Dibalik Dongeng Novel - Cerpen Cinta

DIBALIK CERITA NOVEL
Karya  Ratu Putri

“Asyik.. Akhirnya novel Agnes Jessica rilis.” Kataku ketika melihat infonya di situs mbah google.
“Seminggu lagi novelnya bakalan dijual di toko buku dan gue bakalan jadi pembeli pertama. Haha.. “
Namaku Yuri. Aku penggemar novel-novel karya Agnes Jessica. Kini saya kuliah di jurusan Kimia di Universitas Negeri di Jambi.

Seminggu kemudian saya bergegas ke Gramedia untuk membeli novel tsb. Saat saya datang di Gramed, ternyata tokonya belum buka. Akupun menunggu di salah satu daerah makan yang jaraknya tak jauh dari gramed. Tak jauh dari tempatku duduk, kulihat seorang pemuda dan cewek yang sedang suap-suapan masakan ibarat anak kecil yang gres berguru makan. Huh..apaan itu? Ucapku dalam hati. Akupun menghindari pandanganku dari mereka dan mulai melanjutkan sarapanku. 

Dibalik Cerita Novel
Setelah jam memperlihatkan pukul 10 pagi, akupun menuju gramed. Sepertinya saya bukan pengunjung pertama yang masuk kesini. Aku eksklusif menuju ke lantai atas untuk menemukan novel incaranku. Tak salah lagi, dikerumunan orang itu niscaya terdapat novelnya. Akh. Sial ! mereka sudah banyak yang membeli. Karena takut gak kebagian, dengan langkah setengah berlari saya masuk ke dalam kerumunan orang itu. Segera tanganku meraih novel yang tinggal 2 buah itu. Happ , saya dapat. Tetapi ketika tanganku menariknya, ada tangan lain yang menarik novel itu.
“Maaf, ini punya saya.” Ucapku pada seseorang tsb.
“Maaf mbak, saya sudah menunggu novel ini dari awal.” Kata pemuda itu dengan tangan masih memegang novel.

Akupun memerhatikan wajah pemuda itu. Benar, ia pemuda yang tadi kulihat di daerah makan. Akupun bertanya-tanya, masa sih ada pemuda yang suka baca novelnya Agnes? Padahalkan ceritanya dari sudut pandang cewek. Apa gak ada bacaan lain selain novel apa.
“Mbak!”
“Oh ,ya kenapa?” kataku kaget.
“Novelnya untuk saya saja ya mbak?”
“Kan saya dulu yang ambil mas, tuh masih ada novelnya satu.” Kataku sambil menunjuk ketempat novel tadi berada, tetapi novelnya sudah lenyap diambil orang.
“Lho..kok gak ada yah. Hehe..”
“Mohon ya mbak, untuk saya saja.” Pintanya lagi dan sekali ini dengan memegang tanganku.
“Apaan sih mas, pokoknya saya gak mau.”

Akupun eksklusif mengambil novel itu dan meninggalkan si pemuda gak terang menuju kasir. Ketika akan keluar dari gramed, seseorang menabrakku dengan keras.
“Aww.!” Akupun terjatuh dan barang-barang bawaanku dan cewek itu jatuh berantakan.
“Hati-hati dong mbak, gimana sih!” cewek itu mengomeliku dan mengambil barang-barangnya kemudian pergi meninggalkanku yang masih terduduk karna kaget dengan perlawanan cewek tadi.
“Apa-apaan sih tuh cewek ! Dia yang nabrak malah ia yang ngomelin gue. Gak etis banget !” omelku sambil mengambil barang belanjaanku yang terjatuh.
Sepanjang perjalanan kerumah, saya masih memikirkan insiden di gramed tadi. Kesal bercampur aduk karna perlakuan pemuda dan cewek aneh tadi.
“Oh ya, kalau diingat-ingat cewek yang tadi menabrakku kalo gak salah... cewek yang bersama pemuda tadi. Ya benar .Kok sanggup kebetulan gitu yah? Ada-ada saja.” Ucapku menggeleng kepala karna tak menduga bakalan ibarat ini.

Sesampainya di rumah, saya tak menyangka ketika membuka plastik kresek putih itu yang ada malah komik jepang. Aku berfikir apakah saya salah membeli atau malah ini bukan kepunyaanku. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
“Jangan-jangan keambil sama cewek tadi? Ya ampun, kenapa jadi begini sih. Sial bener gue hari ini.” Akupun menghempaskan tubuhku di atas kasurku dan berlalu tidur.
Satu bulan berlalu sejak insiden di gramed. Aku masih belum menemukan novelku. Dan saya hanya membaca ringkasannya melalui situs internet, karna novel AJ sudah habis kejual. Saat saya hendak ke gramed , saya menerima SMS dari sahabat kampusku yang mengabarkan salah satu sahabat dekat ku masuk RS karna diare. Akupun melajukan mioku ke RS untuk menjenguk temanku. Kulihat Reni yang mengabarkanku sudah berada disitu bersama teman-temanku lainnya. Keadaan Sila tampaknya sudah agak membaik karna sudah diberi obat oleh dokter. Ketika saya berada di parkiran RS ketika akan pulang, saya melihat pemuda putih bertubuh jangkung yang kutemui di gramed. Dia berlari seakan mengejar sesuatu. Akupun mengikutinya dari belakang. Ternyata ia memasuki salah satu kamar VIP di RS itu. 

Aku mengintip dari balik pintu. Kulihat seorang ibu menangis dan dibujuk oleh seorang bapak yang menurutku suaminya. Ada juga dokter yang menilik keadaan seorang pasien cewek. Begitu terkejutnya saya melihat pasien itu ialah cewek waktu itu. Wajahnya pucat dan tubuhnya kurus. Sepertinya ia mengidap penyakit yang parah. Saat saya melihat cewek itu, si pemuda menoleh kearahku. Uppss..aku ketahuan. Aku segera menjauh dari daerah itu.
“Mbak.” Suara itu memanggilku.

Aku berbalik dan melihat pemuda itu berjalan kearahku.
“Saya?” kataku bingung.
“Iya, mbak. Mbak temannya Mini?”tanyanya padaku meyakinkan.

Kulihat pemuda itu begitu tampan, matanya tajam ibarat elang tetapi kelihatan sembab karna mungkin habis menangis. Tubuhnya berisi dan tinggi. Kalau dilihat-lihat ia ibarat Lee Min Ho pemeran korea idolaku. Apalagi potongan rambutnya ibarat di City Hunter. Kok ada yah di Indonesia pemuda ibarat ini.
“Oh, bukan mas. Saya yang waktu itu di gramed berebutan novel sama mas.” Kataku sambil menunjuk kearahku sendiri.
“Iya. Mbak yang waktu itu. Sepertinya penggemar novel Agnes Jessica juga.”
“Iya, saya suka banget novelnya. Berarti mas juga suka ya, jarang-jarang lho ada pemuda yang suka novel gituan.”
“Panggil saya Divo” ucapnya dan menyodorkan tangannya padaku.
“Yuri “balasku dengan senyum.
“Mbak, sanggup kita duduk dulu disana .“Divo menunjuk bangku yang letaknya tak jauh dari daerah kami berdiri.
“Oh, ya boleh.”

Kami pun duduk di bangku panjang itu.
“Oh ya Vo, sebelumnya gue mau minta maaf soal insiden waktu itu.”
“Malahan gue yang mau minta maaf karna mau merebut novel yang udah lo ambil duluan.”
“Iya sih, tapi kesudahannya gue juga gak sanggup tuh novel.” Ucapku kecewa.
“Oh ya, gue belum kasih tau lo wacana novel itu.” Divo menarik nafas sejenak. “Novel lo ada di Mini, soalnya ia kebawa waktu ukiran sama lo di Gramed. Itu benaran lo kan?”
“Hah? serius lo? Iya itu novel gue. Waktu itu cewek lo nabrak gue. Gue ampe pusing mikirannya. Soalnya gak ada lagi jualnya. Udah habis semua.”
“Mini itu adik gue lagi. Gue juga mau minta maaf atas nama dia, soalnya ia gak sengaja keambil novel lo.”
“Oh, jadi Mini itu adik lo? Sorry-sorry.”
“Iya, ia adik gue. Dia juga suka novelnya AJ. Sama ibarat lo. Makanya waktu itu gue berebutan ama lo untuk beli novel itu buat adik gue. Entah mungkin nasibnya lagi beruntung, ia sanggup kebawa novel lo dan sanggup baca novel itu.”
“Hehe.. ia emang beruntung banget. Emang adik lo sakit apaan?” tanyaku penasaran.
“Dia sakit..” Divo membisu sejenak dan wajahnya berubah sedih.”Leukimia.”
“Astaghfirullah. Maaf, gue ikut prihatin dengan kondisi adik lo.”
“Iya terima kasih.” Tiba-tiba Divo meneteskan air mata. Akupun ikut duka melihatnya.
“Maaf.” Katanya dan menghapus air matanya dengan punggung tangannya.
“Gak apa-apa kok. Wajar lagi lo nangis.”
“Gue juga mau ngucapin terima kasih ama lo karna lo, ia sanggup baca novel itu. Dia sudah usang nunggu novel AJ, sampai-sampai ia bilang apakah ia bakalan sempat baca sebelum ia pergi.”
“Gue tulus kok, novel itu buat adik lo aja.” Kataku dengan tersenyum.

Divopun memegang tanganku. Aku terkejut dengan perlakuannya.
“Terima kasih Yuri. Gue kesepakatan kalo gue sanggup lagi novel itu, gue bakalan gantiin punya lo.”
“Gak perlu kok vo, gue tulus ngasih novel itu buat adik lo. Karna cuma itu yang sanggup gue berikan buat adik lo semoga ia senang.”
“Sekali lagi gue banyak terima kasih ama lo.”
“Sama-sama.” Aku tersenyum kepada Divo dan diapun balas tersenyum.
“Oh ya, kalo boleh tau nomor HP lo berapa? Kalo lo butuh sumbangan gue, lo sanggup hubungin gue.” Kami pun bertukaran nomor HP.
Sebelum pulang dari RS, saya menyempatkan diri menjenguk Mini. Mini tampak kurus dan pucat. Awalnya ia agak jutek denganku, tetapi ketika saya kisah wacana novel-novelnya AJ, ia mulai tersenyum denganku. Ternyata ia menyenangkan diajak mengobrol. Kamipun sudah saling akrab.

Keesokan harinya, seusai menjenguk Sila, akupun menjenguk Mini. Ternyata Mini lebih muda 3 tahun dariku yaitu 16 tahun sedangkan Divo 20 tahun. Kami bertiga juga memiliki hobi yang sama bermain basket. Dan kami berjanji kalau Mini sembuh, kami akan latihan bersama. Hari ini Mini tampak begitu senang. Akupun ikut senang melihatnya. Sebelum saya hendak pulang, ia berpesan kepadaku.
“Kak, besok jenguk Mini lagi yah? Mini ada kejutan buat kakak.” Kata Mini dengan suaranya yang pelan dan masih terbaring di daerah tidur.
“Iya, besok abang bakalan kesini lagi. Emang ada kejutan apa sih? Padahal abang belum ulang tahun lho..”
“Ada deh, pokoknya rahasia. Hehe..”
“Iya deh. Gak sabar nih rasanya nungguin besok. Ya udah deh, abang pulang dulu yah..”
“Jangan lupa ya kak.” Kali ini Mini tersenyum lagi kepadaku. Dia terlihat cantik, meskipun lagi sakit. Semangatnya untuk sembuh juga begitu menciptakan orang-orang terkesan.

Atas perintah Mini, Divo mengantarku pulang. Sesampainya di depan rumah, tiba-tiba Divo memelukku.
“Yuri, beribu-ribu kali gue ucapin terima kasih banget sama lo karna udah bikin Mini ceria dan tertawa lagi. Gue gak tau harus ngebalas kebaikan lo dengan apa.” Ucap Divo masih dengan memelukku. Akupun kaget dan tak sanggup berbuat apa-apa. Jantungku berdetak begitu cepat dan fatwa darahku serasa mengalir deras. Aku galau dengan perasaanku ini. Apakah saya mulai menyukai Divo? Tapi saya belum yakin dengan perasaan ini. Divopun melepaskan pelukannya dariku.
“Yuri.”
“Apa?” saya yang dari tadi bangkit kaku mulai menyadari Divo memanggilku.
“Lo kenapa?”
“Nggak kok, cuma kaget aja.”
“Ya udah kalo gitu gue balik ke RS dulu.”
“Iya, hati-hati.”
Divopun melaju dengan Tiger merahnya. Baju kaosnya bergoyang-goyang tertiup angin. Tak usang kemudian ia lenyap dari pandanganku. Malam ini saya begitu lelah dan tertidur dengan pulasnya. Keesokan harinya saya berkemas-kemas menuju RS. Karna HP ku mati, saya pun men-charge-nya terlebih dahulu. Ketika HP ku menyala, ternyata ada banyak panggilan tak terjawab dan pesan dan itu sekitar jam 4 subuh. Ternyata itu semua dari Divo. Akupun membuka satu persatu pesan darinya. Aku pun terkulai lemas dan terduduk di daerah tidurku. Rasanya kakiku sudah tak sanggup lagi untuk bergerak. Mini meninggal dunia.

Di pemakaman ini terasa begitu sejuk. Orang bau tanah Divo telah pulang dari pemakaman, begitu juga pelayat lainnya. Kini tinggal saya dan Divo yang berada di samping pemakaman yang penuh dengan bunga itu. Divo tampak sudah mengikhlaskan kepergian Mini. Meskipun saya tau isi hatinya sangat bersedih kehilangan Mini.
“Yuri, lo tau nggak apa kejutan yang disiapin Mini untuk lo sebelum ia pergi.” Kata Divo masih dengan tatapan kosong kearah nisan Mini.
“Gue gak tau vo, tapi yang niscaya kejutan dari Mini bakalan buat gue suka banget.”
“Dia mau memberi lo semua koleksi novel AJ yang ia punya. Termasuk novel yang lo berikan ke dia.”
Mendengar hal itu, saya jadi terharu. Mini yang gres kukenal , sudah ingin memperlihatkan barang kesukaannya kepadaku. Padahal saya bukanlah satu-satunya orang yang ia kenal. Ada banyak sahabat yang menyayanginya. Dan juga saya merasa belum begitu banyak membuatnya senang karna kehadiranku. Kini saya sadar bahwa kedekatan seseorang bukanlah berdasarkan berapa usang waktu yang mereka lalui bersama. Melainkan seberapa berartinya orang itu dalam setiap jam, menit, bahkan setiap detik bersamanya. Mini telah berusaha sekuat tenaganya melawan rasa sakit itu. Dia orang yang besar lengan berkuasa dan pantang menyerah. Dan usahanya itu niscaya akan dicatat sebagai amalan baiknya.

Empat puluh hari sehabis kepergian Mini, saya dan Divo pergi ke Gramed. Aku mencari novel incaranku, dan ketika saya mengambil novel itu, ada tangan yang menariknya dari tanganku.
“Maaf mbak, novel ini untuk saya saja yah?” ucap Divo tersenyum.
“Ya sudah deh, ambil untuk mas saja.” Kataku membalas senyumannya.
“Lho, kok gak murka rii?”
“Iya sih, soalnya mana tau lo ada perlu dengan novel itu.”
“Kalo gue mau ambil hati lo juga gimana? Boleh juga gak?”
“Apa?” mendengar kata-kata Divo itu, jantungku kembali berdetak cepat.
Mungkin ia mengetahui apa yang saya rasakan padanya ketika ini. Dia pun menarik tanganku dan menggenggamnya lembut. Kami saling tersenyum satu sama lain. Entah apa yang akan terjadi pada kami selanjutnya. Tetapi saya yakin saya akan senang bersamanya sebahagia saya melaluinya bersama Mini.

Maret 2012

PROFIL PENULIS
Haii.. namaku Ratu Putri. Sekarang saya kuliah di Akper Telanai Bhakti Jambi. Aku suka sekali baca, khususnya novel dan cerpen. Selain itu saya juga suka nulis cerpen. Ini pertama kalinya saya mengirim cerpen ke situs online. mungkin banyak kekurangannya, jadi harap maklum yah.. soalnya saya ini pemula, mohon bimbingannya.. kalau ingin coment atau ngasih saran, kirim aja ke facebook https://www.facebook.com/rathura.puthrii
thanks :)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel