Rahasia Aditya - Cerpen Cinta Remaja
Jumat, 10 Oktober 2014
Rahasia Aditya - Cerpen Cinta Remaja
Karya Dita Nilan Karlasari
Aditya merebahkan dirinya di kasur. Ia terlihat sangat lelah sesudah pulang kerja. Aditya bekerja di sebuah perusahaan ternama di Semarang. Rumahnya yang kolam istana itu ibarat tanpa penghuni. Orangtuanya selalu sibuk dengan pekerjaannya. Hanya adiknya, Rani yang menemaninya. Rani saja selalu membawa pacarnya, yang berjulukan Helmi ke rumah. Meskipun Aditnya usianya jauh diatas Rani, tetapi hingga dikala ini belum memiliki pacar. Entah lah apa sebabya.
“Kak Adit… Kak Adit…” Rani berteriak manja memanggil kakaknya.
“Apaan sih Ran? Kalo nggak pakek teriak-teriak nggak dapat ya??” Jawab Aditya sewot.
“Aku pinjem mobilnya ya kak. Aku mau jalan-jalan dulu sama si Helmi” Rani merayu kakaknya.
“Ah kau itu, tiap hari kerjaannya pacaran terus. Kapan lulusnya kalo kau gini terus. Ya udah sana ambil kuncinya diatas lemari.” Jawab Aditya.
“Makasih kak Adit, nanti saya bawain makan deh kak.” Rani terlihat ceria.
“Kak Adit… Kak Adit…” Rani berteriak manja memanggil kakaknya.
“Apaan sih Ran? Kalo nggak pakek teriak-teriak nggak dapat ya??” Jawab Aditya sewot.
“Aku pinjem mobilnya ya kak. Aku mau jalan-jalan dulu sama si Helmi” Rani merayu kakaknya.
“Ah kau itu, tiap hari kerjaannya pacaran terus. Kapan lulusnya kalo kau gini terus. Ya udah sana ambil kuncinya diatas lemari.” Jawab Aditya.
“Makasih kak Adit, nanti saya bawain makan deh kak.” Rani terlihat ceria.
Rahasia Aditya |
Begitulah Rani tiap harinya. Pulang dari kuliah selalu membawa Helmi ke rumah. Setelah istirahat, Rani selalu saja meminjam kendaraan beroda empat Aditya untuk pergi berdua dengan Helmi. Berbeda dengan Aditya. Kakaknya itu justru pendiam, bahkan jarang membawa temannya ke rumah apalagi pacar. Kalo Rani lebih bahagia berkumpul dengan teman-temannya dan jarang di rumah, Aditya malah jarang berkumpul dengan teman-temannya. Aditya lebih senang, sesudah kerja eksklusif pulang ke rumah. Padahal teman-temannya, sering mengajak Aditya kumpul tetapi beliau tidak pernah mau. Teman-temannya memandang Aditya aneh. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan.
***
HP Aditya berdering, menyadarkan lamunannya.
“Halo, Dit. Kamu nggak berangkat kerja? Biasanya jam delapan sempurna kau udah duduk depan komputer. Nah ini udah jam sepuluh kurang lima kok belum keliatan dari tadi.” Kata si Bayu, sahabat Aditya dengan nada setengah meledek.
“Aku lagi nggak lezat tubuh nih, nggak dapat berangkat kantor.” Jawab Aditya lemas dan asal.
“Eh kau kenapa sih Dit. Nggak biasanya deh. Kamu kan jikalau pun lagi sakit biasanya tetep aja berangkat kerja.” Bayu tiba-tiba serius bertanya pada Aditya. Ia merasa ada yang gila sama sahabatnya yang satu itu. Meskipun pendiam dan tidak pintar bergaul ibarat adiknya, tetapi nggak biasanya Aditya malas berangkat ke kantor.
***
Seminggu telah berlalu, namun Aditya tidak pernah terlihat dikantornya. Teman-teman sekantornya pun makin banyak yang membicarakan Aditya.
“Aditya makin hari makin gila ya.” Kata Rudi.
“Iya, udah jarang ngomong kalo dikantor, nggak pernah mau ikutan maen sama kita, eh kini ditambah lagi tiba-tiba ngilang gitu aja.” Sambung Lani.
“Nggak ngasih kabar lagi. Padahal beliau tuh meskipun pendiam, tp paling rajin diantara kita.” Sela Ani tiba-tiba ditengah pembicaraan Rudi dan Lani.
***
Rani menonton tv malam itu. Lebih tepatnya melamun, lantaran meskipun tv menyala didepannya ia hanya menatap dengan pandangan kosong. Lama kelamaan tanpa disadari ia meneteskan air mata. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya, menggugah lamunannya. Rani eksklusif bergegas dan membukakan pintu.
“Mas Bayu!” Rani mengerutkan kening. Matanya melihat ke sekitar, tapi tidak ada orang lain selain Bayu. Bayu tiba sendirian ke rumahnya.
“Ran, kenapa mata kau merah? Oh iya, Aditya mana? Udah seminggu ini nggak berangkat kantor. Apa beliau sakit? Atau nyusul orangtuanya ke luar kota?” Tanya Bayu buru-buru ingin mengetahui keadaan Aditnya.”
“Kak Aditya nggak berangkat kantor seminggu? Lho saya kirain malah lagi lembur dikantor, atau nginep di rumah mas Bayu. Ya soalnya udah seminggu ini nggak pulang rumah juga.” Rani jadi makin bingung.
“Jadi..dia udah seminggu nggak pulang ke rumah juga Ran? Ada apa beliau sebenernya?” Bayu juga jadi semakin bingung.”
“Biasanya kan kalo kak Aditya nggak pulang, nginep di rumah mas Bayu jadi saya nggak perlu kawatir. Aku malah lagi mikirin Helmi, beliau udah seminggu ini nggak ngabarin aku. Di kampus nggak pernah keliatan, saya telepon juga nggak aktif HP nya.” Rani menjelaskan dengan nada yang lemas.
“Tunggu..tunggu Ran.. Tadi kau bilang Helmi udah seminggu ini nggak ada kabarnya? Aditya juga menghilang selama seminggu ini. Apa ini ada kaitannya?” Bayu tercengang.
“Hah? Iya juga ya mas. Eh tapi..nggak mungkin ah mas. Kak Aditya kan nggak deket sama Helmi jadi nggak mungkin mereka berdua ada urusan bareng. Kalo ketemu di rumah aja nggak pernah ngomong. Kak Aditya selalu di kamar terus, asyik sama pekerjaannya.” Rani menjelaskan.
“Iya juga ya Ran. Aditya emang nggak dapat bergaul sama banyak orang. Seperti ada yang dipendam. Itu juga yang bikin beliau nggak punya cewek sampek sekarang. Ya udah kalo gitu gimana kalo kita Aditya malam ini.” Ajak Bayu
“Ayo mas.” Kata Rani sambil mengambil jaket yang tergeletak di kursi, mengunci pintu rumah, dan eksklusif bergegas menuju kendaraan beroda empat Bayu.
***
Malam semakin larut. Mobil melintasi perkotaan. Lampu-lampu yang menghiasi kota menciptakan kota menjadi semakin indah. Mereka belum juga menemukan Aditya. Mobil Bayu terus melaju hingga tiba disebuah penginapan lantaran malam semakin larut.
“Ran, itu ada penginapan. Aku ngantuk Ran. Percuma kita udah muter-muter dari tadi tapi nggak menemukan Aditya. Kalo kita istirahat dulu gimana? Besok pagi-pagi kita lanjut lagi nyari mereka.” Kata Bayu sambil memarkir mobilnya di samping penginapan itu.
“Aku juga ngantuk sih mas. Kayaknya nggak nyaman juga kalo tidur di mobil. Udah dari tadi kak Aditya nggak ketemu-ketemu, yang ada malah badanku jadi sakit semua.” Rani eksklusif turun dari kendaraan beroda empat dan eksklusif masuk ke penginapan itu.
Rani memandang sekeliling penginapan itu. Penginapan itu tidak terkesan mewah, tetapi sangat higienis sehingga lezat untuk dilihat. Tiba-tiba pandangan Rani tertuju pada sesuatu yang tidak asing baginya. Rani mengerutkan kening, antara percaya dan tidak. Ia pelan-pelan melangkah mendekat pada sesuatu itu. Ia melihat ada seseorang yang dikenalinya. Bayu yang dari tadi disamping Rani pun, tak dihiraukannya. Ia mengikuti orang itu dari belakang. Orang itu ternyata masuk ke salah satu kamar. Rani makin penasaran. Setelah beberapa menit Rani berdiam didekat pintu kamar tersebut, Rani pun memberanikan diri untuk membuka kamar itu.
“Eh…Ran, ngapain kau buka kamar orang. Kamar yang buat bermalam kita disebelah sana tuh.” Kata Bayu sambil memegang tangan Rani yang seakan sudah siap membuka kamar itu.
Namun Rani tak mempedulikan kata Bayu. Ia tetap saja nekat membuka kamar itu. “Kak Adit? Helmi? Kalian…” Rani tercengang melihat keduanya berada dikasur dan sambil berpelukan.
Bayu yang berada disamping Rani pun terpaku. Rani sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Helmi dan Aditya impulsif melepaskan dari pelukan itu dan mengambil kemeja yang ada disebelah mereka.
“Sory Ran..Aku nggak bermaksud untuk ibarat ini..Aku dapat jelaskan semuanya.” Kata Helmi terbata-bata.
“Iya Ran..Maaf ya..Bukan berarti kita menyakitimu.” Sela Aditya.
“Cukup. Nggak ada yang perlu kalian jelaskan lagi. Kamu ialah kakakku Kak Adit, saya nggak tau harus membencimu atau tidak. Tapi yang terang perasaanku sakit sekali, dan kau Helmi lebih baik kita putus. Aku nggak mau punya perjaka homo kayak kamu!” Rani meluapkan kemarahannya sambil terisak-isak menahan tangis.
“Maafin saya Ran..Aku pacaran sama kamu, tujuannya ya semoga saya dapat ketemu Aditya tiap hari dan nggak ada yang curiga sama hubungan ini.” Bayu menjelaskan dengan nada yang sangat halus.
“Maaf Dit, berarti selama ini kau homo?” Kata Bayu sangat hati-hati.
“Iya Bay. Mungkin itu yang belum kau tau. Emang saya sengaja menyembunyikan hal ini lantaran saya tau kalo saya nggak normal ibarat layaknya laki-laki. Aku nggak dapat menyayangi wanita. Aku sudah pernah berusaha untuk menyayangi perempuan tapi tetap nggak bisa. Itu lah kenapa saya hingga kini belum punya pacar apa lagi calon istri. Kamu selalu bertanya kan, kenapa saya nggak pernah mau kumpul sama teman-teman kantor. Jawaban bergotong-royong ialah lantaran saya malu, mereka semua normal Bay, termasuk kamu. Makara kini kau udah tau semuanya kan.” Cerita Aditya pada Bayu
“Ayo mas Bayu kita pulang. Sudah cukup klarifikasi dari mereka. Aku mau ikut mama papa aja. Aku pengen menenangkan hati dulu.” Rani dengan cepat menarik tangan Bayu dan eksklusif bergegas menuju kendaraan beroda empat Bayu.
***
HP Aditya berdering, menyadarkan lamunannya.
“Halo, Dit. Kamu nggak berangkat kerja? Biasanya jam delapan sempurna kau udah duduk depan komputer. Nah ini udah jam sepuluh kurang lima kok belum keliatan dari tadi.” Kata si Bayu, sahabat Aditya dengan nada setengah meledek.
“Aku lagi nggak lezat tubuh nih, nggak dapat berangkat kantor.” Jawab Aditya lemas dan asal.
“Eh kau kenapa sih Dit. Nggak biasanya deh. Kamu kan jikalau pun lagi sakit biasanya tetep aja berangkat kerja.” Bayu tiba-tiba serius bertanya pada Aditya. Ia merasa ada yang gila sama sahabatnya yang satu itu. Meskipun pendiam dan tidak pintar bergaul ibarat adiknya, tetapi nggak biasanya Aditya malas berangkat ke kantor.
***
Seminggu telah berlalu, namun Aditya tidak pernah terlihat dikantornya. Teman-teman sekantornya pun makin banyak yang membicarakan Aditya.
“Aditya makin hari makin gila ya.” Kata Rudi.
“Iya, udah jarang ngomong kalo dikantor, nggak pernah mau ikutan maen sama kita, eh kini ditambah lagi tiba-tiba ngilang gitu aja.” Sambung Lani.
“Nggak ngasih kabar lagi. Padahal beliau tuh meskipun pendiam, tp paling rajin diantara kita.” Sela Ani tiba-tiba ditengah pembicaraan Rudi dan Lani.
***
Rani menonton tv malam itu. Lebih tepatnya melamun, lantaran meskipun tv menyala didepannya ia hanya menatap dengan pandangan kosong. Lama kelamaan tanpa disadari ia meneteskan air mata. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya, menggugah lamunannya. Rani eksklusif bergegas dan membukakan pintu.
“Mas Bayu!” Rani mengerutkan kening. Matanya melihat ke sekitar, tapi tidak ada orang lain selain Bayu. Bayu tiba sendirian ke rumahnya.
“Ran, kenapa mata kau merah? Oh iya, Aditya mana? Udah seminggu ini nggak berangkat kantor. Apa beliau sakit? Atau nyusul orangtuanya ke luar kota?” Tanya Bayu buru-buru ingin mengetahui keadaan Aditnya.”
“Kak Aditya nggak berangkat kantor seminggu? Lho saya kirain malah lagi lembur dikantor, atau nginep di rumah mas Bayu. Ya soalnya udah seminggu ini nggak pulang rumah juga.” Rani jadi makin bingung.
“Jadi..dia udah seminggu nggak pulang ke rumah juga Ran? Ada apa beliau sebenernya?” Bayu juga jadi semakin bingung.”
“Biasanya kan kalo kak Aditya nggak pulang, nginep di rumah mas Bayu jadi saya nggak perlu kawatir. Aku malah lagi mikirin Helmi, beliau udah seminggu ini nggak ngabarin aku. Di kampus nggak pernah keliatan, saya telepon juga nggak aktif HP nya.” Rani menjelaskan dengan nada yang lemas.
“Tunggu..tunggu Ran.. Tadi kau bilang Helmi udah seminggu ini nggak ada kabarnya? Aditya juga menghilang selama seminggu ini. Apa ini ada kaitannya?” Bayu tercengang.
“Hah? Iya juga ya mas. Eh tapi..nggak mungkin ah mas. Kak Aditya kan nggak deket sama Helmi jadi nggak mungkin mereka berdua ada urusan bareng. Kalo ketemu di rumah aja nggak pernah ngomong. Kak Aditya selalu di kamar terus, asyik sama pekerjaannya.” Rani menjelaskan.
“Iya juga ya Ran. Aditya emang nggak dapat bergaul sama banyak orang. Seperti ada yang dipendam. Itu juga yang bikin beliau nggak punya cewek sampek sekarang. Ya udah kalo gitu gimana kalo kita Aditya malam ini.” Ajak Bayu
“Ayo mas.” Kata Rani sambil mengambil jaket yang tergeletak di kursi, mengunci pintu rumah, dan eksklusif bergegas menuju kendaraan beroda empat Bayu.
***
Malam semakin larut. Mobil melintasi perkotaan. Lampu-lampu yang menghiasi kota menciptakan kota menjadi semakin indah. Mereka belum juga menemukan Aditya. Mobil Bayu terus melaju hingga tiba disebuah penginapan lantaran malam semakin larut.
“Ran, itu ada penginapan. Aku ngantuk Ran. Percuma kita udah muter-muter dari tadi tapi nggak menemukan Aditya. Kalo kita istirahat dulu gimana? Besok pagi-pagi kita lanjut lagi nyari mereka.” Kata Bayu sambil memarkir mobilnya di samping penginapan itu.
“Aku juga ngantuk sih mas. Kayaknya nggak nyaman juga kalo tidur di mobil. Udah dari tadi kak Aditya nggak ketemu-ketemu, yang ada malah badanku jadi sakit semua.” Rani eksklusif turun dari kendaraan beroda empat dan eksklusif masuk ke penginapan itu.
Rani memandang sekeliling penginapan itu. Penginapan itu tidak terkesan mewah, tetapi sangat higienis sehingga lezat untuk dilihat. Tiba-tiba pandangan Rani tertuju pada sesuatu yang tidak asing baginya. Rani mengerutkan kening, antara percaya dan tidak. Ia pelan-pelan melangkah mendekat pada sesuatu itu. Ia melihat ada seseorang yang dikenalinya. Bayu yang dari tadi disamping Rani pun, tak dihiraukannya. Ia mengikuti orang itu dari belakang. Orang itu ternyata masuk ke salah satu kamar. Rani makin penasaran. Setelah beberapa menit Rani berdiam didekat pintu kamar tersebut, Rani pun memberanikan diri untuk membuka kamar itu.
“Eh…Ran, ngapain kau buka kamar orang. Kamar yang buat bermalam kita disebelah sana tuh.” Kata Bayu sambil memegang tangan Rani yang seakan sudah siap membuka kamar itu.
Namun Rani tak mempedulikan kata Bayu. Ia tetap saja nekat membuka kamar itu. “Kak Adit? Helmi? Kalian…” Rani tercengang melihat keduanya berada dikasur dan sambil berpelukan.
Bayu yang berada disamping Rani pun terpaku. Rani sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi. Air matanya mulai menetes membasahi pipinya. Helmi dan Aditya impulsif melepaskan dari pelukan itu dan mengambil kemeja yang ada disebelah mereka.
“Sory Ran..Aku nggak bermaksud untuk ibarat ini..Aku dapat jelaskan semuanya.” Kata Helmi terbata-bata.
“Iya Ran..Maaf ya..Bukan berarti kita menyakitimu.” Sela Aditya.
“Cukup. Nggak ada yang perlu kalian jelaskan lagi. Kamu ialah kakakku Kak Adit, saya nggak tau harus membencimu atau tidak. Tapi yang terang perasaanku sakit sekali, dan kau Helmi lebih baik kita putus. Aku nggak mau punya perjaka homo kayak kamu!” Rani meluapkan kemarahannya sambil terisak-isak menahan tangis.
“Maafin saya Ran..Aku pacaran sama kamu, tujuannya ya semoga saya dapat ketemu Aditya tiap hari dan nggak ada yang curiga sama hubungan ini.” Bayu menjelaskan dengan nada yang sangat halus.
“Maaf Dit, berarti selama ini kau homo?” Kata Bayu sangat hati-hati.
“Iya Bay. Mungkin itu yang belum kau tau. Emang saya sengaja menyembunyikan hal ini lantaran saya tau kalo saya nggak normal ibarat layaknya laki-laki. Aku nggak dapat menyayangi wanita. Aku sudah pernah berusaha untuk menyayangi perempuan tapi tetap nggak bisa. Itu lah kenapa saya hingga kini belum punya pacar apa lagi calon istri. Kamu selalu bertanya kan, kenapa saya nggak pernah mau kumpul sama teman-teman kantor. Jawaban bergotong-royong ialah lantaran saya malu, mereka semua normal Bay, termasuk kamu. Makara kini kau udah tau semuanya kan.” Cerita Aditya pada Bayu
“Ayo mas Bayu kita pulang. Sudah cukup klarifikasi dari mereka. Aku mau ikut mama papa aja. Aku pengen menenangkan hati dulu.” Rani dengan cepat menarik tangan Bayu dan eksklusif bergegas menuju kendaraan beroda empat Bayu.
PROFIL PENULIS
Nama : Dita Nilan Karlasari
TTL : Semarang, 21 Mei 1987
Alamat : Jl. Primatama kav 35, Perumahan Taman Setiabudi, Banyumanik Semarang
Pekerjaan : RRI Semarang - staff belahan siaran
Pendidikan Terakhir : S1 Psikologi Undip
Hobi : Menulis cerpen/Novel, menyanyi
Facebook : diodadita@rocketmail.com
TTL : Semarang, 21 Mei 1987
Alamat : Jl. Primatama kav 35, Perumahan Taman Setiabudi, Banyumanik Semarang
Pekerjaan : RRI Semarang - staff belahan siaran
Pendidikan Terakhir : S1 Psikologi Undip
Hobi : Menulis cerpen/Novel, menyanyi
Facebook : diodadita@rocketmail.com