yang telah berlalu. Ami, untuk sekali dalam hidupku Aku ingin menyampaikan Aku Suka Kamu” alhasil akupun merasa lega atas semua yang telah saya ucapkan, ku lihat wajah Ami yang mulai memerah, ia terlihat menyerupai sedang melihat apa yang belum pernah ia lihat sama sekali. “Arus…” ia menyebut namaku dengan wajah yang terheran. Beberapa ketika kemudian, ia berhenti memandang wajahku, ia menungkulkan kepalanya dan memandang tanah yang ada dibawahnya kemudian ia tersenyum. 
Hal ini membuatku heran, dan ingin tahu apa yang akan terjadi berikutnya. “Arus..” ia menyebut namaku lagi, “Kau ingat beberapa bulan kemudian saya menyampaikan sesuatu padamu?” tanyanya. “Kata-Kata itu kah?” jawabku. “Ya, saya ingin menyampaikan bahwa sebenernya aku… s…s…suka kau Arus. Aku ingin kau mengungkapkannya lebih dulu padaku, namun kau sudah terlalu usang berdiam diri dengan perasaanmu padaku, yang alhasil menciptakan saya tak bisa lagi untuk menunggu. Maka saya ungkapkan padamu perasaanku, walaupun dengan bahasa yang tidak kau pahami sama sekali. Bukan maksudku untuk menyombongkan diri, namun saya tak bisa untuk menyampaikan padamu terlebih dahulu. Arus,sekali lagi saya ucapkan bahwa saya suka kau semenjak pertama saya menginjakan kaki di sekolah ini.” Ungkapnya. Ungkapan yang membuatku sulit untuk mempercayainya, kemudian saya bertanya kepadanya mengenai laki-laki yang setiap hari menjemput dan mengantarnya. Lalu diapun menjawab bahwa itu yaitu kakaknya, ia menegaskan ia memanggil kakaknya Oniichan alasannya yaitu sudah menjadi kebiasaan semenjak ia kecil. “Arus, apakah kau tau? Disaat kau sudah tidak peduli lagi dengan ku. Itu sangat sakit. Aku merasa saya telah mati, saya merasa saya sudah menjadi insan buangan. Aku mohon arus, kau tak boleh melaksanakan itu lagi!” ujarnya lagi. “Uhmm… Maaf ku tuturkan pada lukamu dengan bersungguh-sungguh. 
Aku meminta maaf Ami, bukan maksudku untuk menyakiti mu Ami. Aku hanya tak mau terus menyiksa perasaan ku yang menginginkanmu. Maka saya menjauhimu, saya tak menyangka itu bisa membunuh hatimu. Aku tak menyangka hal itu, alasannya yaitu saya piker kau tidak mempunyai perasaan apa-apa padaku! Aku tak akan pernah melaksanakan itu lagi, alasannya yaitu ahad depan kita sudah terpisah oleh jarak yang membentang memisahkan kita.” Kataku. “Bukankah kita masih punya waktu 1 ahad lagi untuk bersama?” tanyanya yang membuatku heran dan terkaget, apakah itu tandanya ia mau untuk menjadi kekasihku. Dengan lantang saya berkata padanya, “Ami dengan separuh hatiku, akankah kau mau menjadi kekasihku?” Ami pun tersenyum dan mengangguk tanda ia mau. Betapa senangnya hatiku kala itu, gadis yang saya impikan selama 3 tahun lamanya alhasil di ketika ini telah menjadi kekasihku. Tanpa kami sadari, orang-orang di sekitar kawasan itu memperhatikan kami. Dan merekapun bertepuk tangan. Wajah kami menjadi merah dan akupun izin pamit kepada Ami untuk pulang.

Seminggu telah berlalu, tiba saatnya bagi Ami untuk pergi ke Negara kelahirannya. “Ami, jaga dirimu. Jaga hatimu! Maukah kau menunggu ku? Aku akan menyusulmu Ami, ke negeri sakura! Ingatlah janjiku.” Ucapku di Bandara, “Benarkah? Aku akan selalu mengingat janjimu. Aku akan selalu menjaga diriku, dan menjaga hatiku! Arus, kejarlah saya kelak disaat kau telah bisa mengejarku. Genggamlah aku, jangan hingga saya terlepas dari genggamanku. Sampai jumpa Arus!” Kemudian Ami masuk ke dalam pesawat dan meninggalkan ku disini, sendiri. “Aku akan menyusulmu Ami!”

Akupun terbangun dari bayangan masa kemudian ku. Spontan ku katakana, “Ami” saya tak menyadari saya mgnucapkan nama itu. “Tiba saatnya bagiku untuk pergi menyusulmu, Ami, Siapkan dirimu. Aku akan menyusulmu!” tiba-tiba saya menerima E-Mail dari seseorang yang berisi “Hai, Arus. Bagaimana keadaanmu sekarang? Sehat? Sudah 7 tahun kiranya kita tidak bertemu ya! Kapan kau akan kesini?” ternyata E-Mail dari Orang yang saya sayangi dari jarak jauh, saya snegaja tidak membalasnya alasannya yaitu hari ini saya akan pergi ke jepang, memenuhi janjiku untuk menyusulnya!. Akupun bergegas pergi ke Bandara dan masuk ke Pesawat sesegera mungkin. Dan pesawatpun berangkat.

Dengan hati yang sudah tak tahan, saya ingin segera bertemu dengannya. Akhirnya, waktu yang dinantikan pun tiba. Pesawat telah mendarat dengan selamat, akupun menaiki kereta menuju kota dimana Ami berada. Sekiranya sekitar 30 menit kemudian, saya tiba di kota dimana Ami tinggal. Tanpa banyak kesulitan akupun berhasil menemukan rumah yang dikatakan Ami tinggal disana. Ku ketuk pintu itu, dan orang yang saya sayangipun membuka pintu dan kamipun saling berpandangan agak usang menyerupai tak percaya bahwa orang yang dinantikan telah ada di hadapanku langsung.
“Ami” kataku. “Arus” katanya, akupun langsunng memeluknya “Arus, saya merindukanmu! Aku menunggumu. Aku terkaget kemarin kau tak membalas Emailku, saya sangat khawatir Arus. Dan sekarang, Kau berada di depanku. Sangat tidak bisa saya percaya” Kata Ami sambil menjatuhkan air matanya. “Aku tak mungkin mengkhianati janjiku Ami.” Tegasku.

Tak usang sehabis itu kamipun menikah, “Tak ku sangka, kini kita sudah menjadi sepasang suami-isteri” kata Ami. Akupun tersenyum memandangnya. Ntah mengapa saya menyerupai ingin selalu menatap Ami, rasanya menyerupai hari itu yaitu hari terakhir saya dan Ami bersama. Benar saja, sehabis itu kecelakaan tragis terjadi. Aku sangat bersyukur, saya bisa menyelamatkan Nyawa Ami. Pada kecelakaan itu Ami terluka parah dan kehilangan banyak darah. Aku sangatlah khawatir pada keadaannya dan keadaan anakku yang dikandungnya. Olehkarena itu, saya meyakinkan diri untuk mendonorkan darahku, dan organ-organ tubuhku yang lain kepada Ami. Aku sadar, saya akan mati. Tapi saya lebih tak mau Ami dan Anaku yang dikandungnya meninggalkanku lebih dulu, kutulis sepucuk surat “Selamat Tinggal! Tersenyumlah wahai kekasihku, maka akupun akan tersenyum”.

Dengan hati yang yakin akupun memasuki ruang operasi untuk mendonorkan organ-organ tubuhku. Kala itu saya berkata “Inilah hal terakhir yang saya lakukan. Oh tuhan, Sambutlah saya disisimu!” hal terakhir yang kulihat dan kurasaakan yaitu ketika Dokter menyuntikan obat bius ke tanganku. Setelah itu, saya tak bisa mencicipi apapun, tak bisa melihat apapun, tak bisa mendengar apapun, akupun berbicara dalam hatiku “Apakah ini yang dinamakan Mati?”

Tiba-tiba saya terbangun di sebuah taman yang belum pernah saya lihat sebelumnya. Di taman itu terdapat sebuah kolam, akupun menghampiri bak itu dan ketika saya memandang bak itu, saya melihat Ami. Dia tampak begitu sedih, namun tiba-tiba seorang anak kecil tiba menghampirinya, Diapun kemudian tersenyum. “Oh tuhan, apakah ia anakku?” tanyaku dalam hati.

Akupun tersenyum. Dan kini saya bisa beristirahat dengan tenang. “Begitu indahnya masa hidupku!” ucapku, kemudian ku pergi dari bak itu dan akupun berbaring dibawah sebuah pohon di hamparan padang rumput yg luas.
-TAMAT-
PROFIL PENULIS
-Writter Name: Gusman Santika
-Date of Birth: 27 Agustus 1996
-Place of Birth: Bogor, Indonesia.
-Phone Number: 6285221700495 [SMS only]
-Twitter: http://twitter.com/sepucuk
-YM: mizu_scarlet
-Facebook: http://facebook.com/koesuke.hazama
-Email: lastyoungboy@gmail.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel