Hati Ini Untuk Kintan - Cerpen Cinta

HATI UNTUK KINTAN
Karya Arasy Nurjatmika

Kintan terkejut sehabis mengetahui semuanya. Alasan mengapa selama ini kedua orangtuanya lebih memanjakan dirinya daripada kakaknya dan juga alasan mengapa abang Kintan selalu iri terhadapnya. Sclerosing Kolangitis Primer yang dideritanya menciptakan kedua orangtuanya sangat memanjakannya. Sclerosing Kolangitis Primer merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan hati. Kedua orangtua Kintan tidak pernah bercerita kepada Kintan dan juga kakaknya jikalau Kintan mengidap penyakit serius dan langka. Selama ini yang mereka tahu hanyalah ada sedikit kelainan di hati Kintan.
“mba sih ngga ada maksud untuk bedain Kintan sama Kinar. Tapi mba cuma pingin di sisa hidup Kintan ia bahagia.”
“emang udah parah mba?”
“udah sampe gagal hati. Mba pesimis ada yang mau donorin hatinya untuk Kintan.”
Tak sengaja ia mendengar pembicaraan mama dan Tante Ratih. “gagal hati? Kenapa mama ngga pernah cerita? Pantes aja semenjak 6 bulan kemudian mama sering ngajak saya ke dokter”. Kintan kembali ke kamarnya dengan perasaan sangat sedih.
***

Hati Ini Untuk Kintan
“ma Kintan mau keluar dulu ya sebentar”
“mau kemana sayang?”
“toko buku.”
“sendiri? Minta anterin kak Kinar aja.”
“ngga usah ma Kintan naik taksi aja.”
“yaudah, jangan pulang telalu sore ya”

Sejak insiden itu sebisa mungkin Kintan menolak setiap kemudahan yang ditawarkan mama. Kintan eksklusif menuju ke bab novel dan mencari novel yang Kintan cari. Setelah beberapa menit mencari ia tidak juga menemukan buku yang ia cari. Melihat Kintan yang sedang resah seorang petugas menghampiri Kintan.
“ada yang sanggup saya bantu kak?”
“oh iya mas. Mmm.....novel The Blondy Lady ngga ada ya mas?”
“Lady-nya udah ngga Blondy kak, udah item rambutnya. Hehehe....... lagi kosong”
“hahaha mas lucu juga hahaha”
“saya bukan badut mba hehe”
“hahahaha..”
“Argo..” petugas toko buku itu menjulurkankan tangan kanannya kepada Kintan.
“Kintan.” Balasnya dengan senyum.
“novel yang lain aja kak Kintan. Tuh banyak yang seri Sherlock Holmes juga.”
“yang itu saya udah baca. Lagi pengen banget The Blondy lady. Oh iya jangan pake kak ya Kintan aja” Argo mengangguk. “Saya punya The Blondy Lady, mau pinjem?”
“serius? Emang boleh?”
“hehe..boleh.”
“asiiiiikkk.....satu lagi, jangan pake saya ya formal banget hehehe”
“ngga usah pake mas juga saya eh gue eh saya ngga tua-tua banget kok”
“okeee...”
Kintan mendapat sobat baru. Seorang petugas toko buku yang bekerja paruh waktu. Sejak ketika itu mereka berteman. Karena jarak umur diantara mereka hanya terpaut 3 tahun maka dialog mereka nyambung.

Saat makan malam Kintan menceritakan sobat barunya itu kepada Mama dan Papanya. Kedua orangtuanya sangat senang melihat Kintan senang. Saat makan Kintan batuk dan mengeluarkan darah. Mama dan papanya sontak menapatap dengan tatapan kaget. “lagi sariawan jadi ada darahnya deh.” Begitu kata Kintan supaya orangtuanya tidak curiga bahwa ia sudah mengetahui semuanya. Setelah makan Kintan kembali ke kamar dan menangis. “berapa usang lagi ya hidup aku?”. Sementara di ruang tamu Mama dan Papa sedang berbicara dengan Kinar.
“kenapa ngga pernah bilang sih Pa?” mereka terdiam
“makanya kini kan kau udah tau, papa sama mama harap kau ngga iri lagi ya sama Kintan. Yuk kita sama-sama bahagiain dia.”
“tanpa Papa minta saya bakal bahagiain ia Pa. Aku kira Papa sama Mama cuma sayang sama Kintan. Maafin saya Pa, Ma. Aku ngga bakal kecewain Kintan. Aku bakal berusaha sekuat tenaga untuk bikin Kintan bahagia.”
***

“haaay sayaaaang.. gres pulang ya?”
“hah? Tadi bilang apa kak? Sayang? Ngga salah?”
“yee dibilang sayang malah gitu”
“abisnya kakak...........”
“udah-udah. Eh udah makan? Tuh tadi abang beli spagheti tuh. Makan gih!”
“kenapa dia?”
“eh malah bengong! Udah sana makan!”
“ii...iya iya”

Hari-hari Kintan semakin berwarna dengan hadirnya Argo dan perubahan kak Kinar. Setelah makan Kintan ganti baju dan berpamitan sama kak Kinar.
“mau kemana de?”
“jalan sama Argo nanti tolong bilangin mama ya kak!”
“oh iya tuh udah didepan anaknya, disuruh masuk ngga mau.Jangan pulang malem-malem yaa!”
“sip!”

