New Story - Cerpen Remaja
Sabtu, 12 Maret 2016
NEW STORY
Karya Agatha Onnasandevi Ratuwangi
“Ayo buruan Saka,” saya menarik tangannya sehabis keluar dari kelas meuju tangga di depan kantor. Dari sini, kita sanggup melihat apapun. Maksudnya, melihat kegiatan teman-teman sekolahku yang berlalu-lalang kesana-kemari. Termasuk ini. Yang saya lakukan yakni melihat ‘dia’ pulang dengan sepedanya.
“Haaiss,” kata Sakata Sina. Sahabat karib saya deh. Dan dijamin Protect secret banget. Aku benar-benar menyayanginya.
Karya Agatha Onnasandevi Ratuwangi
“Ayo buruan Saka,” saya menarik tangannya sehabis keluar dari kelas meuju tangga di depan kantor. Dari sini, kita sanggup melihat apapun. Maksudnya, melihat kegiatan teman-teman sekolahku yang berlalu-lalang kesana-kemari. Termasuk ini. Yang saya lakukan yakni melihat ‘dia’ pulang dengan sepedanya.
“Haaiss,” kata Sakata Sina. Sahabat karib saya deh. Dan dijamin Protect secret banget. Aku benar-benar menyayanginya.
Aku tak sabar menunggunya lewat. Dia itu tidak menyerupai yang kalian bayangkan. Dia yang super ganteng, enggak. Cuman saya yang bilang ia ganteng. Nggak terkenal kok. Nggak kapten basket.nggak ada talenta super star buat ia bagi cewek-cewek lain, selain aku. Dia, Jonansha Air. Aneh kan? Memang nama paling asing yang pernah saya dengar. Tapi, nggak ada problem kok wacana itu. Tapi juga, saya suka kata-kata ‘Air’-nya. Istilah buat saya adalah, My Oxigen. Panggil saja ia Jo. Kalau tak mau panjang lebar saya ceritain wacana dia, intinya, ia segalanya buat aku, segalanya saya tau wacana dia, segalanya buat dia, segala-galanya deh.
“Tiraaaa!!”
New Story |
Astaga! Aku terbangun dari lamunanku karna teriakan Saka. Dasar!
“Apaan sih? Biasa aja kali,” kataku hampir emosi.
“Ah, udah deh, nggak usah alay, yuk,”balasnya.
“Haa? Yuk kemana?”
“Pulang dong. Kemana lagi?” ia berdiri dan bersiap pergi.
“Bentar! Sebentar!! Dia belum lewat Saka-kuu..” sambil berdiri dan memberhentikan langkahnya. Dan tersenyum bagus memandang parkiran sepeda sekolah.
“Dia sudah pulang enam menit lebih dua puluh tujuh menit yang lalu,” katanya dengan santai. Duuerr !! duueerr!! Cethar beud jikalau ini.
“Apaaa!!?? Kenapa nggak manggil saya ??” saya putus asa dan tubuhku lemas seketika. Aku jatuh di aspal sekolah.
“Kamu aja, wong saya sudah beribu-ribu kali mencoba mendobrak lamunanmu untuk melihat ‘Air’-mu itu, yang salah itu, telingamu tauu..” ejeknya.
Bego banget sih aku, batin diriku. Aku masih terduduk di aspal dan mendongkakkan kepalaku untuk melihat Saka. Yah, ia hanya menatapku dengan pandangan asing dan ia juga membiarkanku tetap duduk di sini.
“Apa?” katanya.
“....” saya bergeming. Tung-! Tungguu!! Malah pergi, gumamku yang kesusahan berdiri dengan tas yang super berat. Aku mengejarnya pulang.
***
Setelah satu minggu. Aku tetap menyerupai biasanya. Pulang sekolah selalu melihatnya lewat. Setiap tiga jam pelajaran selalu ijin untuk pergi ke toilet. Tetapi, itu hanya alasanku saja untuk melihat abang kelasku Jo, dikala ia sedang mengikuti pelajaran.
“Saka?”
“Hmm..”
“Sakaa..?”
“Hemmmmm..??”
“Ah, Saka gitu deh sekarang,”
“Apaan sih? Alay deh,” katanya sebal. Aku hanya manyun tak menghiraukan balasannya.
“Tira??” saya menoleh pada Saka dengan sinis dari daerah dudukku.
“Eeee.. awas aja,” sambil mengacungkan jarinya kearahku.
“Enggak kok, gini, besok lusa kan ada pameran sekolah tuh,” Saka mengangguk-anggukkan kepalanya mendengarkanku sembari mengerjakan tugasnya.
“Kamu dateng nggak? Dateng yaa.. saya mau nonton Jo nge-band,.. ya ya yaa..??” lanjutku. Ia tak menggubris kata-kataku.
“Saka? Ya? Sekali ini aja,” saya tersenyum memohon padanya.
“ini udah berkali-kali tau,”
“Terserah deh, tapi, dateng ya? Aku jemput kok,” meringis.
***
Sembari makan di kantin bersama teman-temannya, Jonansha dan persekutuan bandnya sedang membicarakan wacana aksinya besok lusa di program pameran sekolah.
“Udah beres kan?” tanya Billi pada Jo.
“Udah.” Dengan anggukan kepala.
“Ok, jikalau gitu, kita pulang dulu ya,” kata Billi yang beranjak pulang.
“Ok, ok” balas Jo.
Aku Jonansha Air, panggil saja saya Jo. Aku anak grup band sekolah dan saya selalu naik sepeda. Aku ceritain sesuatu ke kalian. Dari setahun terakhir, setiap saya pulang sekolah selalu ada cewek yang melihat saya bersepeda untuk pulang. Kalau nggak salah namanya, Tiranara Embun kelas X. Kaprikornus itu berarti ia adik kelasku. Kemarin saya juga mergokin ia melihatku pulang. Rasanya aneh.
“Ok semuanya, tadi gila keren banget,” kata Billi sambil tersenyum penuh arti.
“Iya, saya juga suka tampilan kita yang kali ini,” tambah Raka yang men-handle drum.
Aku hanya mengagguk-anggukkan kepalau menyerupai orang bodoh. Pikiranku tadi hanya tertuju pada satu orang. Dang orang itu udah nggak asing dikepalaku.
“Heh! Bengong aja daritadi,” kata Billi mengagetkanku.
“Nggak apa kok,” kemudian saya menyelonong pergi.
***
Tadi benar-benar menyerupai mimpi. Batinku.
“Tira?” panggil Saka. Kita sedang makan di stand festival. Aku hanya membalas panggilan Saka hanya dengan menolehkan kepalaku. Ini asing tau.
“Ada apa sih? Cerita dong,” bujuk Saka.
“Merasa nggak? Ada sesuatu yang asing tadi ?” kataku pada akhirnya.
“Tadi yang mana?” tanyanya.
“Tadi waktu band-nya Jo tampil,”
“Ada,” jawabnya santai.
“Benerkan,” jawabku tepatnya pada diriku sendiri.
“Bener apanya?” dengan heran.
“Anehnya lah,” sambil memakan kentang gorengku.
“Hah? Aneh? Aneh apanya?” gila ini bocah, gumamku sambil mengetuk-ngetukkan kepalaku ke meja. Aku menatapnya. Dia tambah heran atas apa yang saya lalukan. Dia tetap mencoba berpikir keras.
“Oo.. aneh,” Nah! Gitu dong, pikirku tersenyum bagus padanya. Dia juga membalas senyumanku.
“Maksudnya, saya menjawab pertanyaanmu yang pertama tadi itu cuman asal-asalan—“ Haah!!??, saya hanya termenung menatap mukanya yang polos. Bukan polos. Kepolosan malah.
“—emang yang asing apaan sih?” lanjutnya.
“Ah! Udah deh. Pusing aku. Nggak usah dibahas,” putus asa aku.
“Aku kebelakang dulu ya, jangan pergi kemana-mana lho,” pamit Saka padaku.
“Hemm..” jawabku. Aku terlalu memikirnya. Jo, apakah kau benar-benar melihat ku tadi? Atau menatapku dikala kau tampil didepan. Aarrgghh!! Aku menggaruk-garuk kepalaku yang bergotong-royong tidak gatal. Lalu menaruh kepalaku di meja menghadap kearah samping. Aku capek.
“Saka kemana sih?” gumamku menatap jam tanganku. Alu menengok kearah toilet. Tapi tuh orang nggak keluar-keluar. Aku pun berjalan menghampirinya di toilet.
Saat saya berjalan dengan gontai ada tanagn yang menyentuhku. Ini terjadi dengan lambat. Aku berhenti dan menatap tanganku yang dipegang oleh seseorang. Laki-laki. Pikirku. Sontak saya kaget dan segera menarik tanganku. Tapi, kenapa ini? Aku mencoba menariknya kembali. Tapi tetap saja masih dipegangnya kuat-kuat. Akhirnya saya menoleh pada seseorang ini.
Kenapa dia? Kenapa tangan kecil itu mecoba menarik pegangan tanganku. Aku tak ada maksud apa-apa. Tira. Malah menarik tangan yang kepegang dengan kasar. Aku juga semakin besar lengan berkuasa memegang tanyannya. Dia ngos-ngosan. Ow.. batinku. Ia membisu saja. Apakah ia menungguku? Akhirnya ia menoleh padaku. Tapi--
“Auuw!” erangku. Aku terjatuh. Dia mendorongku dengan sangat kuat. Ada apa ini? Pikirku sambil menatapnya. Apakah ia takut padaku? Padahal dikala saya tampil tadi, ia menatap mataku hingga penampilanku berakhir.
“Oh My God !” saya mendengar gumamannya dan saya berusah untuk bangun dari jatuhku.
“Jo?! Eh- Kak Jo? Maaf! Aku bernar-benar minta maaf,” ia juga menolongku berdiri. Lucu juga.
“Nggak apa kok. Takut sama saya ya?”
“Eh-? Enggak gitu, tadi saya kira orang jahat. Habis, misterius banget. Emm.. Sakit kak sikutmu?” tanyanya dengan nada gelisah. Aku hanya meringis sembari duduk di pinggiran taman jauh dari suasana ramai.
“Sakit ya, kak?” ia masih saja bertanya. Aku menoleh padanya. Ia benar-benar kikuk.
“Nggak apa kok, hening aja, ini kan hanya lecet kecil.” Jawabku tersenyum menenangkanya.
“Tapi, dari kecil kan sanggup jadi besar,”
Aku menghembuskan nafas panjang dan menjawabnya.
“Jangan tanya terus dong. Kakak kan juga pengen gantian ngomongnya,”
“Ooo.. maaf,” ia tersenyum malu. Dia harus jadi milikku. Hahaa
“Emm.. nanti malem ada program nggak?” tanyaku denagn tegas.
“Nanti malem?” tanyanya.
“Ya, nanti malem,”
“Ada,” aduh!
“Ada ya? Ya udah deh, nggak jadi,”
“Nggak tanya ya mau ada program apa?” haa?
“Ya udah, emang ada program apa?”
“Nge-Date,” What !! gila nih cewek!
“Ouw, selamat nge-date jikalau gitu,” kata ku dan beranjak meninggalkannya.
“Tunggu kak,” ia menarik tanagnku.
“Ada apa?” saya males banget.
“Emm.. abang tau yang namanya Jonansha Air kelas XI IPA?” Haa?! Itukan aku!
“Tau,”
“Kakak murka ya,” tanyanya ragu-ragu. Tunggu! Ia masih memegang tanganku.
“Enggak, tapi,”
“Tapi apa kak?” ia malah mengeratkan tangannya.
“Tanganmu,” akhirnya..
“Opss! Maaf,”
“OK, kembali yang tadi. Ada apa sama Jo?”
“Hehhe, a—ak-- saya ---nge-da-- date nya sama dia,” ia tersenyum bagus dan yakin pada ucapannya.
Oh My God! Gumamku. Dia benar-benar menggodaku.
“Awas ya kamuu!” ia berlari dan saya mengejarnya.
Onnasan-
“Apaan sih? Biasa aja kali,” kataku hampir emosi.
“Ah, udah deh, nggak usah alay, yuk,”balasnya.
“Haa? Yuk kemana?”
“Pulang dong. Kemana lagi?” ia berdiri dan bersiap pergi.
“Bentar! Sebentar!! Dia belum lewat Saka-kuu..” sambil berdiri dan memberhentikan langkahnya. Dan tersenyum bagus memandang parkiran sepeda sekolah.
“Dia sudah pulang enam menit lebih dua puluh tujuh menit yang lalu,” katanya dengan santai. Duuerr !! duueerr!! Cethar beud jikalau ini.
“Apaaa!!?? Kenapa nggak manggil saya ??” saya putus asa dan tubuhku lemas seketika. Aku jatuh di aspal sekolah.
“Kamu aja, wong saya sudah beribu-ribu kali mencoba mendobrak lamunanmu untuk melihat ‘Air’-mu itu, yang salah itu, telingamu tauu..” ejeknya.
Bego banget sih aku, batin diriku. Aku masih terduduk di aspal dan mendongkakkan kepalaku untuk melihat Saka. Yah, ia hanya menatapku dengan pandangan asing dan ia juga membiarkanku tetap duduk di sini.
“Apa?” katanya.
“....” saya bergeming. Tung-! Tungguu!! Malah pergi, gumamku yang kesusahan berdiri dengan tas yang super berat. Aku mengejarnya pulang.
***
Setelah satu minggu. Aku tetap menyerupai biasanya. Pulang sekolah selalu melihatnya lewat. Setiap tiga jam pelajaran selalu ijin untuk pergi ke toilet. Tetapi, itu hanya alasanku saja untuk melihat abang kelasku Jo, dikala ia sedang mengikuti pelajaran.
“Saka?”
“Hmm..”
“Sakaa..?”
“Hemmmmm..??”
“Ah, Saka gitu deh sekarang,”
“Apaan sih? Alay deh,” katanya sebal. Aku hanya manyun tak menghiraukan balasannya.
“Tira??” saya menoleh pada Saka dengan sinis dari daerah dudukku.
“Eeee.. awas aja,” sambil mengacungkan jarinya kearahku.
“Enggak kok, gini, besok lusa kan ada pameran sekolah tuh,” Saka mengangguk-anggukkan kepalanya mendengarkanku sembari mengerjakan tugasnya.
“Kamu dateng nggak? Dateng yaa.. saya mau nonton Jo nge-band,.. ya ya yaa..??” lanjutku. Ia tak menggubris kata-kataku.
“Saka? Ya? Sekali ini aja,” saya tersenyum memohon padanya.
“ini udah berkali-kali tau,”
“Terserah deh, tapi, dateng ya? Aku jemput kok,” meringis.
***
Sembari makan di kantin bersama teman-temannya, Jonansha dan persekutuan bandnya sedang membicarakan wacana aksinya besok lusa di program pameran sekolah.
“Udah beres kan?” tanya Billi pada Jo.
“Udah.” Dengan anggukan kepala.
“Ok, jikalau gitu, kita pulang dulu ya,” kata Billi yang beranjak pulang.
“Ok, ok” balas Jo.
Aku Jonansha Air, panggil saja saya Jo. Aku anak grup band sekolah dan saya selalu naik sepeda. Aku ceritain sesuatu ke kalian. Dari setahun terakhir, setiap saya pulang sekolah selalu ada cewek yang melihat saya bersepeda untuk pulang. Kalau nggak salah namanya, Tiranara Embun kelas X. Kaprikornus itu berarti ia adik kelasku. Kemarin saya juga mergokin ia melihatku pulang. Rasanya aneh.
“Ok semuanya, tadi gila keren banget,” kata Billi sambil tersenyum penuh arti.
“Iya, saya juga suka tampilan kita yang kali ini,” tambah Raka yang men-handle drum.
Aku hanya mengagguk-anggukkan kepalau menyerupai orang bodoh. Pikiranku tadi hanya tertuju pada satu orang. Dang orang itu udah nggak asing dikepalaku.
“Heh! Bengong aja daritadi,” kata Billi mengagetkanku.
“Nggak apa kok,” kemudian saya menyelonong pergi.
***
Tadi benar-benar menyerupai mimpi. Batinku.
“Tira?” panggil Saka. Kita sedang makan di stand festival. Aku hanya membalas panggilan Saka hanya dengan menolehkan kepalaku. Ini asing tau.
“Ada apa sih? Cerita dong,” bujuk Saka.
“Merasa nggak? Ada sesuatu yang asing tadi ?” kataku pada akhirnya.
“Tadi yang mana?” tanyanya.
“Tadi waktu band-nya Jo tampil,”
“Ada,” jawabnya santai.
“Benerkan,” jawabku tepatnya pada diriku sendiri.
“Bener apanya?” dengan heran.
“Anehnya lah,” sambil memakan kentang gorengku.
“Hah? Aneh? Aneh apanya?” gila ini bocah, gumamku sambil mengetuk-ngetukkan kepalaku ke meja. Aku menatapnya. Dia tambah heran atas apa yang saya lalukan. Dia tetap mencoba berpikir keras.
“Oo.. aneh,” Nah! Gitu dong, pikirku tersenyum bagus padanya. Dia juga membalas senyumanku.
“Maksudnya, saya menjawab pertanyaanmu yang pertama tadi itu cuman asal-asalan—“ Haah!!??, saya hanya termenung menatap mukanya yang polos. Bukan polos. Kepolosan malah.
“—emang yang asing apaan sih?” lanjutnya.
“Ah! Udah deh. Pusing aku. Nggak usah dibahas,” putus asa aku.
“Aku kebelakang dulu ya, jangan pergi kemana-mana lho,” pamit Saka padaku.
“Hemm..” jawabku. Aku terlalu memikirnya. Jo, apakah kau benar-benar melihat ku tadi? Atau menatapku dikala kau tampil didepan. Aarrgghh!! Aku menggaruk-garuk kepalaku yang bergotong-royong tidak gatal. Lalu menaruh kepalaku di meja menghadap kearah samping. Aku capek.
“Saka kemana sih?” gumamku menatap jam tanganku. Alu menengok kearah toilet. Tapi tuh orang nggak keluar-keluar. Aku pun berjalan menghampirinya di toilet.
Saat saya berjalan dengan gontai ada tanagn yang menyentuhku. Ini terjadi dengan lambat. Aku berhenti dan menatap tanganku yang dipegang oleh seseorang. Laki-laki. Pikirku. Sontak saya kaget dan segera menarik tanganku. Tapi, kenapa ini? Aku mencoba menariknya kembali. Tapi tetap saja masih dipegangnya kuat-kuat. Akhirnya saya menoleh pada seseorang ini.
Kenapa dia? Kenapa tangan kecil itu mecoba menarik pegangan tanganku. Aku tak ada maksud apa-apa. Tira. Malah menarik tangan yang kepegang dengan kasar. Aku juga semakin besar lengan berkuasa memegang tanyannya. Dia ngos-ngosan. Ow.. batinku. Ia membisu saja. Apakah ia menungguku? Akhirnya ia menoleh padaku. Tapi--
“Auuw!” erangku. Aku terjatuh. Dia mendorongku dengan sangat kuat. Ada apa ini? Pikirku sambil menatapnya. Apakah ia takut padaku? Padahal dikala saya tampil tadi, ia menatap mataku hingga penampilanku berakhir.
“Oh My God !” saya mendengar gumamannya dan saya berusah untuk bangun dari jatuhku.
“Jo?! Eh- Kak Jo? Maaf! Aku bernar-benar minta maaf,” ia juga menolongku berdiri. Lucu juga.
“Nggak apa kok. Takut sama saya ya?”
“Eh-? Enggak gitu, tadi saya kira orang jahat. Habis, misterius banget. Emm.. Sakit kak sikutmu?” tanyanya dengan nada gelisah. Aku hanya meringis sembari duduk di pinggiran taman jauh dari suasana ramai.
“Sakit ya, kak?” ia masih saja bertanya. Aku menoleh padanya. Ia benar-benar kikuk.
“Nggak apa kok, hening aja, ini kan hanya lecet kecil.” Jawabku tersenyum menenangkanya.
“Tapi, dari kecil kan sanggup jadi besar,”
Aku menghembuskan nafas panjang dan menjawabnya.
“Jangan tanya terus dong. Kakak kan juga pengen gantian ngomongnya,”
“Ooo.. maaf,” ia tersenyum malu. Dia harus jadi milikku. Hahaa
“Emm.. nanti malem ada program nggak?” tanyaku denagn tegas.
“Nanti malem?” tanyanya.
“Ya, nanti malem,”
“Ada,” aduh!
“Ada ya? Ya udah deh, nggak jadi,”
“Nggak tanya ya mau ada program apa?” haa?
“Ya udah, emang ada program apa?”
“Nge-Date,” What !! gila nih cewek!
“Ouw, selamat nge-date jikalau gitu,” kata ku dan beranjak meninggalkannya.
“Tunggu kak,” ia menarik tanagnku.
“Ada apa?” saya males banget.
“Emm.. abang tau yang namanya Jonansha Air kelas XI IPA?” Haa?! Itukan aku!
“Tau,”
“Kakak murka ya,” tanyanya ragu-ragu. Tunggu! Ia masih memegang tanganku.
“Enggak, tapi,”
“Tapi apa kak?” ia malah mengeratkan tangannya.
“Tanganmu,” akhirnya..
“Opss! Maaf,”
“OK, kembali yang tadi. Ada apa sama Jo?”
“Hehhe, a—ak-- saya ---nge-da-- date nya sama dia,” ia tersenyum bagus dan yakin pada ucapannya.
Oh My God! Gumamku. Dia benar-benar menggodaku.
“Awas ya kamuu!” ia berlari dan saya mengejarnya.
Onnasan-
PROFIL PENULIS
NAMA : AGATHA ONNASANDEVI RATUWANGI
TTL : PURBALINGGA / 13 FEBRUARI 1998
KELAS : IX
SEKOLAH : Sekolah Menengah Pertama KANISIUS KUDUS
HOBI : MENULIS, BACA BUKU, JALAN-JALAN, NARSIS.
CITA-CITA : PENULIS, AKTRIS, BERBAGI PADA YANG LEBIH KECIL
MOTTO : PROUND FOR YOUR SIMPLY!
TTL : PURBALINGGA / 13 FEBRUARI 1998
KELAS : IX
SEKOLAH : Sekolah Menengah Pertama KANISIUS KUDUS
HOBI : MENULIS, BACA BUKU, JALAN-JALAN, NARSIS.
CITA-CITA : PENULIS, AKTRIS, BERBAGI PADA YANG LEBIH KECIL
MOTTO : PROUND FOR YOUR SIMPLY!