Punakawan: Semar Kuning Bab 7
Minggu, 27 November 2016
Sebelumnya...
Hari itu juga, pasukan Guwakancana dengan prajurit-prajurit raksasanya menuju Dwarawati mengemban kiprah raja mereka. Dan ketika sudah mencapai perbatasan Dwarawati, hal tersebut diketahui oleh pasukan Dwarawati dibawah pimpinan Senapati Setyaki. Segera pertempuran antara prajurit Dwarawati dan Guwakancana terjadi.
#/setyaki
Pertarungan antara Setyaki dan Patih Kumbarananggo pun berlangsung seru. Namun ternyata patih Guwakancana mempunyai kesaktian yang luar biasa. Setyaki dalam tekanan. Para prajuritnyapun mempunyai nasib sama, mulai mundur teratur akhir desakan pasukan raksasa yang beringas.
Pada dikala yang kritis itu, tiba-tiba dari angkasa muncul seorang pahlawan yang eksklusif menyerang para prajurit raksasa Guwakancana. Pasukan raksasa yang sebelumnya diatas angin, menerima serangan kolam angin angin ribut dari pahlawan tadi, seketika kocar-kacir. Setelah itu pahlawan tadi segera menghampiri Patih Kumbarananggo dan menyerangnya dengan trengginas. Setyaki yang sudah berkeringat dingin, melihat pahlawan itu seketika tersenyum senang dan segera memperoleh tenaga kedua untuk membantu prajurit Dwarawati menyerang prajurit-prajurit raksasa Guwakancana.
Kedudukan kini berubah, gantian prajurit Guwakancana yang terdesak, begitupun Patih Kumbarananggo. Dia mulai terdesak oleh olah kridanya pahlawan itu. Dan kesudahannya berteriak memberi instruksi kepada prajuritnya untuk mundur. Tergopoh-gopoh prajurit-prajurit Guwakancana mundur menjauhi prajurit Dwarawati.
“Gatotkaca ! Terima kasih engkau telah membantu pamanmu ini melawan Patih Kumbarananggo dari Guwakancana”
“Sudah menjadi kiprah kewajibanku Paman untuk membantu Dwarawati”
“Kalau begitu, ayo ikut pamanmu ke Dwarawati untuk menghadap Prabu Kresna”
“Sendika Paman”
#/gatotkaca
Sosok pendek, bulat, hitam dan berwajah suram itu berjalan pelan sendiri di tengah hutan belantara gung liwang liwung.
Ya sosok itu ialah Semar yang tengah membawa jiwa resah dan lara. Berjalan tanpa arah sekehendak kaki melangkah. Meskipun sendirian di hutan nan menakutkan dan banyak dihuni oleh binatang-binatang buas, namun anehnya tiada yang sanggup mendekat apalagi menyentuh untuk mengganggu badan sosok itu. Bahkan singa, harimau, serigala hingga jin setan perayangan yang berkeliaran disekitar hutan itu, melongo dan hanya memandang sosok itu dengan pandangan penuh hormat.
Ya … jiwa minulya itu ialah Nayataka, naya ialah wajah, rona, ulat (basa jawa) dan taka ialah mati. Wajah final hidup yang menggambarkan bahwa pemiliknya telah mencapai taraf mengenal dan telah siap mati kapanpun. Bahwa final hidup ialah wajib adanya alasannya ialah nyawa ialah milik Sang Maha Kuasa.
Ya … jiwa minulya itu ialah Nayabadra atau badranaya, naya ialah ulat, badra ialah bulan. Sang pemilik wajahnya bersinar kolam rembulan. Terang dan meneduhkan bagi sesiapa yang memandangnya. Menentramkan yang bersapa dan berdekatan dengannya.
Sosok Semar ialah penggambaran insan dan Tuhannya, antara penuh kekurangan dengan kesempurnaan. Semar ialah seorang lelaki alasannya ialah bab kepalanya ibarat laki-laki, namun payudara dan pantatnya ialah perempuan. Rambutnya mempunyai kuncung layaknya anak-anak, namun tlah memutih mirip orang tua. Bibirnya slalu tersenyum menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan, namun matanya selalu berair oleh tangis kesedihan. Semar ialah kita, yang sering tertawa namun kerap pula menitikan air mata lara, adakalanya bersikap kekanak-kanakan namun kerap pula bertindak bijaksana. Semar ialah kita, yang dalam diri bersemayam kekurangan, cacat dan jauh dari sempurna. Dan jikalau kita menyadarinya dan berupaya tuk mengurangi kekurangan dan mengedepankan kebaikan maka Allah Yang Maha Sempurna sanggup berkenan meyertai jiwa dan raga kita.
Seraya berjalan pelan, Semar lirih mendendangkan sebuah lagu
Bocah Bajang nggiring angin
anawu banyu segara
ngon-ingone kebo dhungkul
sa sisih sapi gumarang
Bojah bajang menggiring angin
Menguras air lautan
Peliharaannya kerbau bodoh
Beriringan dengan sapi gumarang
Seolah Semar mewartakan kepada seluruh isi hutan belantara itu, mengabarkan kepada seluruh penghuni dunia, bahwa insan dikaruniai kelemahan yang ada pada wujud seekor kerbau, namun di sisi lain juga mempunyai kelebihan layaknya sapi gumarang yang cerdas dan bertanduk tajam. Dan untuk gapai restu Ilahi haruslah diupayakan mengharmoniskan antara sifat yang serba kurang, lemah dan cacat di satu sisi dan sifat yang serba tepat di sisi yang lain, insan membutuhkan usaha panjang, sepanjang umur insan itu sendiri, mirip bocah bajang nggiring angin dan nawu segara, menggiring angin dan menguras lautan, tiada pernah kan selesai.
Semar mendendangkan begitu lirih
Semar melantunkannya sepenuh hati
Semar menghayati makna yang tersirat dengan khitmat
Semar berdendang lirih
Semar merunduk khusyu
Dan kemudian tangannya memelintir kuncungnya
Seketika …………..
Laksana bom nuklir meledak, dentamnya mengguncang kahyangan
Para penghuninya begitu terkejut digunjang gempa tiba-tiba
Para yang kuasa dewi bertanya apa yang terjadi
Para batara batari segera ingin tahu siapa yang bisa membuat guncangan dahsyat ini
Geger kahyangan !!!
Bersambung...