Sinar Mentari - Cerpen Cinta Romantis

SINAR MENTARI
Karya Mimin Khoirum Widiawati

Aku menapaki jalan setapak yang berair dan becek sebab gres saja telah turun hujan. Jalan ini lengang, tak ada satu orangpun yang lewat, kecuali aku. Aku takut, tapi saya berusaha untuk melawan rasa takutku, dan bergegas ingin hingga kerumah. Aku gres saja pulang dari kursus memasak. Waktu sudah mengatakan pukul 9 malam. Tapi, saya belum juga hingga dirumah dikarenakan jalan yang becek, membuatku sulit untuk berjalan. Jalan ini licin, saya takut terpeleset. Dan tiba-tiba. . . . . . . .

BRAKKK!!!!!!! Aku terjatuh. Sakit memang, tapi saya harus bangun. Kondisi badanku yang memang kurang enak, membuatku tidak ingin melanjutkan perjalanan. Tapi saya harus pulang. Akhirnya, pukul 9.30 malam saya hingga dirumah.
Sinar Mentari
Sesampainya dirumah. . . .
“Dari mana saja kau nduk..?” tanya Ibuku
“Maaf Bu, saya tadi pulang dari kursus memasak, tapi sebab jalanan licin dan becek saya tidak dapat cepat-cepat Bu. Aku takut jatuh, ini aja saya udah jatuh..” Jawabku
“Aduh Sinar, Ibu kan sudah bilang, kau tidak usah lagi ikut kursus yang tidak penting itu nduk. Ibu dapat mengajari kau memasak tanpa perlu kursus-kursus. Kondisi kau tidak ibarat teman-temanmu yang sehat nduk. Kamu perlu banyak istirahat. Nanti penyakitmu kambuh kalau kau terlalu banyak aktivitas..” kata Ibu cemas.
“Tapi Bu. . . .”
“Tidak ada tapi-tapian nak. Ibu tidak ingin kau jatuh sakit lagi. Ibu tidak ingin kehilangan kau nduk. Untuk kali ini saja, turuti Ibu sayang.” Kata Ibu
“Aku gak dapat Bu. Maafin aku. Aku senang memasak, saya gak dapat tanpa memasak Bu. Aku ingin menjadi jago ibarat chef-chef yang populer yang sering muncul di TV itu Bu.” Kataku
“Jangan ndeso Sinar! Kamu ini sakit! Kamu tidak ibarat teman-temanmu yang sehat. Kamu harusnya lebih memperhatikan kesehatanmu nak.” Kata Ibu
“Iya Bu. Aku tau kalau saya ini penyakitan. Tapi, apa saya gak boleh, mengejar cita-citaku Bu? Gak boleh? Saat saya memasak, saya merasa lebih senang dan lupa akan semua penyakit yang menimpaku Bu. Saat saya memasak, saya merasa sangat tenang. Aku mohon Bu, izinkan saya untuk tetap kursus memasak..” pintaku
“Baiklah Sinar bila itu kemauanmu. Ibu ingin yang terbaik untukmu nak. Tapi kau harus ingat, kau harus menjaga kesehatanmu, supaya penyakitmu tidak praktis kambuh..” kata Ibu
“Iya Bu. Makasih yah Bu (sambil memeluk Ibu)”
“Iya nduk. Sekarang kau tidur yah, besok kan kau harus sekolah.” Kata Ibu
“Baik Bu..” jawabku
Aku pun masuk kedalam kamar dan berkemas-kemas untuk tidur. Yah, beginilah keadaanku. Tinggal di rumah yang sederhana dengan seorang Ibu yang begitu menyayangiku. Ayahku sudah usang telah tiada. Aku mempunyai seorang adik perempuan dan seorang abang laki-laki. Namaku, Sinar Mentari. Yah, nama yang sangat indah untuk kumiliki. Aku senang dengan namaku itu. Sudah 2 tahun ini, saya divonis Dokter mengidap Leukimia. Dokter memprediksikan, bahwa umurku tidak akan usang lagi. Tapi buktinya, hingga dikala ini saya masih dapat bertahan demi orang-orang yang kucintai. Demi Ibu, Kak Radit, dan Savira. Aku sangat menyayangi mereka. Aku kini sedang duduk di kelas X SMA. Aku sangat hobi sekali memasak. Dulu, Ibuku menentang hobiku itu, sebab dia pikir dengan saya kursus memasak, saya akan menghabiskan banyak tenaga sehingga saya kecape’an, dan hasilnya penyakitku kambuh lagi. Tapi sekarang, Ibu sudah mendukung hobiku. Aku senaaaang sekali.

