Pesan Terakhir Dari Sobat - Cerpen Persahabatan
Selasa, 02 Desember 2014
PESAN TERAKHIR DARI SAHABAT
Karya Aliyah Utamawanti
Langkah demi langkah telah kami tapaki. Panas, hujan, bahagia dan sedih telah kami jalani. Kebersamaan ini seakan tak sanggup digantikan oleh uang ataupun berlian yang mahal. Itulah Aku dan Icha. Kami sudah erat sangat lama, dari mulai Sampai ketika ini di kursi kuliah. Banyak hal yang kami lalui. Sampai di semester 4 ini kam selalu kompak. Meskipun ada duduk perkara yang menghadang kami tetap bersama. Saat itu ketika saya sedang berjalan melewati perpustakaan, saya melihat Icha dududk sendiri dalam keadaan wajah yang murung.
"Hai Cha....!!? Kmu kenapa??" Tanya ku
"Haah.. Aa.. Aku.. Aku nggak apa – apa kok Ndin?!" Jawabnya terkejut
Karya Aliyah Utamawanti
Langkah demi langkah telah kami tapaki. Panas, hujan, bahagia dan sedih telah kami jalani. Kebersamaan ini seakan tak sanggup digantikan oleh uang ataupun berlian yang mahal. Itulah Aku dan Icha. Kami sudah erat sangat lama, dari mulai Sampai ketika ini di kursi kuliah. Banyak hal yang kami lalui. Sampai di semester 4 ini kam selalu kompak. Meskipun ada duduk perkara yang menghadang kami tetap bersama. Saat itu ketika saya sedang berjalan melewati perpustakaan, saya melihat Icha dududk sendiri dalam keadaan wajah yang murung.
"Hai Cha....!!? Kmu kenapa??" Tanya ku
"Haah.. Aa.. Aku.. Aku nggak apa – apa kok Ndin?!" Jawabnya terkejut
Hari itu saya melihat sahabatku untuk pertama kalinya tak ceria. Sebelumnya saya tidak oernah melihatnya seprti itu, yang biasanya ku lihat yaitu ukiran senyuman kecil nan anggun dari bibirnya. Aku galau dan termenung di depannya.
***
Pesan Terakhir dari Sahabat |
Lalu tiba – tiba ia mengeluarkan selembar formulir beasiswa untuk melanjutkan kuliah semester 5 hingga simpulan di Busan University, Korea Selatan. Karena kebetulan kampus daerah kami kuliah menjalin kerjasama dengan Busan University di bidang Teknik Arsitektur, Kedokteran, dan Kesenian.
"Andin... Jika kau memiliki kesempatan kuliah dengan beasiswa ke luar negeri, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Icha.
"Ya saya akan kejar itu, tapi... itu semua nggak mungkin alasannya yaitu saya nggak secerdas kamu..." Jawabku minder sambil menundukkan kepala.
"Kalau kau nggak cerdas, kau nggak akan nggak masuk Fakultas Kedokteran.. So bagaimana, kau masih berminat melanjutkan kuliah ke luar negeri kan??" Sahut Icha sambil memegang pundakku.
"I.. Iya siih.. Tapi.. kau juga akan ikutkan?? Waktu itu kan kita sudah setuju untuk kuliah bersama di luar negeri jikalau memperoleh beasiswa..." Kataku.
"Kalau aku,, saya nggak tahu.. Aku bingung.." Jawab Icha.
"Lhoo kenapa bingung.. Seharusnya kau ambil beasiswa itu.. Rugi banget kalau nggak kau ambil..." Sahutku.
"Justru saya ambil ini untuk kamu, Ndin. Supaya kau nggak mimpi terus ingin kuliah ke luar negeri. Maaf ya, Ndin saya masih ada jam kuliah..." Tutur Icha sambil tersenyum manis. Seakan – akan itu yaitu senyuman perpisahan.
Sedangkan saya hanya terangah dan termenung melihat sahabatku Icha menyerupai itu.
***
Akhir – simpulan ini saya memang heran melihat perubahan tingkah laris Icha yang aneh. Ia jarang memasang senyumannya yang manis. Yang ia berikan padaku kini yaitu petuah dan motivasi – motivasi semoga saya tekun mencar ilmu demi menggapai cita – cita. Mungkin itu alasannya yaitu kami sudah dewasa. Kami harus menyiapkan diri untuk menatap masa depan yang akan datang. Tapi bersama-sama itu terlalu aneh. Apa yang terjadi pada sahabatku Icha? Bahkan untuk kali ini saya tidak sanggup membaca tingkah laris Icha yang absurd itu.
"Andin... Jika kau memiliki kesempatan kuliah dengan beasiswa ke luar negeri, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Icha.
"Ya saya akan kejar itu, tapi... itu semua nggak mungkin alasannya yaitu saya nggak secerdas kamu..." Jawabku minder sambil menundukkan kepala.
"Kalau kau nggak cerdas, kau nggak akan nggak masuk Fakultas Kedokteran.. So bagaimana, kau masih berminat melanjutkan kuliah ke luar negeri kan??" Sahut Icha sambil memegang pundakku.
"I.. Iya siih.. Tapi.. kau juga akan ikutkan?? Waktu itu kan kita sudah setuju untuk kuliah bersama di luar negeri jikalau memperoleh beasiswa..." Kataku.
"Kalau aku,, saya nggak tahu.. Aku bingung.." Jawab Icha.
"Lhoo kenapa bingung.. Seharusnya kau ambil beasiswa itu.. Rugi banget kalau nggak kau ambil..." Sahutku.
"Justru saya ambil ini untuk kamu, Ndin. Supaya kau nggak mimpi terus ingin kuliah ke luar negeri. Maaf ya, Ndin saya masih ada jam kuliah..." Tutur Icha sambil tersenyum manis. Seakan – akan itu yaitu senyuman perpisahan.
Sedangkan saya hanya terangah dan termenung melihat sahabatku Icha menyerupai itu.
***
Akhir – simpulan ini saya memang heran melihat perubahan tingkah laris Icha yang aneh. Ia jarang memasang senyumannya yang manis. Yang ia berikan padaku kini yaitu petuah dan motivasi – motivasi semoga saya tekun mencar ilmu demi menggapai cita – cita. Mungkin itu alasannya yaitu kami sudah dewasa. Kami harus menyiapkan diri untuk menatap masa depan yang akan datang. Tapi bersama-sama itu terlalu aneh. Apa yang terjadi pada sahabatku Icha? Bahkan untuk kali ini saya tidak sanggup membaca tingkah laris Icha yang absurd itu.
Saat malam, ketika saya sedang menuntaskan proposal, saya teringat kepada selembar formulir beasiswa yang diberikan Icha kepadaku. Aku membaca formuir itu dan bertanya dalam hati.
"Apa saya sanggup melanjutkan kuliah ke Universitas Busan? Apa mungkin saya sanggup mencapai cita – citaku sebagai seorang dokter?"
Saat saya sibuk memikirkan perasaanku, tiba – tiba handphone ku berdering, ternyata itu telfon dari Icha.
"Hallo Andin..?" Sapa Icha.
"Iya.... Ada apa Cha..?? Tumben malam – malam telfon!?" Sahutku.
"Aku hanya mengingatkan jangan lupa mengisi formulir beasiswa formulir itu. Karena formulir itu akan dikumpulkan hari Senin dan pada hari itu juga akan diadakan seleksi mahasiswa yang akan mendapat beasiswa ke Universitas Busan. Ok friend..!!?"
"Itukan kurang satu ahad lagi.. Kamu tuh lebay banget siih Cha...??! Satu ahad kan masih lama..."
"Iya.. Satu ahad memang lama, tapi hari kan berjalan terus.. ntar tahu – tahu aja udah hari Mingu...."
"Hehehehe...... kok ngelantur gtu siih Cha...??"
"Hehehehe....... Ngelantur... Ya nggaklah.. Memang satu ahad itukan cepat... Sudah ya,,, saya hanya mau beritahu itu doang.... Semoga kau sanggup melanjutkan kuliahmu di Busan yaa teman...!!?"
***
Tiga hari berlalu, menyerupai biasa saya menaiki sepeda motor matikku untuk melaju ke kampus. Sampai di sana banyak mahasiswa kedokteran yang sudah mengumpulkan proposal, tidak ketinggalan juga aku. Setelah selesai mengumpulkan proposal, saya pribadi menuju daerah dimana biasanya Icha berada, yaitu perpustakaan. Tapi hari itu beda, saya sama sekali tidak melihat Icha, mungkin Icha masih ada jam kuliah. Lama saya menunggu Icha di perpustakaan. Karena jenuh, saya melangkahkan kakiku perlahan – lahan menuju pintu untuk keluar. Tepat di depan pintu keluar itu saya bertemu dengan sahabat sekelas Icha.
"Eee.. Vi... Vitha....!!? Kamu Vitha kan sahabat sekelas Icha...??"
"Oohhw... Iyaa... Ada apa yaa...?? Bukannya kau Andin..?"
" Iyaa,, Aku Andin... Eee,, Icha hari ini masuk kuliah nggak..? Karena semenjak tadi saya nunggu Icha di perpustakaan ini, tapi Icha nggak tiba – datang..."
"Lhoo... Ndin kau belum tahu yaa....??!!"
"Maksud kau belum tahu apa... Aku nggak ngerti apa – apa....??"
"Yang bener... Kamu kan sahabatnya Icha yang paling dekat.... Icha sakit, Ndin..."
"Apaa.....!!! Kamu nggak bohong kan Vit.. Emang Icha sakit apa...??!"
"Aku kurang tahu, tapi ku dengar Icha mengidap kanker.. tapi itu nggak mungkin.. Karena selama ini Icha nggak memperlihatkan tanda – tanda menyerupai orang yang sakit parah. Dia malah melaksanakan aktivitasnya menyerupai biasa... Bahkan ketika mendengar kabar itu, saya sama sekali nggak percaya.. Lebih baik kau kini ke rumah Icha "
"Haaahh... Makasih ya Vit atas infonya..."
Sebenarnya saya nggak percaya perihal apa yang dikatakan oleh Vitha padaku. Tapi saya juga merasa galau alasannya yaitu sudah tiga hari saya tak bertemu dengan Icha. Terakhir saya berkomunikasi dengan Icha lewat telfon. Tanpa pikir panjang saya pribadi menuju rumah Icha.
"Assalamu'alaikum.... ???"
"Wa'alaikumsalam..... Eeehh Non Andin..."
"Bi,, apa Icha ada di rumah? Aku ingin ketemu sama ia Bi..."
"Lhoo,, Non Andin belum tahu yaa,,,!? Non Icha masuk rumah sakit.. Non Icha Sakit Non... "
"Astaghfirullah....!! Apa Bi..? Bibi nggak bohong kan..?? Icha sakit apa Bi..??"
"Non Icha sakit kanker stadium akhir, Non..." Sambil menitihkan air mata.
"Apaa... nggak mungkin....!!"
"Lebih baik Non andin kini ke rumah sakit Mutiara Medika kini juga.."
"Iyaa,, makasih ya Bi...."
***
Dengan langkah tergesah – gesah saya segera menuju ke rumah sakit Mutiara Medika. Sampai di sana saya bertemu dengan kedua orang bau tanah Icha. Mereka kelihatan sedih. Aku pun berjalan mendekati mereka.
"Keadaan Icha sangat mengkhawatirkan..." Kata mama Icha sambil menangis
"Tante,,, Tante yang sabar yaa Tan.. Tante harus yakin kalau Icha niscaya sembuh dan sanggup ceria lagi.."
"Tante sudah coba untuk yakin, tapi seprtinya tidak mungkin... mengingat kanker yang di derita Icha sudah sangat parah.."
"Tante harus percya sama Tuhan, Tuhan niscaya akan menawarkan yang terbaik bagi Icha, Tante, dan Om.. "
"Iyaa... Terimakasih yaa Andin.. Hanya kau sahabat yang paling baik untuk Icha... "
"Eee,,, Tante,, bolehkah saya melihat Icha sebentar... Aku ingin tahu keadaan Icha, Tante,,,"
"Boleh Andin,,"
Perlahan langkahku menuju masuk ruang ICU. Seketika tubuhku lemas. Aku tak sanggup menahan air mataku yang terus keluar, apalagi ketika saya melihat alat – alat yang dipasangkan ke badan Icha. Aku melihat sahabatku bertarung melawan penyakitnya sendiri. Mengapa Tuhan tak membagi penyakit Icha kepadaku juga,, saya tak sanggup melihat sahabatku koma menyerupai ini.
"Hai.. Cha.. Ini saya Andin.. Sahabatmu... Kenapa kau berbaring disini,, ini bukan tempatmu Cha... Apa kau tahu Cha.. Aku kangen banget sama kamu.. Aku ingin kau tertawa lagi Cha, saya ingin kau ngajari saya matematika lagi Cha, saya ingin lihat dan dengar kau main piano lagi Cha.. saya ingin mengulang semua yang pernah kita jalani Cha.. Baik suka maupun duka. Cha,, saya ingin kau buka mata kau Cha.."
"Sudah.. Andin,,, Icha niscaya dengar apa yang kau katakan... Hanya Icha tak sanggup untuk berbicara.. "
"Tapi Andin ingin Icha buka mata, Tante... Andin ingin Icha melihatku disini..."
Tak usang kemudian... Tubuh Icha kejang dan alat detak jantung Icha tidak berjalan lancar. Aku dan mama Icha segera memanggil dokter untuk mengusut keadaan Icha. Dokter pun tiba dan kami menunggu di luar rung ICU sambil berdoa semoga tidak terjadi apa – apa dengan Icha.
"Andin... Apa sebelumnya Icha pernah bilang ke kamu, bahwa ia mengidap kanker otak.."
"Icha nggak pernah bilang apa – apa ke Andin, Tante.. Mengeluh saja Icha tidak pernah.."
"Ya,, Allah.. berarti Icha menyembunyikan penyakitnya ini dari kita semua.. Tante juga gres tahu Icha mengidap kanker otak satu ahad yang lalu. Tante menemukan selembar surat dari rumah sakit yang berada di bawah bantal Icha. Ternyata surat itu yaitu surat pernyataan dari dokter, yang menyatakan bahwa Icha mengidap kanker otak stadium akhir..."
"Kenapa Icha menyembunyikan ini dari kita, Tante. Kenapa Icha tak mau membaginya dengan kita.. tapi memang Tante simpulan – simpulan ini saya melihat perubahan pada diri Icha. Icha yang biasanya ceria, suka bercanda, bermetamorfosis seseorang yang murung dan pendiam. Icha lebih suka menghabiskan waktunya di kampus,, tidak menyerupai biasanya, ketika Andin ajak Icha main selalu mau."
"Mungkin Icha sudah tahu ketika yang akan tiba ini...." Sahut papa Icha.
"Papa...!!!!"
Beberapa menit kemudian dokter keluar dari ruang ICU. Tapi saya malihat raut wajah dokter itu menujukkan kesedihan, semoga hal itu tidak terjadi.
"Ibu,,, Bapak,,, Mungkin ini yaitu keputusan Tuhan yang terbaik bagi kita semua..."
"Maksud dokter apa,, anak saya sanggup di selamatkan kan, Dok??! Icha selamat kan, Dok??" Kata mama Icha.
"Maaf, Bu, Pak, Adik... Icha tidak sanggup diselamatkan,, Icha sudah meninggal..."
"Apa dokter,, tidak mungkin.. Icha mustahil meninggal.. Icha masih hidup.. Dia anak semata wayang saya dokter,, Icha anak yang kuat. Dia mustahil meninggal...."
"Innalillahiwainnaillaihiroji'un.... Icha anakku... sudah Ma,, sudah,, Icha sudah tiada,,"
"Innalillahiwainnaillaihiroji'un.... Icha,,, kenapa kau harus pergi secepat ini Cha... Tante, Om.. yang sabar yaa,,, mungkin ini cobaan untuk kita semua..."
Mama Icha pribadi menerobos masuk ke rusng ICU.
"Icha,, syang ini mama nak.. Bangun nak ini mama..."
"Ma.. Sudah ma.. Icha sudah meninggal..."
"Tante........."
Tangisan pun pecah di dalam ruang ICU. Duka pun menyelimuti hari ini. Kami tak akan lagi menemukan keceriaan Icha lagi, dan saya tak akan lagi menjumpai Icha yang selalu menyapaku ketika di kampus. Tubuhku tiba – tiba lemas, tak sanggup lagi berdiri tegak. Mama dan papa Icha pribadi bersimpuh alasannya yaitu tak besar lengan berkuasa kehilngan anak semata wayangnya itu.
***
Selang berapa usang kemudian, mayat Icha di bawa pulang untuk dikebumikan. Suasana haru dan pilu menyelimuti pemakaman Icha. Begitu kerikil nisan telah tertancap di atas tanah merah, sedih dan derai air mata tak henti – hetinya mengalir di pemakaman ini. Lalu langkah demi langkah yang pelan balasannya meninggalkan pemakaman.
***
Lima hari sehabis kepergian Icha, saya merasa kesepian. Aku tiidak menemukan lagi senyuman, gurauan dan bunyi Icha yang selalu membuatku senang. Rasanya saya masih belum percaya kalau Icha telah pergi untuk selamanya. Tapi saya telah mengikhlaskan kepergian Icha.
Sore hari sepulang kuliah saya menyemptkan diri untuk mampir ke rumah Almarhummah sahabatku Icha. Masih sangat terlihat suasana sedih di rumah Icha, bahkan kedua orang bau tanah Icha masih belum sanggup menghilangkan rasa kehilangan anak semata wayangnya itu. Aku melihat Mama Icha berada di kamar Icha sambil mengusap – usap foto anaknya, Icha. Aku pun menghampiri mama Icha.
"Tante... Tante apa kabar....??"
"Tante baik – baik saja, Andin... Tapi tante sangat merindukan anak tante... Tante masih belum percaya kalau Icha sudah meninggalkan tante untuk selama – lamanya... "
"Tante.... tante harus sanggup mengikhlaskan kepergian Icha... Kalau tante sedih terus Icha niscaya juga ikutan sedih disana... Tante nggak mau itu terjadikan... Tante harus yakin, meskipun Icha udah nggak ada, tapi Icha akan terus ada di sini.. ia tetap nggak akan pernah menghilang. Tante harus percaya itu."
"Iya, Andin... tante coba untuk ikhlas,, dan tante tahu akan hal itu.. Kamu tahu Andin, kamar Icha ini banyak menyimpan kenangan buat tante..."
"Iya, tante.. saya rasa juga begitu..."
"Andin.. Tante tinggal dulu ya sebentar..."
Saat Mama Icha meninggalkanku sendiri di kamar Icha, saya merasa Icha juga ada disini, menemaniku. Kenangan perihal Icha masih menempel di otakku. Semua masih terlihat sama. Mulai dari tatanan foto, daerah tidur yang dihiasi teddy bear favorit Icha dan tatanan meja mencar ilmu yang teratur. Lalu entah menagapa kakiku terarah ke meja mencar ilmu Icha. Aku melihat sebuah kotak yang berisi buku harian, mungkin itu buku harian Icha. Ku buka dan ku baca buk harian itu.
Tulisan Icha sangat rapi. Dari semua goresan pena yang tergores di lembaran buku harian itu, saya tertuju pada bab lembar buku bab akhir. Ada goresan pena yang membuatku tercengang dan terdiam.
"Dear Diary....
Ini yaitu lembaran terakhir dri buku harianku.. mungkin ini juga akan menjadi hari terakhirku untuk menulis si lembaran kertas ini. Aku ingin semua yang tergores dalam lembaran kertas ini berarti dan bermakna. Segal perihal hidupku, perihal orang tuaku, perihal sahabatku, dan semua orang yang kusayangi...
Aku ingin tetap hidup di hati mereka, ingin tersenyum untuk mereka, meski suatu ketika nanti sukma ini akan hilang juga.
Untuk kedua orang tuaku, terimakasih atas segalanya. Atas kasih sayang kalian, perhatian kalian. Karena tanpa mama dan papa saya tidak akan hidup hingga sekarang, bahkan saya tidak akan sanggup sekuat ini.
Terimakasih untuk sahabat terbaikku, Andin. Kamu memang sahabat yang selalu ada di setiap saya butuh, sahabat yang tak pernah pamrih dan sahabat yang selalu temani saya disaat suka maupun duka. Maaf jikalau saya sering merepotkanmu. Tanpa kamu, saya tidak akan menyerupai ini, menjadi seseorang yang tegar dalam menghadapi semuanya.
Maaf, jikalau saya tidak sanggup membagi rasa sedih dan sakit ku ini pada kalian semua. Aku tak ingin kalian sedih karenaku. Karena hanya untuk memikirkan ku. Aku tak ingin kalian terbebani oleh ku.
Jika Tuhan hanya memberiku waktu semalam ini saja, saya nggak akan membiarkan orang – orang sedih melihatku. Aku akan berusaha tersenyum dan tertawa di depan mereka. Namun, jikalau orang – orang sudah melihatku terbaring kaku, saya nggak ingin setetes air mata jatuh dari semua orang yang ku sayangi, tetaplah tersenyum walaupaun itu duka. Karena saya akan selalu ada untuk kalian semua.
Pesan terakhir untuk kedua orang tuaku. Ku mohon kalian jangan bersedih jikalau saya telah tiada. Ku mohon kalian jangan menangis alasannya yaitu kepergianku. Karena saya nggak akan ninggalin mama dan papa. Kalian yaitu orang tuaku yang sempurna. Yang telah berhasil mendidikku. Terimakasih.. mama, papa... You're my everything...
Dan pesan terakhir untuk sahabatku, Andin. Jangan pernah sia – siakan waktumu. Kejarlah cita – citamu setinggi langit, raihlah apa yang kau impikan dan jadikan itu sebuah kenyataan. Karena suatu ketika nanti dunia akan menyambutmu dengan penuh senyuman. Semoga kau sanggup melanjutkan kuliah ke Universitas Busan. Dan jikalau kau kembali tunjukkan padaku atas keberhasilanmu. Tetaplah semangat dan jadi diri sendiri dan hadapilah semua duduk perkara dengan senyuman. Kamu yaitu sahabat yang tepat bagiku. Best friend forever..."
Ku tutup buku harian itu sambil menangis tersedu – sedu. Aku keluar dari kamar Icha sambil membawa buku harian itu dan berpamitan kepada orang bau tanah Icha.
Langkahku bergegas menuju kampus lagi. Kini saya nggak ingin mengecewakan sahabatku dan kedua orang tuaku yang selalu mendukungku di setiap perjalanan sekolahku. Aku akan mengikuti agenda beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke Universitas Busan. Dan menggapai cita – citaku disana.
***
Tak terasa lima tahun berlalu. Kini saya pulang menuju Indonesia. Tak terasa waktu begitu cepat bergulir mengganti lembaran usang menjadi baru. Aku sudah tidak sanggup menahan kerinduanku untuk kembali ke negeriku. Sesampainya di bandara, saya bertemu dengan orang – orang yang ku sayangi. Ternyata mereka sudah mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatanganku. Tak ketinggalan juga kedua orang tuaku. Aku sangat merindukan mereka begitu pula dengan kakakku, saya juga sangat rindu padanya. Tapi ada satu yang nggak ku lihat dari kerumunan orang - orang yang menyambut kedatanganku. Icha, saya nggak menenukan Icha di sekitar kerumunan itu. Tapi saya yakin Icha ada untukku disini.
Selang berapa usang sehabis kedatanganku di bandara dan melepaskan kerinduan bersama orang – orang yang ku sayangi. Aku beranjak ke makam sahabatku Icha. Aku akan melepas kerinduaku pada sahabatku Icha.
"Icha... Kamu sanggup lihat sekarang... Ini aku, sahabatmu, Andin. Aku telah berhasil menjadi seorang dokter. Aku nggak ingin kau sedih. Sekarang tersenyumlah, saya disini. Aku bahagia banget, berkat motivasi darimu, saya jadi seseorang yang sanggup memaknai hidup dan lebih dewasa. Icha.... Aku nggak akan pernah melupakanmu. Kamu yaitu sahabatku yang tak pernah lekang oleh waktu. Meskipun kau kini sudah tiada di dunia ini, tapi di hatiku kau tetap hidup dan kau tetap abadi. Kamu yaitu seorang sahabat yang sanggup menjadi ide dalam hidupku. Terimakasih sahabat"
Banyak yang ku pelajari dari sahabatku, Icha. Aku sanggup menjadi menyerupai ini alasannya yaitu saya sadar tanpa perjuangan dan doa, semua yang ku lakukan tak akan ada hasilnya. Aku pernah bermimpi kemudian terbangun, namun yang ku lakukan bukan tertidur lagi, tapi saya beranjak dari daerah tidur dan mengejar mimpi itu hingga ku dapatkan. Dan yang terpenting saya selalu mengingat pesan terakhir dari sahabatku "Jangan pernah sia – siakan waktumu. Kejarlah cita – citamu setinggi langit, raihlah apa yang kau impikan dan jadikan itu sebuah kenyataan. Karena suatu ketika nanti dunia akan menyambutmu dengan penuh senyuman."
PROFIL PENULIS
Nama : Aliyah Utamawanti
TTL : Sidoarjo, 01 Agustus 1994
Alamat : Desa Penambangan, Dusun Kedungsari, RT 14 RW 03 Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Agama : Islam
Hobby : Menulis, Menyanyi, Dance, Browsing
Status : Mahasiswa STIE MAHARDHIKA SURABAYA
Zodiak : Leo
Facebook : aliyah.girlz@yahoo.co.id
TTL : Sidoarjo, 01 Agustus 1994
Alamat : Desa Penambangan, Dusun Kedungsari, RT 14 RW 03 Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur
Agama : Islam
Hobby : Menulis, Menyanyi, Dance, Browsing
Status : Mahasiswa STIE MAHARDHIKA SURABAYA
Zodiak : Leo
Facebook : aliyah.girlz@yahoo.co.id