Daftar Nama Satria Revolusi Indonesia Yang Gugur Pada G30s Pki
Rabu, 07 September 2016
G30S PKI atau di sebut juga GESTAPU (Gerakan 30 September 1965) yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yaitu peristiwan yang tidak sanggup di lupakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak pada malam itu PKI melaksanakan Penculikan dan Pembunuhan terhadap 6 Perwira tinggi militer dan yang lainnya. Saat ini yaitu bulan September yang mana tidak usang lagi di selesai bulan kita akan memperingati Gugurnya Pahlawan Revolusi yang di siksa oleh orang orang yang tidak punya rasa kemanusiaan. Film dari G30S PKI dulu sering saya lihat di televisi tetapi pada dikala ini sudah tidak di siarkan kembali, yang niscaya ada Pro dan Kontra dari Film tersebut.
Daftar nama Pahlawan Revolusi sengaja saya share untuk sahabat MasTimon.Com semua lantaran pada bulan ini niscaya banyak yang mencari artikel daftar nama Pahlawan Revolusi, bukan tidak tau nama-namanya tetapi niscaya anda tidak hapal khan... Di dunia pendidikan bawah umur SDpun wajib menghapal daftar nama-nama Pahlawan Revolusi sebagai peringatan dan menghargai jasa Para Pahlawan. Tidak sedikit kalau di lakukan survey ke lapangan niscaya hanya sebagian yang sanggup menghapal nama-nama Pahlawan Revolusi.
1. Jenderal Ahmad Yani
Jenderal Tentara Nasional Indonesia Anumerta Ahmad Yani lahir di Jawa Tengah, 19 Juni 1922 meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. Adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September. Ahmad Yani lahir di Jenar Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922 di keluarga Wongsoredjo, keluarga yang bekerja di sebuah pabrik gula yang dijalankan oleh pemilik Belanda. Pada tahun 1927, Yani pindah dengan keluarganya ke Batavia, di mana ayahnya kini bekerja untuk General Belanda. Di Batavia, Yani bekerja jalan melalui pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah tinggi untuk menjalani wajib militer di tentara Hindia Belanda pemerintah kolonial. Ia mencar ilmu topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi pendidikan ini terganggu oleh kedatangan pasukan Jepang pada tahun 1942. Pada dikala yang sama, Yani dan keluarganya pindah kembali ke Jawa Tengah.Pada tahun 1943, ia bergabung dengan tentara yang disponsori Jepang Peta (Pembela Tanah Air), dan menjalani pembinaan lebih lanjut di Magelang. Setelah menuntaskan pembinaan ini, Yani meminta untuk dilatih sebagai komandan peleton Peta dan dipindahkan ke Bogor, Jawa Barat untuk mendapatkan pelatihan. Setelah selesai, ia dikirim kembali ke Magelang sebagai instruktur.
2. Letnan Jenderal R. Suprapto
Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Anumerta R. Suprapto lahir di Jawa Tengah, 20 Juni 1920. Meninggal di Lubangbuaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 45 tahun. Adalah seorang jagoan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu korban dalam G30SPKI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.Suprapto yang lahir di Purwokerto ini boleh dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman. Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya sesudah tamat MULO (setingkat SLTP) yaitu AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun 1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung. Pendidikan ini tidak sanggup diselesaikannya hingga tamat lantaran pasukan Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan sesudah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, alasannya sebelumnya walaupun ia ikut dalam usaha melawan tentara Jepang menyerupai di Cilacap, namun usaha itu hanyalah sebagai usaha rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.
3. Letnan Jenderal Haryono
Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di kota Surabaya Jawa Timur, 20 Januari 1924. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 41 tahun. Adalah salah satu jagoan revolusi Indonesia yang terbunuh pada persitiwa G30S PKI. Letjen Anumerta M.T. Haryono sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak hingga tamat.Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera bergabung dengan cowok lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni antara tahun 1945 hingga tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam negosiasi dengan Inggris dan Belanda. Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.
4. Letnan Jenderal Siswondo Parman
Letnan Jenderal Tentara Nasional Indonesia Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 47 tahun. Siswondo Parman atau lebih dikenal dengan nama S. Parman yaitu salah satu jagoan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.Parman merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu perihal aktivitas PKI. Dia termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak planning PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan serta posisinya sebagai pejabat intelijen yang tahu banyak perihal PKI, membuatnya menjadi korban penculikan oleh Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin Serma Satar. Penculikannya diduga diatur oleh abang kandungnya sendiri, yaitu Ir. Sakirman yang merupakan petinggi di Politbiro CC PKI kala itu.
5. Mayor Jenderal Pandjaitan
Brigadir Jenderal Tentara Nasional Indonesia Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 19 Juni 1925. Meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun) yaitu salah satu jagoan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para cowok lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melaksanakan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh legalisasi kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak usang sesudah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya dikala insiden G 30/S PKI terjadi. Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar diam-diam pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti materi bangunan yang akan digunakan dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diharapkan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan.
6. Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Mayor Jendral Tentara Nasional Indonesia Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Jawa Tengah, 28 Agustus 1922. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. yaitu seorang perwira tinggi TNI-AD yang diculik dan kemudian dibunuh dalam insiden Gerakan 30 September di Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Sutoyo bergabung ke dalam bab Polisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Hal ini kemudian menjadi Polisi Militer Indonesia. Pada Juni 1946, ia diangkat menjadi asisten Kolonel Gatot Soebroto, komandan Polisi Militer. Ia terus mengalami kenaikan pangkat di dalam Polisi Militer, dan pada tahun 1954 ia menjadi kepala staf di Markas Besar Polisi Militer. Dia memegang posisi ini selama dua tahun sebelum diangkat menjadi asisten atase militer di kedutaan besar Indonesia di London. Setelah pembinaan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung dari tahun 1959 hingga 1960, ia diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, kemudian lantaran pengalaman hukumnya, pada tahun 1961 ia menjadi inspektur kehakiman/jaksa militer utama. Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, anggota Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Sutoyo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka masuk melalui garasi di samping rumah. Mereka memaksa pembantu untuk menyerahkan kunci, masuk ke rumah itu dan menyampaikan bahwa Sutoyo telah dipanggil oleh Presiden Soekarno. Mereka kemudian membawanya ke markas mereka di Lubang Buaya. Di sana, beliau dibunuh dan tubuhnya dilemparkan ke dalam sumur yang tak terpakai. Seperti rekan-rekan lainnya yang dibunuh, mayatnya ditemukan pada 4 Oktober dan beliau dimakamkan pada hari berikutnya. Dia secara anumerta dipromosikan menjadi Mayor Jenderal dan menjadi Pahlawan Revolusi.
7. Kapten Pierre Tendean
Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir 21 Februari 1939 – meninggal 1 Oktober 1965 pada umur 26 tahun. yaitu seorang perwira militer Indonesia yang menjadi salah satu korban insiden Gerakan 30 September pada tahun 1965. Mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai asisten Jenderal Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu, ia dipromosikan menjadi kapten anumerta sesudah kematiannya. Tendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban G30S lainnya, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965. Pierre Andreas Tendean terlahir dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah Minahasa, dan Cornet M.E, seorang perempuan Indo yang berdarah Perancis, pada tanggal 21 Februari 1939 di Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda. Pierre yaitu anak kedua dari tiga bersaudara; abang dan adiknya masing-masing berjulukan Mitze Farre dan Rooswidiati. Tendean mengenyam sekolah dasar di Magelang, kemudian melanjutkan SMP dan Sekolah Menengan Atas di Semarang tempat ayahnya bertugas. Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk sekolah tinggi militer, namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter menyerupai ayahnya atau seorang insinyur. Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.Pada pagi tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di ruang belakang rumah Jenderal Nasution terbangun lantaran bunyi tembakan dan ribut-ribut dan segera berlari ke bab depan rumah. Ia ditangkap oleh gerombolan G30S yang mengira dirinya sebagai Nasution lantaran kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar. Tendean kemudian di bawa ke sebuah rumah di tempat Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya. Ia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur renta bersama enam jasad perwira lainnya.
8. AIP Karel Satsuit Tubun
Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun (lahir di Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928 – meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 36 tahun) yaitu seorang jagoan nasional Indonesia yang merupakan salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia yaitu pengawal dari J. Leimena.Karel Satsuit Tubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Ketika telah cukup umur ia menetapkan untuk masuk menjadi anggota POLRI. Ia pun diterima, kemudian mengikuti Pendidikan Polisi, sesudah lulus, ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau kini Bhayangkara Dua Polisi. Ia pun ditarik ke Jakarta dan mempunyai pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau kini Bhayangkara Satu Polisi. Ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilakukan Operasi Militer, ia pun ikut serta dalam usaha itu. Setelah Irian barat berhasil dikembalikan, ia diberi kiprah untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi. Karena mengganggap para pimpinan Angkatan Darat sebagai penghalang utama cita-citanya. Maka PKI merencanakan untuk melaksanakan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah Perwira Angkatan Darat yang dianggap menghalangi cita-citanya. Salah satu sasarannya yaitu Jenderal A.H. Nasution yang bertetangga dengan rumah Dr. J. Leimena. Gerakan itu pun dimulai, ketika itu ia kebagian kiprah jaga pagi. Maka, ia menyempatkan diri untuk tidur. Para penculik pun datang, pertama-tama mereka menyekap para pengawal rumah Dr. J. Leimena. Karena mendengar bunyi gaduh maka K.S. Tubun pun terbangun dengan membawa senjata ia mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Malang, gerombolan itu pun juga menembaknya. Karena tidak seimbang K.S. Tubun pun tewas seketika sesudah peluru penculik menembus tubuhnya.
9. Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo
Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo (lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923 – meninggal di Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 42 tahun) yaitu salah satu jagoan nasional Indonesia. Katamso termasuk tokoh yang terbunuh dalam insiden Gerakan 30 September. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta.
10. Kolonel Sugiono
Kolonel Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto (lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926 – meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 39 tahun) yaitu seorang jagoan Indonesia yang merupakan salah seorang korban insiden Gerakan 30 September.Kol. Sugiyono menikah dengan Supriyati. Mereka mempunyai anak enam orang laki-laki; R. Erry Guthomo (l. 1954), R. Agung Pramuji (l. 1956), R. Haryo Guritno (l. 1958), R. Danny Nugroho (l. 1960), R. Budi Winoto (l. 1962), dan R. Ganis Priyono (l. 1963); serta seorang anak perempuan, Rr. Sugiarti Takarina (l. 1965), yang lahir sesudah ayahnya meninggal. Nama Sugiarti Takarina diberikan oleh Presiden Sukarno.Ia dimakamkan di TMP Semaki, Yogyakarta.
Itulah 10 Pahlawan Revolusi yang gugur pada gerakan 30 September 1965 yang saya dapatkan dari WIKIPEDIA, semoga artikel ini bermanfaat untuk sobat MasTimon.com semua, bagi adik adik yang masih di dingklik pendidikan terus gali ilmu Pengetahuan supaya kemajuan negara kita ini tetap terjamin dan Tugas kita dikala ini yaitu meneruskan kemerdekaan yang sudah di berikan oleh Tuhan yang Maha Esa dan usaha para Pahlawan kita, Merdeka, Merdeka, Merdeka !!!