Keesokan harinya. . . . .
“Sinaaaaaaaaaaaaarrrr!!! Baaaaaannnggguuuunnnn!!! Teriak Kak Radit sempurna di telingaku.
“(kaget) apaan sih Kak Radit. Aku masih ngantuk.” Jawabku bermalas-malasan
“Yasudah kalau kau gak mau sekolah, tidur aja terus. Kakak udah mau berangkat nih.” Kata Kak Radit
“Emangnya ini jam berapa sih Kak?” tanyaku
“Jam setengah 7.” Kata Kak Radit sambil berlalu keluar dari kamarku
“Apaaaa!!! Aduh Kak Raaaaaaaaaddddiiiiiittt!! Kenapa gak bilang dari tadi kalau udah jam segini. Aku kan dapat telat! Kak Radiiiitt!!” kataku memanggil Kak Radit
“Yah salah sendiri. Udah yah, abang berangkat dulu. Assalamualaikum Sinar..” kata Kak Radit sambil meninggalkanku, dia pergi dengan tawa senang sebab adiknya telat.
“Walaikumsalam, eh Kak Radit! Aduuh. Tungguin dong, saya mandinya kilat deh.. Kak, Kak Radit..” kataku
“Gak mau ah. Nanti abang telat lagi. Hahahahaha!!” kata Kak Radit
“IIIIHHHHH!! Kak Radit NYEBELIN!!” kataku
Akupun bergegas untuk mandi dan berkemas-kemas kesekolah. Gara-gara telat, saya jadi lupa sarapan dan lupa mengambil uang saku. Alhasil, saya jalan bahkan sedikit berlari untuk mencapai sekolahku yang jaraknya kurang lebih 1km dari rumahku. Saat perjalanan kesekolah, tiba-tiba saja ada motor yang berhenti sempurna disebelahku. Akupun menengok dan. . . . .
“Telat yah?” tanya Reyhan, sahabat sekolahku
“Oh kau Rey. Aku kira siapa. Iya nih. Mana Kak Radit gak mau antarin saya lagi. Nyebelin!” jawabku
“Hahahaha! Habisnya kau telat sih, jelaslah Kak Radit gak mau antarin kamu. Yaudah, bareng saya aja yuk..” ajak Rey
“Hmm. Iya deh.” Jawabku
Akupun naik keatas motor Reyhan. Reyhan yakni sahabat sekolahku. Tepatnya, sahabat sekelasku sekaligus sahabat baikku. Aku sangat suka padanya, sebab dia baik. Bukan suka yang gimana-gimana loh. Hihihih. Reyhan ganteeeng banget. Banyak cewe-cewe disekolah yang naksir dia. Tapi, dia gak mau. Mungkin Reyhan trauma sama cewe kali yah. Tapi gak papa sih, Reyhan tetap sahabat baikku, ibarat apapun dirinya. Aku sayang Reyhan.

Sesampainya disekolah. . . . . . .
“Sampai didepan gerbang yah aja tuan putri yang cantik.” Kata Reyhan
“Ih! Apaan sih Rey.? Hahahah! Iya deh. Makasih yah, pangeran yang jelek rupa.” Jawabku
“Eh! Sialan! Aku dikatain jelek rupa. Awas aja yah kamu, nanti gak saya tebengin lagi.” Kata Reyhan
“Hahahahh! Iya iya deh, sori Reyhan yang keren. Makasih yah.” Kataku
Akupun berlalu meninggalkan Reyhan yang akan memarkir motornya. Sesampainya dipintu kelas, saya melihat belum ada guru yang masuk. Syukurlah, saya tidak terlambat. Akupun kemudian duduk ditempatku, dan mulai membuka-buka buku pelajaran yang akan kami pelajari hari ini. Yah, itulah kebiasaanku. Selalu membuka buku sebelum pelajarannya dimulai. Saat Reyhan masuk kedalam kelas, sempurna sekali. Belpun berbunyi. Semua murid bergegas masuk kedalam kelas dan duduk ditempatnya masing-masing. Tak berapa usang kemudian, Bu Dian guru Bahasa Indonesia pun masuk. Tanpa banyak basa-basi, dia pribadi mengucapkan salam dan pelajaranpun dimulai. Aku sangat suka pelajaran Bahasa Indonesia.
Tak berapa dikala kemudian, bel pun berbunyi. Menandakan pergantian jam pelajaran. Tak berapa usang juga, Pak Heru guru Matematika pun masuk. Dia pribadi menanyakan PR yang diberikannya ahad lalu. Kami pun pribadi mengumpulkannya dan dia pun pribadi melanjutkan pelajarannya dikala semua murid sudah mengumpulkan PR. Akhirnya, bel pun berbunyi. Ini menunjukan istirahat telah tiba.