Argo sudah menunggu di halaman rumah Kintan. Dan mereka pun pergi berjalan-jalan menikmati setiap sudut kota, berdua. Canda dan tawa mengisi perjalanan mereka. Argo bercerita wacana keluarga, kuliah, kawasan kerja dan teman-temannya. Kintan sangat antusias mendengarnya. Ditengah jalan mereka bertemu dengan pedangang es krim dan Argo membelikannya untuk Kintan. Mereka berhenti di sebuah taman. Kemudian seorang pengamen duduk di sebelah mereka.
“boleh pinjam gitarnya mas?”
“oh boleh mas. Sekalian saya titip dulu ya mau ke toilet sebentar.” Argo mengangguk.
“emang kau sanggup main gitar?”
“bisa dooong. Kamu mau request lagu apa?”
“Detik Terakhir-nya Lyla deh”
Detik terakhir pun mengalun indah. Hari yang indah untuk Kintan dan Argo. Diam-diam Argo memendam rasa terhadap Kintan begitu pun sebaliknya. Sejak ketika itu mereka sering jalan bersama Kintan pun semakin sering tiba ke Toko Buku. Argo minta diajarkan berbahasa Jerman oleh Kintan alasannya yaitu Kintan hebat berbahasa Jerman. Sementara Kintan minta diajarkan bermain gitar oleh Argo.
***

“sudah saatnya Kintan tahu wacana semua ini. Dia harus minum obat untuk menguatkan tubuhnya. Saya rasa ia cukup remaja untuk mengetahui semuanya.”
“panggil Kintan ma..”

Mama keluar menghampiri Kintan yang menunggu di depan ruang dokter.
“Dokter Ibrahim mau bicara sama kamu”
Kintan menurut, mereka kembali memasuki ruang dokter. Kintan dan mama duduk di depan dokter sementara Papa bangun di samping Kintan.
“Kintan tau apa yang dokter, mama sama papa mau bilang sama Kintan. Kintan udah tau semuanya dok.”
“maksud kau sayang?”
“semuanya. Penyakit Kintan, seberapa parahnya, wacana donor dan wacana kasih sayang mama dan papa yang berlebihan ke Kintan.”

Airmata mama mengalir deras. Papa memegang pundak Kintan dengan erat.
“Kintan gapapa kok. Awalnya Kintan emang shock banget. Siapa sih yang ngga kaget kalo tahu ia bakal meninggal. Tapi kini Kintan udah sanggup terima semuanya. Sekarang Kintan siap dok. Apapun yang akan dokter lakukan Kintan siap!”
***

Hingga ketika ini Kintan belum juga mendapat donor hati. Kondisi Kintan semakin buruk. Dia semakin kurus, mata dan kulitnya mulai menguning. Tetapi Kintan tak ingin dikasihani. Dia tidak ingin orang-orang yang menyayanginya mengetahui penyakitnya, sekalipun Argo. Kintan tidak pernah kisah kepada Argoo wacana sakit yang dideritanya. Sempat beberapa kali Argo curiga. Saat Argo akan meminjam ponsel Kintan yang ada di tasnya Argo melihat banyak obat disana. Dan ketika Argo bertanya kenapa Kintan semakin kurus Kintan hanya menjawab ia terlalu lelah. Dan Argo mulai mengkhawatirkan kondisi Kintan. Hari ini Argo berencana menyatakan perasaannya kepada Kintan. Enam bulan dirasa Argo cukup untuk mengenal Kintan. Saat mereka duduk di taman yang sama ketika mereka pertama jalan berdua, Argo menyatakan perasaannya.
“Tan, Ich liebe dich!”
“apa? Hahaha udah sanggup bang?” kintan malah meledek Argo.
“aku serius Tan. Ich liebe dich Kintan. Kamu mau jadi pacar aku?”

Kintan terdiam. Dia mengingat kembali semuanya. Penyakitnya, umurnya, dan Kintan tidak ingin menciptakan Argo duka alasannya yaitu kepergiannya. Tapi Kintan juga sangat menyayangi Argo.
“Tan?”
“maaf Go saya ngga bisa. Aku niscaya akan bikin kau sedih..”
“ngga tan kau malah selalu bikin saya ketawa, bikin saya senyum kalo saya inget kamu, kau selalu....”
“udahlah Go! Mulai kini kau jangan hubungin saya lagi! Aku ngga mau ketemu kau lagi!”
Kemudian Kintan pergi. Argo mencegahnya akan tetapi gagal.
“maafin saya Argo. Aku ngga sanggup liat kau duka ketika saya pergi nanti”
***

“Tan, Kintan! Bangun sarapan dulu nanti tidur lagi. Kintan? Tan? Paaaa... Kinaaaar!”

Kintan koma. Semua keluarga sudah berkumpul di rumah sakit. Eyang, om, dan tante Kintan kaget mendengarnya. Mereka murka kepada orangtua Kintan alasannya yaitu tidak memberitahu keadaan Kintan. Begitupun dengan Argo. Makara ini yang Kintan maksud. Makara ini mengapa Kintan selalu memintanya untuk menyanyikan lagu Detik Terakhir untuknya. Setelah 3 hari koma, Kintan sadar. Dokter berkata tidak ada cita-cita lagi untuk Kintan. Satu persatu keluarga masuk ke ruangan dan meminta maaf kepada Kintan. Dan yang terakhir masuk yaitu Argo. Di dalam ruangan ada mama, papa, dan Kinar.
“hai Tan!”
“hai” jawab Kintan dengan lemah. Kedua tangan Argo memegang dekat asisten Kintan.
“Go, saya juga sayang sama kau tapi saya ngga sanggup jadi pacar kamu.” Argo pun tersenyum dan menitikkan airmata.
“aku ngga peduli sama yang kau alamin Tan. Aku tanya sekali lagi kau mau jadi pacar aku?” kintan mengangguk. Argo mencium tangan Kintan.
“makasi sayang” bisik Argo lirih.
“kamu harus akad sama saya kalo kau akan terus lanjutin hidup kau apapun yang terjadi sama aku.”
“kamu niscaya sembuh sayang. Eh kau mau apa kalo udah sembuh?”
“aku mau kau inget saya terus, cuma inget aku. Tapi kau harus terus lanjutin hidup kamu. Makasi untuk semuanya sayang.”
Kintan pun menghembuskan nafas terakhirnya.
***

Setelah pemakaman Kintan semua keluarga kembali ke rumah Kintan untuk memanjatkan doa untuk Kintan. Begitupun dengan Argo. Kinar masuk ke kamar Kintan di meja mencar ilmu Kinar menemukan binder Kintan dan membacanya. Disitu tertulis wacana semua kenangannya bersama Argo wacana berubahnya perilaku Kinar, dan wacana terkejutnya ia akan penyakitnya. Di halaman terakhir ada sebuah catatan

Teruntuk kalian yang telah mengikhlaskan hati untuk menyayangi dan mencintaiku. Terima kasih telah mengisi sisa hidupku dengan pelangi. Pelangi yang menuntunku ke jalan kebahagiaan. Kak kinar terima kasih akan perubahan perilaku abang terhadapku. Aku tahu semua itu hanya alasannya yaitu penyakitku. Tapi saya bahagia. Aku hanya ingin abang tahu bahwa Papa dan Mama juga sangat menyayangi kak Kinar. Setelah saya pergi semua kasih sayang itu hanya akan milik abang seorang terima kasih kak.

Pa, Ma terima kasih atas kasih sayang yang kalian curahkan untukku selama 17 tahun. Tanpa kalian menawarkan kasih sayang yang lebih kepadaku saya sudah bahagia. Aku senang memiliki Papa dan Mama yang baik. Sampai kapanpun saya tidak akan sanggup membalas kemurahan hati kalian. Terima kasih Pa, Ma.
Argo, maaf saya tidak sanggup menjadi kekasihmu dan maaf saya tidak sanggup memberitahu yang terjadi padaku. Terima kasih atas semua yang telah kau beri di 6 bulan terakhir sisa hidupku. Aku gembira padamu. Aku ingin kau mengetahui satu hal bahwa saya juga menyayangi dan mencintaimu. Terima kasih telah mengukirkan goresan indah dalam hidupku. Ukiran yang sangat bermakna dan bernilai. Ukiran yang akan selalu saya kenang di hati walaupun beradu dengan penyakit ini. Argo, terima kasih, saya sayang padamu.

Untuk kalian semua. Terima kasih, terima kasih dan terima kasih atas pengorbanan yang kalian berikan untukku. Aku memang tidak mendapat donor hati akan tetapi kalian telah mendonorkan semua kebaikan, keikhlasan, dan ketulusan hati kalian untuk membahagiakan aku. Terima kasih, saya sayang kalian.

S E L E S A I

PROFIL PENULIS
Nama: Arasy Nurjatmika
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 3 Juli 1995
Agama: Islam


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel