Dongeng: Dongeng Ihwal Cindelaras
Senin, 27 Oktober 2014
Raden Putra yakni raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang manis jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra mempunyai sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu yang jelek kepada permaisuri. "Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku harus mencari nalar untuk menyingkirkan permaisuri," pikirnya.
Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib menyampaikan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain yakni permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi marah mendengar klarifikasi tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.
Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas saat sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan hewan penghuni hutan. Suatu hari, saat sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. "Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memperlihatkan telur itu kepadaku." Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra..."
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal seruan mengapa mereka hingga berada di hutan. Mendengar kisah ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras lalu dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia sanggup mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita wacana kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar gosip itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini ganteng dan cerdas, tampaknya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, bila ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi bila ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah saya mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kamu sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk ibarat membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa usang ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba yakni permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua kejadian yang bersama-sama telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melaksanakan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memperlihatkan eksekusi yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras sanggup berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
TAMAT Pesan moral : Kebaikan akan berbuah kebaikan sedang kejahatan akan mendatangkan penderitaan.
Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah. Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib menyampaikan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. "Orang itu tak lain yakni permaisuri Baginda sendiri," kata sang tabib. Baginda menjadi marah mendengar klarifikasi tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang permaisuri ke hutan.
Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. "Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh," kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas saat sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan hewan penghuni hutan. Suatu hari, saat sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur. "Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memperlihatkan telur itu kepadaku." Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat. Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan! "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra..."
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal seruan mengapa mereka hingga berada di hutan. Mendengar kisah ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras lalu dipanggil oleh para penyabung ayam. "Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku," tantangnya. "Baiklah," jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia sanggup mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.
Berita wacana kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun mendengar gosip itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras. "Hamba menghadap paduka," kata Cindelaras dengan santun. "Anak ini ganteng dan cerdas, tampaknya ia bukan keturunan rakyat jelata," pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, bila ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi bila ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. "Baiklah saya mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kamu sebenarnya, anak muda?" Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk ibarat membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa usang ayamnya segera berbunyi. "Kukuruyuk... Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra...," ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. "Benarkah itu?" Tanya baginda keheranan. "Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba yakni permaisuri Baginda."
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua kejadian yang bersama-sama telah terjadi pada permaisuri. "Aku telah melaksanakan kesalahan," kata Baginda Raden Putra. "Aku akan memperlihatkan eksekusi yang setimpal pada selirku," lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras sanggup berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.
TAMAT Pesan moral : Kebaikan akan berbuah kebaikan sedang kejahatan akan mendatangkan penderitaan.