“Baiklah anak-anak, pelajarannya kita lanjutkan besok, kini sudah waktunya istirahat. Jangan lupa untuk mengerjakan kiprah yang Bapak berikan. Bapak akhiri, Assalamualaikum.” Kata Pak Heru sambil meninggalkan kelasku
“Walaikumsalam” jawab murid-murid

Di kantin. . . . . . .
“Hay Sinar, lagi ngapain kamu?” sapa Reyhan tiba-tiba
“Aduh Reyhan, daritadi ngagetin terus sih. Aku lagi mencar ilmu resep buat cake nih. Hehehheh” jawabku
“Loh. Bukannya Ibu kau melarang kau buat ikut kursus memasak itu yah? Nanti kau sakit lagi Sin. Kamu harus jaga kesehatan kamu. Ingat itu.” Kata Reyhan mengingatkan
“Iya Rey. Tapi itu dulu, kini Ibuku sudah mengizinkan untuk ikut kursus memasak itu. Aku senaaaang sekali. Ibuku hasilnya mengerti apa keinginanku.” Jawabku riang
“Wah.. Baguslah kalau begitu. Itu artinya, kau dapat menyalurkan talenta memasakmu dan kau dapat menjadi jago ibarat chef yang TV itu.” Kata Reyhan
“Hahahah!! Pikiranmu sama denganku Rey. Aku juga ingin menjadi ibarat itu. Sangat ingin.” Kataku
“Tapi kau harus ingat Sinar, kau harus lebih menjaga kesehatanmu. Aku gak mau kau sakit lagi. Kamu jangan terlalu lelah yah.” Kata Reyhan mengingatkan
“Iya Rey. Aku tau kok.” Kataku

Bel masukpun berbunyi. Semua murid-murid bergegas memasuki kelasnya masing-masing. Begitupun saya dan Reyhan. Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Akhirnya, bel yang ditunggu-tunggu pun berbunyi. Yah, bel yang menunjukan waktu pulang sekolah. Semua murid kemudian merapikan barang-barangnya dan memberi salam pada guru yang terakhir mengajar. Kami semua pun hasilnya pulang.

Perjalanan pulang. . . . . .
“Sinar, pulang sama siapa?” tanya Reyhan
“Gak tau nih Rey. Kayaknya Kak Radit gak jemput saya deh.” Jawabku
“Yaudah, bareng saya aja yuk, daripada kau jalan kaki atau naik bis, ongkosnya lebih mahal, lagian niscaya kau capek juga kalau jalan kaki. Aku tau kalau kau gak bawa uang saku kan?” kata Reyhan
“Heheh!! Iya. Yaudah deh, saya bareng kau aja (sambil naik kemotornya Reyhan)”
“Tapi, kita makan dulu yah.” Kata Reyhan
“Terserah kau aja Rey. Tapi traktir yah.” Jawabku
“Sip sepakat bos..” jawab Reyhan

Aku dan Reyhan pun tiba disebuah daerah makan. Reyhan memesankan saya makanan dan minuman. Dia juga memesan sama ibarat makanan dan minumanku. Kami berdua pun makan. Setelah kenyang, saya dan Reyhan pulang. Reyhan mengantarkanku hingga kerumahku. Setibanya dirumahku, Reyhan tidak mau mampir. Katanya, ada les yang harus dia ikuti dan dihentikan terlambat. Akupun kemudian mengucapkan terimakasih padanya, kemudian saya masuk kedalam rumahku. Reyhan pun pulang. Saat saya memasuki rumahku, Ibu sudah menungguku di meja makan. Ibu kemudian mengajakku untuk makan siang bersama.
“Sinar, kau sudah pulang nduk. Makan dulu yah nak, ganti baju kau dulu.” Kata Ibu
“Aduh Bu, maaf yah. Tapi saya tadi sudah makan sama Reyhan Bu. Tadi saya pulang sama dia, jadi sekalian diajak makan sama dia.” Jawabku
“Yasudah, kau ganti baju aja dulu. Jangan lupa shalat ya nduk.” Kata Ibu
“Oke deh Bu, Sinar kekamar dulu yah Bu.” Jawabku
Sesampainya dikamar, saya pribadi ganti baju. Setelah ganti baju, saya bergegas mengambil air wudu untuk melaksanakan shalat Dhuhur. Beberapa dikala kemudian, akupun selesai shalat. Aku kemudian merebahkan tubuhku diatas kasur dan saya mulai menulis di buku harianku.

Ada getaran yang beda, ketika sepasang mata yang indah itu saling menatap. Ada sesuatu, yang sangat Istimewa dan sangat berarti maknanya bagiku. Aku ingin, bila sepasang mata yang indah itu menjadi milikku. Aku ingin memilikinya. Ingin sekali. Tuhan, apakah ini cinta? Sampai dikala ini saya masih belum mengerti. Ketika saya berada dalam sebuah hutan yang gelap dan tidak ada siapapun disana, saya dapat melihat sebuah cahaya yang terang menyala. Yah, cahaya cinta dari seseorang yang mempunyai sepasang mata yang indah.

Sinar
Setelah selesai menulis dibuku harianku, tanpa sadar akupun terlelap. Sampai akhirnya, adzan berkumandang. Akupun terbangun dari tidur siangku. Aku kemudian mengambil air wudu dan melaksanakan shalat Ashar. Setelah selesai shalat, saya berjalan keluar kamar. Aku duduk dihalaman belakang rumahku. Aku duduk, dan terus duduk disana. Aku merenungi nasibku. Sampai kapankah saya akan bertahan hidup? Akankah saya sembuh? Ya Tuhan. Pikiranku kacau sekarang. Tanpa saya sadari, air mataku pun mengalir. Aku dengan cepat menghapusnya, sambil berkata “Tidak Sinar! Kamu orang yang kuat, kau niscaya dapat Sinar! Jangan putus asa!”

Beberapa hari kemudian. . . . .
“Oh Tuhan, hingga kapankah saya akan bertahan?” Sudah seminggu ini pikiranku diganggu oleh pertanyaan itu. Bahkan saya hingga lupa untuk kursus memasak sebab saya merasa telah hancur. Aku bukanlah Sinar yang biasanya. Kali ini saya lebih ringkih dan lebih praktis putus asa. Mengapa saya ibarat ini? Apakah Tuhan akan memanggilku sebentar lagi? Entahlah, yang terperinci kini saya tidak berminat untuk melaksanakan apa-apa. Aku hanya berusaha untuk memperbanyak amal baikku dan terus melaksanakan perintah-perintahNya. Mungkin ini yakni sebuah firasat, kalau Tuhan akan memanggilku sebentar lagi.

Hari-hari belakangan ini selalu saya lewati dengan murung. Tak seceria biasanya. Hingga pada suatu sore, saya bertemu dengan Rey di sebuah taman. Aku kebetulan jalan-jalan disana sendirian untuk menghilangkan pikiran-pikiran yang selama ini menggangguku. Dan, Rey pun menyapaku.
“Sendirian aja Sin?” tanya Reyhan
“Iya Rey. Kamu juga sendirian?” tanyaku balik
“Iya, kau ngapain disini? Akhir-akhir ini, saya sering melihatmu sedih dan berdiam diri. Gak ibarat Sinar yang biasanya. Sinar yang periang dan lucu. Ada apa?” tanya Reyhan khawatir

Akupun duduk di sebuah kursi taman, dan mulai bercerita apa yang selama ini saya alami pada Reyhan.
“Rey, kau gak akan pernah ngerti apa yang selama ini saya rasain.” Kataku, memulai pembicaraan
“Apa maksudmu Sin?” tanya Reyhan
“Aku mencoba buat menjadi seorang yang periang dan lucu dihadapan semua orang, tapi itu hanya kebohongan yang besar. Aku ringkih Rey, saya pecundang, saya hancur!” kataku seraya menitikkan air mata
“(sambil memelukku yang sedang menangis) kata siapa? Kamu gadis yang berpengaruh Sinar. Kamu itu yakni ide bagi penderita leukimia yang lain. Kenapa kau ngomong kayak gitu? Apa yang menciptakan kau berfikir ibarat itu sehabis kau dapat melupakan penyakitmu dan mencoba menjadi periang didepan orang-orang yang mengkhawatirkanmu? Kamu itu gadis yang luar biasa! Kamu tau itu Sinar? Kamu tau kenapa kau menjadi gadis yang luar biasa? Karena kau masih dapat tersenyum disaat kau sedang susah, kau masih dapat tertawa, dan kau juga dapat menciptakan orang lain tertawa. Kamu luar biasa!” kata Reyhan memberiku semangat
“(tersenyum) makasih Rey, kau udah ngajarin saya hal baru. Kamu baik banget. Sekarang, saya bakalan coba buat jadi Sinar yang dulu lagi. Makasih yah Rey. (memeluk Reyhan)”
“Iya Sinar, oiya ada satu hal lagi yang pengen saya sampein ke kamu.” Kata Reyhan membuatku penasaran
“Apa?” tanyaku
“Selama ini, ada sebuah bintang yang bersinar terang dihatiku. Aku ingin mempunyai bintang itu. Ingin sekali. Bintang itu berjulukan Sinar.” Kata Reyhan
“Maksudmu?” tanyaku lagi
“Aku menyayangi kau Sinar. Aku sayang sama kamu. Kamu mau kan jadi pacarku?” kata Reyhan menciptakan jantungku serasa berhenti berdetak

Tuhan. Hatiku serasa melayang mendengar perkataan Reyhan. Aku juga mencintainya, sangat sangat mencintainya. Terimakasih Tuhan, Engkau mengirimkanku seorang malaikat yang akan terus menuntunku kearah yang benar. Akupun mengiyakan pertanyaan Reyhan, yang berarti saya mau menjadi kekasihnya. Reyhan ternyata sama denganku, dia juga sangat senang mendengar jawabanku. Terimakasih Tuhan.

Beberapa bulan kemudian . . . . .
Sudah 2 bulan saya pacaran dengan Reyhan. Hubungan kami sangat akur. Aku semakin usang semakin mencintainya. Hingga tragedi itu datang. Bencana yang selama ini saya takutkan. Yah, leukimia. Penyakit itu semakin ganas. Dia tidak mau lagi bertoleransi dengan tubuhku. Hingga akhirnya, saya harus dirawat dirumah sakit. Sedih memang, saya tidak dapat melihat Reyhan yang selalu menghiburku, kemana dia? Mengapa dia tidak tiba menengokku. Ya Tuhan, ada apa dengan Reyhan?
Sudah seminggu saya dirawat dirumah sakit, tapi Reyhan tidak juga menengokku. Apakah Reyhan sudah mulai bosan dengan perempuan penyakitan ibarat aku? Ah, itu tidak mungkin! Reyhan sangatlah menyayangiku. Sampai suatu hari, penyakitku semakin parah. Aku sudah tidak mampu lagi untuk berkata-kata. Dan hari itu, Reyhan tiba dengan membawa sebuah cake kesukaanku. Ya Tuhan, Reyhan sengaja membelikan cake itu untukku? Senangnya..
“Gimana? Udah enakan?” tanya Reyhan
“(menggeleng) pe-nya-kit-ku se-ma-kin pa-rah Rey. A-ku ti-dak bi-sa ba-nyak ber-bi-ca-ra.” Jawabku dengan terbata-bata
“(menangis sambil memelukku) maafkan saya Sinar, saya tidak pernah ada disaat kau membutuhkanku. Aku benar-benar tidak mempunyai kegunaan buatmu Sinar. Maafin aku. Ini, saya bawakan cake kesukaanmu. Selama ini, saya kursus masak sepertimu, biar saya dapat menyebarkan kau sesuatu. Seperti cake ini. Gimana, kau suka gak?” tanya Reyhan sambil terus menangis
“(mengangguk) i-ya, gak pa-pa. Rey-han, a-ku sa-yang ka. . . . . .
“Sinar, Sinar!! Bangun Sinar! Kamu kenapa? Jangan tinggalin saya Sinar!!! Sinaaaaaarrrrrr!!!” teriak Reyhan

Sinarpun meninggal. Dia menitipkan secarik kertas untuk Reyhan. Yang isinya. . .

To : Reyhan sayang
Ketika pemilik sepasang mata yang indah itu menjadi milikku, saya sangat senang. Bahkan, sulit rasanya untuk saya percaya kalau saya yakni pacarmu. Aku menyayangimu Rey. Meskipun saya udah gak ada disisi mu, tapi percayalah kalau saya akan selalu ada dihatimu. Aku akan selalu hidup disana, menemanimu hingga kapanpun. Aku sayang kau Rey.
Sinar

Reyhanpun menangis. Dia sadar kalau dia benar-benar menyayangi Sinar. Sosok perempuan yang menciptakan hidupnya menjadi lebih berwarna. Yang selalu memberi tawa dihidupnya. Dialah Sinar, Sinar Mentari yang sangat dia sayangi. Yang untuk hari ini dan seterusnya, akan hidup dihati Reyhan meskipun sosoknya sudah tidak dapat lagi dilihat..

PROFIL PENULIS
Nama ku Mimin Khoirum Widiawati, lahir di Malang 26 Desember 1996. sekarang, saya tinggal di Bontang, Kalimantan Timur. Aku sudah kelas 10 di SMKN1 Bontang. Hobiku nulis, baca dongeng apa aja, terus masak. alamat Twitterku, @KhoirumWidia. Follow yaah, semoga kalian suka dengan cerpenku :D

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel